Look at this

Tampilkan postingan dengan label ASUHAN KEPERAWATAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ASUHAN KEPERAWATAN. Tampilkan semua postingan

Rabu, 07 Oktober 2020

Standar Operasional Prosedur (SOP) Jobsheet Mengukur Tekanan Darah pada manusia

 

MENGUKUR TEKANAN DARAH

SPO

Tanggal,

Pengertian

Mengukur tekanan darah melalui permukaan arteri

Tujuan

Mengetahui tekanan darah

Prosedur

Persiapan alat :

1. Tensi meter

2. Stetoscope

3. Buku catatan

Persiapan pasien :

1. Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan

2. Posisi diatur sesuai kebutuhan

Pelaksanaan :

1. Melakukan cuci tangan

2. Lengan baju dibukak atau digulung

3. Manset tensi meter dipasang pada lengan atas dengan pipa karetnya berada disisi luar lengan

4. Manset dipasang tidak terlalu kuat atau longgar (longgar satu jari) kurang lebih tiga jari dari fossa cubitus

5. Pompa tensi meter dipasang

6. Denyut arteri bracialis diraba, stethoscope ditempatkan pada daerah tersebut

7. Raba arteri radialis

8. Sekrup balon karet ditutup, pengunci air raksa dibuka, selanjutnya balon dipompa sampai denyut arteri radialis tidak terdengar lagi dan iar raksa dalam pipa dinaikan sampai 30-40 mmhg

9. Scrup balon dibukak berlahan-lahan,

Sehingga air raksa turun berlahan-lahan. Sambil meperhatikan turunya air raksa, degar deyut pertama.

10. Sekala pertemuan air raksa pada waktu terdegar deyut pertama disebut tekanan systole.

11. Degarkan terus sampai deyutan yang terahir, sekalah permukaan air raksa pada waktu deyutan terakhir disebut tekanan diastole.

12. Pencatatan hasil dilakukan dengan cara sebagai berikut:Systole diatas diastole dibawah (missal 120/80 mmHg)

13. Melakukan cuci tangan

Perhatian :

1. Memasang manset harus tepat diatas permukaan dinding arteri beachialis, tiga jari dari cubitis.

2. Menempelkan setetes tocape jangan terlalu keras dan pengunaanya harus benar-bernar tepat.

3. Sebelum menutup tensi meter masukan duluh air raksa kedalam reserpoarnya, manset dan balon disusun pada tempatnya untuk mencegah pemecahan air raksa.

4. Pada anak-anak digunakan mangset husus.

5. Menghindari terjadinya alergi obat.

6. Melakukan tindakan darurat pada pasien keracunan obat

Standar Operasional Prosedur (SOP) Mencuci Rambut Pasien di atas Tempat Tidur

 

NO

ASPEK YANG DI NILAI

NILAI

A.

1.

Tahap Pra Interaksi

Memvalidasi kebutuhan pasien

2.

Mencuci tangan

3.

Menempatkan alat di dekat pasien

B.

1.

Tahap Orientasi

Memberikan salam terapetik

2.

Menjelaskan tujuan pada pasien dan klg

3.

Menjelaskan prosedur pada pasien dan klg

4.

Menyakan kesiapan pasien

C.

1.

Tahap Kerja

Memasang sampiran / privacy

2.

Memakai sarung tangan & celemek/gaun

3.

Mengganti selimut pasien dg selimut mandi

4.

Mengatur posisi tidur pasien dengan kepala dipinggir tempat tidur

5.

Memasang handuk di bawah kepala pasien

6.

