Look at this

Tampilkan postingan dengan label makalah keperawatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makalah keperawatan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 30 Juni 2019

Makalah tentang Model Asuhan Keperawatan Primer


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk bersikap profesional. Profesionalisme perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional tersebut adalah pengembangan model praktek keperawatan profesional (MPKP) yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut.
MPKP sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP, perawat dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus ditunjang dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai.
Banyak metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan selama 35 tahun terakhir ini, yang meliputi keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer, praktik bersama, dan manajemen kasus. Setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model yang paling tepat berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori pasien didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien , Usia, Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan (Bron , 1987). Pelayanan yang profesional identik dengan pelayanan yang bermutu, untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam melakukan kegiatan penerapan standart asuhan keperawatan dan pendidikan berkelanjutan. Dalam kelompok keperawatan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana caranya metode penugasan tenaga keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien ,tenaga, waktu dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan dan motivasi kerja.
Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer, model manajemen perawatan, dan model perawatan berfokus pada pasien. Dalam makalah ini kami akan membahas lebih dalam tentang model asuhan keperawatan primer. 

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian model asuhan keperawatan primer?
1.2.2 Apa karakteristik Modalitas Keperawatan Primer?
1.2.3 Apa saja kelebihan dan kelemahan model asuhan keperawatan primer?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan ketenagaan model asuhan keperawatan primer?
1.2.5 Apa saja tanggung jawab kepala ruang dalam model asuhan keperawatan primer?
1.2.6 Apa saja tanggung jawab perawat primer?
1.2.7 Bagaimana sistem asuhan keperaawatan dengan model manajemen kasus?
1.2.8 Bagaimana modifikasi keperawatan tim primer?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui tentang pengertian model asuhan keperawatan primer
1.3.2 Mengetahui karakteristik modalitas keperawatan primer
1.3.3 Mengetahui kelebihan dan kelemahan model asuhan keperawatan primer
1.3.4 Mengetahui apa yang dimaksud dengan ketenagaan model asuhan keperawatan primer
1.3.5 Mengetahui tanggung jawab kepala ruang dalam model asuhan keperawatan primer
1.3.6 Mengetahui apa saja tanggung jawab perawat primer
1.3.7 Mengetahui sistem asuhan keperaawatan dengan model manajemen kasus
1.3.8 Mengetahui apa yang dimaksud dengan modifikasi keperawatan tim primer 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Asuhan Keperawatan Primer
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan beberapa konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh perawat primer.
Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu. Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer. Metode keperawatan primer mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang jelas di antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan lain. Walaupun perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan balik dari orang lain diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan klien
Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam bidang keperawatan.
Dasar pertimbangan pemilihan model metode asuhan keperawatan (MAKP) :
a. Sesuai dengan visi dan misi institusi
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada misi dan visi rumah sakit.
b. Dapat diterapkannya proses keperawatan
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan pada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
c. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya
Setiap suatu perubahan, harus selalu memprtimbangkan biaya dan efektifitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimanapun baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan mendapatkan hasil yang sempurna.
d. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga dan masyarakat
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasanelanggan atau pasien terhadapasuhan yahg diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
e. Kepuasan dan kinerja perawat
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan prustasi dalam pelaksanaanya.
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakanasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.2 Karakteristik Modalitas Keperawatan Primer
Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :
a. Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan.
b. Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan, kolaborasi dengan pasien dan professional kesehatan lain, dan menyusun rencana perawatan.
c. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat primer kepada perawat sekunder selama shift lain.
d. Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyedia.
e. Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer .
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Asuhan Keperawatan Primer
2.3.1 Kelebihan model asuhan keperawatan primer
a. Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan untuk pengembangan diri.
b. Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi meningkatkan motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat .
c. Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat primer dalam memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang hospitalisasi.
d. Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer operasional dan administrasi .
e. Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat primer adalah memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan ilmu pengetahuan.
f. Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi tentang kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan kliennya.
g. Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.
h. Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
i. Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhi kebutuhannya secara individu.
j. Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
k. Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.
l. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
m. Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
n. Metode ini mendukung pelayanan profesional.
o. Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi
2.3.2 Kelemahan model asuhan keperawatan primer
a. Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional.
b. Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.
c. Akontabilitas yang total dapat membbuat jenuh.
d. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.
e. Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.
2.4 Ketenagaan Model Asuhan Keperawatan Primer
a. Setiap perawat primer adalah perawat “bedside” .
b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer .
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal .
d. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non professional sebagai perawat asisten .
2.5 Tanggung Jawab Kepala Ruang dalam Model Asuhan Keperawatan Primer
a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer .
b. Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer.
c. Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten.
d. Orientasi dan merencanakan karyawan baru.
e. Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff.
2.6 Tanggung Jawab Perawat Primer :
a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama dinas.
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain.
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
f. Menyipakan penyuluhan untuk pulang.
g. Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial di masyarakat.
h. Membuat jadual perjanjian klinis.
i. Mengadakan kunjungan rumah.
2.7 Manajemen Kasus
Dalam model ini setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat berdinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawat khusus, seperti ruang isolasi dan intensive care.
Manajemen kasus secara umun mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :
Kelebihan :
1. Perawat lebih memahami kasus per kasus.
2. Sistem evaluasi dan manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangan :
1. Perawat penanggung jawab belum dapat teridentifikasi.
2. Perlu tenaga yang cukup banyak dengan kemampuan dasar yang sama.
Gambar 1.1
Sistem asuhan keperaawatan dengan model manajemen kasus
(Marquis & Huston, 1998, hal 136)




2.8 Modifikasi: Keperawatan Tim Primer
Model MAKP tim dan primer digunakan secara kombinasi kedua sistem. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan:
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karna perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 Keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer karena saat ini perawat yang ada dirumah sakit sebagian besar adalah lulusan D3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer / ketua tim.
Gambar 1.2
Modifikasi: model keperawatan tim-primer



Catatan: jadwal diatur pada pagi, sore, malam, dan libur/cuti
Contoh (dikutip dari Ratna S. Sudarsono, 2002).
Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan 4 orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, disamping seorang kepala ruang rawat yang juga ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat pelaksana terdiri atas lulusan D3 keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokam tim pada setiap sift juga terlihat pada figur 10.7.
Selain diagram di tas, untuk lebih mengetahui peran masing-masing komponen yang terdapat dari kepala ruangan, perawatn primer, dan perawatn associate, dapat dilihat dalam tabel berikut ini.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Dalam management keperawatan primer ini memiliki kekurangan dan kelebihan dalam pelaksanaanya. Metode yang digunakan dalam management primer ini terdiri dari kepala ruangan, staff perawat dan pasien dan klien.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini semoga dapat dijadikan sebagai acuan bagi perawat atau mahasiswa keperawatan dalam memanajemen sistem pengorganisasian asuhan keperawatan agar menjadi lebih baik disemua bidang terutama kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Suarli, S. & Yayan Bahtiar. 2002. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.Jakarta: Erlangga.
Setiadi Adi. 2012. Metode Penugasan Dalam Pelayanan Keperawatan, (Online ), http://adysetiadi.files.wordpress.com/2012/05/metode-mpkp.pdf diakses tanggal11 September 2014 )

Rabu, 20 Maret 2019

MAKALAH RESUSITASI JANTUNG-PARU


BAB I
 PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Penyakit jantung menjadi penyebab kematian utama baik pada laki-laki maupun perempuan di Amerika Serikat. Pada tahun 2005, sekitar 920.000 orang mengalami serangan jantung, dimana setiap 34 detik terdapat satu orang yang mengalami serangan jantung. Sehingga dapat diramalkan bahwa terdapat sekitar 300.000 orang di Amerika Serikat yang mngalami serangan jantung tiap tahunnya dank rang dari 15% yang tetap dapat bertahan hidup. Dari data statistic ini, menunjukkan tingginya kebutuhan pertolongan pertama pada pasien serangan jantung yang berakibat pada henti jantung baik pada orang awam maupun pada tenaga kesehatan utamanya perawat. Oleh karena itu, diperlukan suatu tatalaksana pelayanan resusitasi yang seragam di seluruh rumah sakit yang diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai.