Memasang ember di lantai, dialasi kain pel/lap

7

Memasang talang di bawah kepala pasien dengan ujung berada didalam ember

8

Menutup dada dengan handuk sampai ke leher

9

Menyisir rambut pasien

10

Menutup lubang telinga pasien dengan kapas

11

Menutup lubang hidung dengan kassa

12

Menyiram rambut pasien dengan air hangat

13

Mencuci rambut pasien dg shampo

14

Menggosok (memijit-mijit) kulit kepala pasien

15

Membilasi rembut dengan air hangat

16

Melepas talang dari bawah kepala pasien

17

Mengeringkan rambut dengan handuk

18

Meletakkan kepala pasien pada bantal yang telah dialasi handuk kering

19

Meletakkan kepala pasien pada bantal yang telah dialasi handuk kering

20

Merapikan pasien

21

Mengganti selimut mandi dengan selimut pasien

22

Mengambil handuk dari bawah kepada pasien

D

1

Tahap Terminasi

Mengevaluasi hasil tindakan

2

Berpamitan dengan pasien & keluarga

3

Membereskan & mengembalikan alat ke tempat semula

4

Mencuci tangan

5

Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan


CATATAN KEPERAWATAN

Standar Operasional Prosedur (SOP) Mobilisasi Pasien

 

FORMAT PENILAIAN KETERAMPILAN KEPERAWATAN

“ PRAKTIKUM MOBILITAS PASIEN“

NO

ASPEK YANG DI NILAI

Nilai

A.

1.

Tahap Pra Interaksi

Memvalidasi kebutuhan pasien

2.

Mencuci tangan

3.

Menempatkan alat di dekat pasien

B.

1.

Tahap Orientasi

Memberikan salam terapetik

2.

Menjelaskan tujuan pada pasien & klg

3.

Menjelaskan prosedur pada pasien & klg

4.

Menyakan kesiapan pasien

C.

Tahap Kerja

Menindahkan Pasien dari tempat tidur ke tempat tidur

1.

Cuci tangan

2.

Lengan pengangkat ditempatkan di kepala dan bahu, panggul ,paha dan pergelangan kaki pasien dengan jari – jemari menggenggam sisi tubuh pasien

3.

Pada hitungan 3 pasien diangkat dan digendong di dada perawat

4.

Perawat dengan perlahan memindahkan pasien ke tempat tidur yang di tuju

Memindahkan Psien dari Tempat Tidur Ke kursi

1.

Cuci Tangan dan Lakukan persiapan

2.

Bantu pasien untuk duduk ke tepi temapt tidur.

3.

Siapkan kursi menghadap pasien

4.

Angkat pasien sambil berdiri dan aarahkan menuju kursi

5.

Posisikan pasien pada posisi yang dipilih

Posisi SIM

1.

Cuci Tangan dan Lakukan persiapan

2.

Tempatkan pasien pada posisi terlentang

3.

Posisikan pasien pada posisi miring sebagian pada abdomen

4.

Tempatkan banta di bawah kepala dan dibawah tungkai atas yang difleksikan

Posisi Trendelenburg

1.

Cuci Tangan dan Lakukan persiapan

2.

Letakkan bantal di kaki

3.

Posisikan kaki tinggi dari kepala

Posisi Dorsal Recumbent

1.

Posisikan pasien pada keadaan terlentang

2.

Pakaian bawah dibuka

3.

Tekuk lutut dan regangkan kaki pasien

Posisi Litotomi

1.

Cuci Tangan dan Lakukan persiapan

2.

Posisikan pasien dalam keadaan berbaring atau terlentang

3.

Angkat kedua paha dan tarik ke atas abdomen

4.

Letakkan bagian lutut / kaki pada penyangga kaki di tempat tidur khusus untuk posisi littomi

Posisi Fowler

1.

Cuci Tangan dan Lakukan persiapan

2.

Dudukkan pasien

3.

Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau aturr tempat tidur.

4.

Posisikan fowler (90˚).

Posisi Semi Fowler

1.

Cuci Tangan dan Lakukan persiapan

2.

Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau aturr tempat tidur

3.

Posisikan semi fowler (45˚).

Minggu, 30 Juni 2019

Makalah tentang Model Asuhan Keperawatan Primer


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk bersikap profesional. Profesionalisme perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional tersebut adalah pengembangan model praktek keperawatan profesional (MPKP) yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut.
MPKP sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP, perawat dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus ditunjang dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai.
Banyak metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan selama 35 tahun terakhir ini, yang meliputi keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer, praktik bersama, dan manajemen kasus. Setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model yang paling tepat berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori pasien didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien , Usia, Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan (Bron , 1987). Pelayanan yang profesional identik dengan pelayanan yang bermutu, untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam melakukan kegiatan penerapan standart asuhan keperawatan dan pendidikan berkelanjutan. Dalam kelompok keperawatan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana caranya metode penugasan tenaga keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien ,tenaga, waktu dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan dan motivasi kerja.
Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer, model manajemen perawatan, dan model perawatan berfokus pada pasien. Dalam makalah ini kami akan membahas lebih dalam tentang model asuhan keperawatan primer. 

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian model asuhan keperawatan primer?
1.2.2 Apa karakteristik Modalitas Keperawatan Primer?
1.2.3 Apa saja kelebihan dan kelemahan model asuhan keperawatan primer?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan ketenagaan model asuhan keperawatan primer?
1.2.5 Apa saja tanggung jawab kepala ruang dalam model asuhan keperawatan primer?
1.2.6 Apa saja tanggung jawab perawat primer?
1.2.7 Bagaimana sistem asuhan keperaawatan dengan model manajemen kasus?
1.2.8 Bagaimana modifikasi keperawatan tim primer?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui tentang pengertian model asuhan keperawatan primer
1.3.2 Mengetahui karakteristik modalitas keperawatan primer
1.3.3 Mengetahui kelebihan dan kelemahan model asuhan keperawatan primer
1.3.4 Mengetahui apa yang dimaksud dengan ketenagaan model asuhan keperawatan primer
1.3.5 Mengetahui tanggung jawab kepala ruang dalam model asuhan keperawatan primer
1.3.6 Mengetahui apa saja tanggung jawab perawat primer
1.3.7 Mengetahui sistem asuhan keperaawatan dengan model manajemen kasus
1.3.8 Mengetahui apa yang dimaksud dengan modifikasi keperawatan tim primer 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Asuhan Keperawatan Primer
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan beberapa konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh perawat primer.
Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu. Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer. Metode keperawatan primer mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang jelas di antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan lain. Walaupun perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan balik dari orang lain diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan klien
Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam bidang keperawatan.
Dasar pertimbangan pemilihan model metode asuhan keperawatan (MAKP) :
a. Sesuai dengan visi dan misi institusi
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada misi dan visi rumah sakit.
b. Dapat diterapkannya proses keperawatan
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan pada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
c. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya
Setiap suatu perubahan, harus selalu memprtimbangkan biaya dan efektifitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimanapun baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan mendapatkan hasil yang sempurna.
d. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga dan masyarakat
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasanelanggan atau pasien terhadapasuhan yahg diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
e. Kepuasan dan kinerja perawat
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan prustasi dalam pelaksanaanya.
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakanasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.2 Karakteristik Modalitas Keperawatan Primer
Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :
a. Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan.
b. Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan, kolaborasi dengan pasien dan professional kesehatan lain, dan menyusun rencana perawatan.
c. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat primer kepada perawat sekunder selama shift lain.
d. Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyedia.
e. Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer .
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Asuhan Keperawatan Primer
2.3.1 Kelebihan model asuhan keperawatan primer
a. Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan untuk pengembangan diri.
b. Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi meningkatkan motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat .
c. Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat primer dalam memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang hospitalisasi.
d. Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer operasional dan administrasi .
e. Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat primer adalah memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan ilmu pengetahuan.
f. Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi tentang kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan kliennya.
g. Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.
h. Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
i. Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhi kebutuhannya secara individu.
j. Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
k. Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.
l. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
m. Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
n. Metode ini mendukung pelayanan profesional.
o. Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi
2.3.2 Kelemahan model asuhan keperawatan primer
a. Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional.
b. Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.
c. Akontabilitas yang total dapat membbuat jenuh.
d. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.
e. Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.
2.4 Ketenagaan Model Asuhan Keperawatan Primer
a. Setiap perawat primer adalah perawat “bedside” .
b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer .
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal .
d. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non professional sebagai perawat asisten .
2.5 Tanggung Jawab Kepala Ruang dalam Model Asuhan Keperawatan Primer
a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer .
b. Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer.
c. Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten.
d. Orientasi dan merencanakan karyawan baru.
e. Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff.
2.6 Tanggung Jawab Perawat Primer :
a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama dinas.
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain.
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
f. Menyipakan penyuluhan untuk pulang.
g. Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial di masyarakat.
h. Membuat jadual perjanjian klinis.
i. Mengadakan kunjungan rumah.
2.7 Manajemen Kasus
Dalam model ini setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat berdinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawat khusus, seperti ruang isolasi dan intensive care.
Manajemen kasus secara umun mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :
Kelebihan :
1. Perawat lebih memahami kasus per kasus.
2. Sistem evaluasi dan manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangan :
1. Perawat penanggung jawab belum dapat teridentifikasi.
2. Perlu tenaga yang cukup banyak dengan kemampuan dasar yang sama.
Gambar 1.1
Sistem asuhan keperaawatan dengan model manajemen kasus
(Marquis & Huston, 1998, hal 136)