B.       DEFINISI
-          Resusitasi Jantung Paru adalah tindakan pijat jantung luar dan pemberian nafas bantuan terhadap pasien yang mengalami henti jantung dan/atau henti napas.
-          Gambaran EKG yang ditemukan pada cardiac arrest adalah
1.    Asistole
2.    PEA ( pulseless electrical activity )
3.    Ventricular fibrilation
4.    Pulseless Ventricular tachicardia
-          Resusitasi Jantung Paru dilakukan sesuai guideline advance cardiac life support tahun 2010. ( terlampir )
-          Apabila nafas dan jantung berhenti maka kesadaran akan hilang dan pasien mengalami mati klinis.
-          Nafas yang membaik kembali dalam 4-6 menit pertama kemungkinan penyembuhan kearah normal tidak ter-ganggu .
-          Apabila otak tidak mendapatkan oksigen lebih dari 4 - 6 menit maka kematian klinik dengan cepat berubah menjadi kematian biologis.
-          Resusitasi adalah serangkaian tindakan dalam usaha memberikan pertolongan penyelamatan pada korban yang mengalami henti nafas atau jantung secara mendadak, tanpa membuang waktu agar korban tidak mati.
-          Secara umum serabut-serabut neuron akan mati dalam waktu 5 menit oleh karena iskemia.
C.       DASAR HUKUM
Dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan resusitasi yang seragam di seluruh rumah sakit adalah :
a.      UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
b.      UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
c.      UU No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
d.      Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia. Tahun 2006

















BAB II
RUANG LINGKUP

a.Ruang Lingkup
-       Seluruh ruangan rawat inap baik rawat inap umum maupun rawat inap khusus, ruang rawat intensive dan UGD
-       Seluruh perawat dan dokter ruangan / dokter jaga yang telah mengikuti pelatihan BLS ( basic life support ) atau ACLS ( advanced cardiac life support ), dokter spesialis emergensi, dokter spesialis jantung dan dokter spesialis anestesiologi.

b. Kebijakan
Pijat Jantung Paru tidak perlu dilakukan pada kasus
1.  Penyakit terminal ( mis : Kanker stadium akhir )
2.  Pasien dengan Mati Batang Otak
3.  Yang sudah dinyatakan Do Not Resuscitation ( DNR ) oleh tim dokter.

c. Mengakhiri Tindakan Resusitasi
1. Penolong sudah melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut secara optimal , antara lain RJP, defibrilasi VF/VT tanpa nadi,, pemberian vasopressin atau epinefrin intravena,dan sudah melakukan prosedur pengobatan yang ada.
2. Pupil mindriasis  maksimal






BAB III
TATALAKSANA
TATA LAKSANA
1. PENILAIAN AWAL





2. Tatalaksana
       a       Setiap petugas yang menemukan pasien tidak sadar segera menilai kesadaran pasien tersebut, /cek respon pasien.
Cek respon


       b       Berteriak dan meminta pertolongan atau mengaktifkan sistem alarm.
       c       Petugas lain yang mendengar teriakan itu segera mengambil troley emergency dan Defibrilator ( bila tersedia ) serta menghubungi dokter ruangan atau dokter jaga dan perawat supervisor jaga
       d       Penilaian denyut nadi
Caranya jika penolong di sebelah kanan penderita, dengan meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada garis median leher (trachea), kemudian geser ke lateral (ke arah penolong)/tidak boleh menyeberangi garis tengah, lalu raba pulsasi arteri carotisnya. Periksa teraba nadi atau tidak. Langkah ini tidak boleh lebih dari 10 detik. Bila nadi tidak teraba segera lakukan kompresi dada.


Dokter ruangan atau dokter jaga dapat meminta bantuan dokter spesialis emergensi, dokter spesialis jantung atau dokter spesialis anestesiologi untuk penatalaksanaan lebih jauh.
Catatan Jika nadi teraba, segera beri bantuan nafas setiap 3 – 5 detik dan cek nadi setiap 2 menit.
e. Kompresi Dada
Dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah bawah sternum/ Membuat garis bayangan antara kedua papila mammae memotong mid line pada sternum kemudian meletakkan tangan kiri diatas tangan kanan/ sebaliknya. Yang dipakai adalah tumit tangan, bukan telapak tangan. Hal ini menciptakan aliran darah melalui peningkatan tekanan intratorakal dan penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :
o   Frekuensi minimal 100 kali permenit
o   Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch)
o   Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga diameter diding anterposterior dada, atau 4 cm (1,5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch) pada anak.
o   Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali sevara sempurna setelah setiap kompresi.
o   Seminimal mungkin melakukan interupsi