2.8 Modifikasi: Keperawatan Tim Primer
Model MAKP tim dan primer digunakan secara kombinasi kedua sistem. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan:
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karna perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 Keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer karena saat ini perawat yang ada dirumah sakit sebagian besar adalah lulusan D3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer / ketua tim.
Gambar 1.2
Modifikasi: model keperawatan tim-primer



Catatan: jadwal diatur pada pagi, sore, malam, dan libur/cuti
Contoh (dikutip dari Ratna S. Sudarsono, 2002).
Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan 4 orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, disamping seorang kepala ruang rawat yang juga ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat pelaksana terdiri atas lulusan D3 keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokam tim pada setiap sift juga terlihat pada figur 10.7.
Selain diagram di tas, untuk lebih mengetahui peran masing-masing komponen yang terdapat dari kepala ruangan, perawatn primer, dan perawatn associate, dapat dilihat dalam tabel berikut ini.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Dalam management keperawatan primer ini memiliki kekurangan dan kelebihan dalam pelaksanaanya. Metode yang digunakan dalam management primer ini terdiri dari kepala ruangan, staff perawat dan pasien dan klien.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini semoga dapat dijadikan sebagai acuan bagi perawat atau mahasiswa keperawatan dalam memanajemen sistem pengorganisasian asuhan keperawatan agar menjadi lebih baik disemua bidang terutama kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Suarli, S. & Yayan Bahtiar. 2002. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.Jakarta: Erlangga.
Setiadi Adi. 2012. Metode Penugasan Dalam Pelayanan Keperawatan, (Online ), http://adysetiadi.files.wordpress.com/2012/05/metode-mpkp.pdf diakses tanggal11 September 2014 )

Rabu, 20 Maret 2019

MAKALAH RESUSITASI JANTUNG-PARU


BAB I
 PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Penyakit jantung menjadi penyebab kematian utama baik pada laki-laki maupun perempuan di Amerika Serikat. Pada tahun 2005, sekitar 920.000 orang mengalami serangan jantung, dimana setiap 34 detik terdapat satu orang yang mengalami serangan jantung. Sehingga dapat diramalkan bahwa terdapat sekitar 300.000 orang di Amerika Serikat yang mngalami serangan jantung tiap tahunnya dank rang dari 15% yang tetap dapat bertahan hidup. Dari data statistic ini, menunjukkan tingginya kebutuhan pertolongan pertama pada pasien serangan jantung yang berakibat pada henti jantung baik pada orang awam maupun pada tenaga kesehatan utamanya perawat. Oleh karena itu, diperlukan suatu tatalaksana pelayanan resusitasi yang seragam di seluruh rumah sakit yang diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai.

B.       DEFINISI
-          Resusitasi Jantung Paru adalah tindakan pijat jantung luar dan pemberian nafas bantuan terhadap pasien yang mengalami henti jantung dan/atau henti napas.
-          Gambaran EKG yang ditemukan pada cardiac arrest adalah
1.    Asistole
2.    PEA ( pulseless electrical activity )
3.    Ventricular fibrilation
4.    Pulseless Ventricular tachicardia
-          Resusitasi Jantung Paru dilakukan sesuai guideline advance cardiac life support tahun 2010. ( terlampir )
-          Apabila nafas dan jantung berhenti maka kesadaran akan hilang dan pasien mengalami mati klinis.
-          Nafas yang membaik kembali dalam 4-6 menit pertama kemungkinan penyembuhan kearah normal tidak ter-ganggu .
-          Apabila otak tidak mendapatkan oksigen lebih dari 4 - 6 menit maka kematian klinik dengan cepat berubah menjadi kematian biologis.
-          Resusitasi adalah serangkaian tindakan dalam usaha memberikan pertolongan penyelamatan pada korban yang mengalami henti nafas atau jantung secara mendadak, tanpa membuang waktu agar korban tidak mati.
-          Secara umum serabut-serabut neuron akan mati dalam waktu 5 menit oleh karena iskemia.
C.       DASAR HUKUM
Dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan resusitasi yang seragam di seluruh rumah sakit adalah :
a.      UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
b.      UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
c.      UU No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
d.      Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia. Tahun 2006

















BAB II
RUANG LINGKUP

a.Ruang Lingkup
-       Seluruh ruangan rawat inap baik rawat inap umum maupun rawat inap khusus, ruang rawat intensive dan UGD
-       Seluruh perawat dan dokter ruangan / dokter jaga yang telah mengikuti pelatihan BLS ( basic life support ) atau ACLS ( advanced cardiac life support ), dokter spesialis emergensi, dokter spesialis jantung dan dokter spesialis anestesiologi.

b. Kebijakan
Pijat Jantung Paru tidak perlu dilakukan pada kasus
1.  Penyakit terminal ( mis : Kanker stadium akhir )
2.  Pasien dengan Mati Batang Otak
3.  Yang sudah dinyatakan Do Not Resuscitation ( DNR ) oleh tim dokter.

c. Mengakhiri Tindakan Resusitasi
1. Penolong sudah melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut secara optimal , antara lain RJP, defibrilasi VF/VT tanpa nadi,, pemberian vasopressin atau epinefrin intravena,dan sudah melakukan prosedur pengobatan yang ada.
2. Pupil mindriasis  maksimal






BAB III
TATALAKSANA
TATA LAKSANA
1. PENILAIAN AWAL





2. Tatalaksana
       a       Setiap petugas yang menemukan pasien tidak sadar segera menilai kesadaran pasien tersebut, /cek respon pasien.
Cek respon


       b       Berteriak dan meminta pertolongan atau mengaktifkan sistem alarm.
       c       Petugas lain yang mendengar teriakan itu segera mengambil troley emergency dan Defibrilator ( bila tersedia ) serta menghubungi dokter ruangan atau dokter jaga dan perawat supervisor jaga
       d       Penilaian denyut nadi
Caranya jika penolong di sebelah kanan penderita, dengan meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada garis median leher (trachea), kemudian geser ke lateral (ke arah penolong)/tidak boleh menyeberangi garis tengah, lalu raba pulsasi arteri carotisnya. Periksa teraba nadi atau tidak. Langkah ini tidak boleh lebih dari 10 detik. Bila nadi tidak teraba segera lakukan kompresi dada.