 
e.     Membuka dan membesihkan jalan nafas. Dokter ( yang memiliki sertifikat ACLS, PPGD atau PTC ) segera melakukan pemasangan pipa endotrakeal dan memberikan ventilasi 10 – 12 x/mnt .
f.     Pemberian adrenalin 1:1000 1 mL  ( pada pasien dewasa ) / adrenalain 1:10.000 1 mL ( pada bayi/anak ) intra vena setiap 2 menit selama masih henti jantung sebelumnya dilakukan pemasangan jalur intra vena.
g.    Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis, jika pulsasi tidak ada dan bantuan belum tiba teruskan RJP. Jika bantuan datang dan membawa peralatan (AED/Defibrilator) segera pasang alat cek irama jantung dengan menggunakan AED atau monitor defibrilator. Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi, apabila not shockable teruskan RJP. Ikuti algoritme.
h.    Defibrilator  300j – 360j-360j ( monophase ) / 100j-150j-150j ( biphase ) diberikan bila terdapat gelombang fibrilasi atau pulseless ventrikel takikardi.
-          Proses ini minimal dilakukan selama 30 menit dan dapat diperpanjang.
-          Semua tindakan dicatat dan dimasukkan ke dalam rekam medis.
                                                                                                          













BAB IV
DOKUMENTASI

Semua tindakan resusitasi dicatat dan di dokumentasikan dalam catatan rekam medis pasien.

SOP PEMASANGAN INFUS (KATETER INTRAVENA)


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMASANGAN INFUS
SOP PEMASANGAN  INFUS      

A. PENGERTIAN   
 Pemasangan infus untuk memberikan obat/cairan melalui parenteral

B. TUJUAN  
Melaksanakan fungsi kolaborasi dengan dokter

C. KEBIJAKAN
1.                  Pasien yang mendapatkan obat yang diberikan secara intra vena (I.V) 
2.                  Pasien dehidrasi untuk rehidrasi parenteral

D. PERSIAPAN PERALATAN
1.                  Sarung tangan Steril 1 pasang
2.                  Selang infus sesuai kebutuhan (makro drip atau mikro drip) 
3.                  Cairan parenteral sesuai program
4.                  Jarum intra vena (ukuran sesuai)
5.                  Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
6.                  Desinfektan
7.                  Torniquet/manset
8.                  Perlak dan pengalas
9.                  Bengkok 1 buah
10.              Plester / hypafix
11.              Kassa steril
12.              Penunjuk waktu

E. PROSEDUR PELAKSANAAN  
1.                  Tahap PraInteraksi 
2.                  Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
3.                  Mencuci tangan
4.                  Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

Tahap Orientasi
1.                  Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2.                  Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
3.                  Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan 

Tahap Kerja 
1.                  Melakukan desinfeksi tutup botol cairan
2.                  Menutup saluran infus (klem)
3.                  Menusukkan saluran infus dengan benar
4.                  Menggantung botol cairan pada standard infuse
5.                  Mengisi tabung reservoir infus sesuai tanda
6.                  Mengalirkan cairan hingga tidak ada udara dalam slang
7.                  Mengatur posisi pasien dan pilih vena 
8.                  Memasang perlak dan alasnya 
9.                  Membebaskan daerah yang akan di insersi
10.              Meletakkan torniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk
11.              Memakai hand schoen
12.              Membersuhkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari dalam keluar)
13.              Mempertahankan vena pada posisi stabil
14.              Memegang IV cateter dengan sudut 300
15.              Menusuk vena dengan lobang jarum menghadap keatas
16.              Memastikan IV cateter masik intra vena kemudian menarik Mandrin + 0,5 cm
17.              Memasukkan IV cateter secara perlahan
18.              Menarik mandrin dan menyambungkan dengan selang infuse
19.              Melepaskan toniquet
20.              Mengalirkan cairan infuse
21.              Melakukan fiksasi IV cateter
22.              Memberi desinfeksi daerah tusukan dan menutup dengan kassa
23.              Mengatur tetesan sesuai program

Tahap Terminasi
1.                  Melakukan evaluasi tindakan
2.                  Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3.                  Berpamitan dengan klien.
4.                  Membereskan alat-alat
5.                  Mencuci tangan 
6.                  Mendokumentasikan tindakan
1. waktu pemasangan
2. type cairan
3. Tempat insersi (melalui IV)
4. Kecepatan aliran (tetesan/menit)
5. Respon klien sesudah dilakukan tindakan
6. pemasangan infuse

About