Dokter ruangan atau dokter jaga dapat meminta bantuan dokter spesialis emergensi, dokter spesialis jantung atau dokter spesialis anestesiologi untuk penatalaksanaan lebih jauh.
Catatan Jika nadi teraba, segera beri bantuan nafas setiap 3 – 5 detik dan cek nadi setiap 2 menit.
e. Kompresi Dada
Dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah bawah sternum/ Membuat garis bayangan antara kedua papila mammae memotong mid line pada sternum kemudian meletakkan tangan kiri diatas tangan kanan/ sebaliknya. Yang dipakai adalah tumit tangan, bukan telapak tangan. Hal ini menciptakan aliran darah melalui peningkatan tekanan intratorakal dan penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :
o   Frekuensi minimal 100 kali permenit
o   Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch)
o   Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga diameter diding anterposterior dada, atau 4 cm (1,5 inch) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch) pada anak.
o   Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali sevara sempurna setelah setiap kompresi.
o   Seminimal mungkin melakukan interupsi

 
e.     Membuka dan membesihkan jalan nafas. Dokter ( yang memiliki sertifikat ACLS, PPGD atau PTC ) segera melakukan pemasangan pipa endotrakeal dan memberikan ventilasi 10 – 12 x/mnt .
f.     Pemberian adrenalin 1:1000 1 mL  ( pada pasien dewasa ) / adrenalain 1:10.000 1 mL ( pada bayi/anak ) intra vena setiap 2 menit selama masih henti jantung sebelumnya dilakukan pemasangan jalur intra vena.
g.    Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis, jika pulsasi tidak ada dan bantuan belum tiba teruskan RJP. Jika bantuan datang dan membawa peralatan (AED/Defibrilator) segera pasang alat cek irama jantung dengan menggunakan AED atau monitor defibrilator. Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi, apabila not shockable teruskan RJP. Ikuti algoritme.
h.    Defibrilator  300j – 360j-360j ( monophase ) / 100j-150j-150j ( biphase ) diberikan bila terdapat gelombang fibrilasi atau pulseless ventrikel takikardi.
-          Proses ini minimal dilakukan selama 30 menit dan dapat diperpanjang.
-          Semua tindakan dicatat dan dimasukkan ke dalam rekam medis.
                                                                                                          













BAB IV
DOKUMENTASI

Semua tindakan resusitasi dicatat dan di dokumentasikan dalam catatan rekam medis pasien.

SOP Pelayanan fisioterapi




PELAYANAN FISIOTERAPI

No. Dokumen
………
No. Revisi
………
Halaman
1 /2
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
(SPO)
Tanggal terbit
Ditetapkan,
Direktur RSUD




PENGERTIAN

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi
TUJUAN
Sebagai pedoman langkah-langkah pelayanan pasien di klinik fisioterapi

KEBIJAKAN

-       Berdasarkan SK Direktur RSUD

1.    Petugas memanggil pasien sesuai dengan nomer urut rekam medik
2.    Petugas mencocokkan identitas pasien yang tercatat dalam status pasien (rekam medik), bila tidak sesuai petugas meminta konfirmasi kepada petugas poli umum/ KIA ,kemudian petugas meminta rekam medik yang sesuai
3.    Petugas menanyakan keluhan utama dan keluhan lainya (anamnesis pasien)
4.    Petugas melakukan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis
5.    Petugas menegakkan diagnosis fisioterapi
6.    Bila perlu harus dirujuk dan dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu
7.    Persiapan pasien dan alat
8.    Petugas menjelaskan terapi apa yang akan diberikan
9.  Tindakan fisioterapi pada pasien sesuai keluhan pasien dan diagnosis fisioterapi
10.   Petugas memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
11. Evaluasi pada pasien pasca tindakan terapi
12.   Edukasi pasien
13.   Mempersilakan pasien membayar ke kasir
14.Mencatat identitas dan tindakan fisioterapi di buku  register fisioterapi (dokumentasi)

PETUGAS/ UNIT TERKAIT
-       Dokter
-       Perawat
-       Instansi Rawat Jalan
-       Instansi Rawat Inap

About