Look at this

Sabtu, 21 Juli 2018

MAKALAH TENTANG PROSEDUR KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).

Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan pasien.

Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari patient safety.

  1. Untuk mengetahui standar keselamatan pasien rumah sakit.
  2. Untuk mengetahui patient safety dalam tinjauan hukum.
  3. Untuk mengetahui aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan kesehatan.

C. MANFAAT

1. Mampu memahami pengertian dari patient safety.

  1. Mampu memahami standar keselamatan pasien rumah sakit.
  2. Mampu memahami patient safety dalam tinjauan hukum.
  3. Mampu memahami aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan kesehatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PATIENT SAFETY DAN CLINICAL RISK MANAGEMENT

Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien secara aman termasuk didalamnya pengkajian mengenai resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah keselamatan medis (medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).Enam sasaran keselamatan pasien peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/menkes/per/viii/2011Tentang Keselamatan pasien rumah sakit:

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN

Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan ketelitian identifikasi pasien

Elemen Penilaian Sasaran I :

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.

3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF

Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan.

Elemen Penilaian Sasaran II :

1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

2. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.

3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.

4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH ALERT)

Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert).

Elemen Penilaian Sasaran III :

1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

2. Implementasi kebijakan dan prosedur.

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI

Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.

Elemen Penilaian Sasaran IV :

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.

2. Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/time out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.

4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN

Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Elemen Penilaian SasaranV :

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient Safety.

2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH

Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko pasien dari cidera karena jatuh.

Elemen Penilaian Sasaran VI :

1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dan lain-lain.

2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.

3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.

4. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

B. STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Dalam melakukan prosedur perawatan pada pasien, terdapat tujuh standar keselamatan. Standar ini mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002. Tujuh standar tersebut adalah sebagai berikut.

1. Hak pasien

Standar :

Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).

Kriteria :

a. Harus ada dokter sebagai penanggung jawab pelayanan

  1. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
  2. Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.

2. Mendidik pasien dan keluarga

Standar :

Rumah sakit harus mampu mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria :

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien dimana pasien berperan sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena itu, rumah sakit harus memiliki sistem dan mekanisme untuk mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga memiliki kemampuan untuk :

a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur

b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit

f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standar :

Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :

a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh

  1. Koordinasi pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
  2. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
  3. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode dalam peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Standar :

Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja.

Kriteria :

a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik sesuai dengan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit’.

  1. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
  2. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
  3. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standar :

a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien melalui penerapan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.’

  1. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan program mengurangi kejadian tidak diharapkan.
  2. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi serta koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
  3. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
  4. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

Kriteria :

a. Terdapat tim pendisiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

  1. Tersedia program proaktif untuk mengidentifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden atau kejadian tidak diharapkan.
  2. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi.
  3. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain, dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
  4. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden.
  5. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.
  6. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan.
  7. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.
  8. Tersedia sasaran terukur, serta pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar :

a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.

  1. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria :

a. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik mengenai keselamatan pasien

  1. Mengintegerasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
  2. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standar :

a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.

  1. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :

a. Tersedia anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.

  1. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

C. PATIENT SAFETY DALAM TINJAUAN HUKUM

Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat hukum yang diwujudkan dalam bentuk peraturan hukum, baik perundangan-undangan maupun peraturan hukum lainnya. Peraturan hukum tidak semata dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan, namun berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh perundangan-undangan. Undang-undang sebagai wujud peraturan hukum dan sumber hukum formal merupakan alat kebijakan pemerintah negara dalam melindungi dan menjamin hak-hak masyarakat sebagai warga negara.

UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan yang aman merupakan hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah Sakit secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar tersebut dilakukan dengan cara melaporkan insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah. Untuk pelaporan, rumah sakit menyampaikannya kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri (Pasal 43). UU Rumah Sakit juga memastikan bahwa tanggung jawab secara hukum atas segala kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada rumah sakit bersangkutan (Pasal 46).

Organisasi untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap karena UU Rumah Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk dewan pengawas. Dewan pengawas yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat tersebut bersifat independen dan non struktural. Salah satu tugas dewan adalah mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Pada level yang lebih tinggi, UU Rumah Sakit juga mengamanatkan pembentukan badan pengawas rumah sakit Indonesia. Badan tersebut bertanggung jawab kepada menteri kesehatan dan berfungsi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit. Komposisi badan tersebut terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat (Pasal 57).

Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dalam UU Kesehatan tersebut adalah :

1. Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.

3. Pasal 24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

4. Pasal 53 ayat 3, menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.

5. Pasal 54 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non diskriminatif.

Selain itu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :

1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalam
Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu, terdapat pula batas tanggung jawab rumah sakit yang tertuang dalam UU Rumah Sakit Pasal 45 No. 44 tahun 2009. Pasal tersebut menyatakan bahwa :

1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.

2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

D. SAFETY AND NURSING PROCESS

Definisi dari keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.

Dalam proses keperawatan terdapat lima tahapan :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Dalam proses pengkajian, seorang perawat bertugas untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan kondisi pasien, baik melalui pasien pribadi atau melalui keluarga, rekam medis, tenaga kesehatan, dan lainnya. Informasi yang dikumpulkan oleh seorang perawat haruslah berupa fakta dan aktual.

Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang perawat melakukan proses pengkajian. Seorang perawat harus mampu mengunpulkan informasi mengenai kondisi pasien secara akurat, tepat, dan aktual. Jika seorang perawat melakukan kesalahan pada tahap awal ini, maka akan terjadi pula kesalahan pada tahap selanjutnya yang dapat mengancam keselamatan nyawa pasien. Oleh karena itu, pada tahap ini perawat harus mampu mengidentifikasi secara benar dan meningkatkan komunikasi secara efektif agar tidak terdapat informasi yang salah dimengerti oleh perawat atau informasi yang tidak tepat dan tidak cukup.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa ini merupakan dasar untuk seorang perawat merumuskan tindakan keperawatan. Analisis data yang telah didapat oleh perawat merupakan kunci keberhasilan dari proses keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa kondisi tubuh pasien dan kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat kesalahan pada saat perawat melakukan proses diagnosa atau terdapat hal yang terlewatkan oleh perawat, maka rencana tindakan yang akan disusun menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, dalam melakukan proses diagnosa, seorang perawat harus mampu berpikir secara kritis dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan yang dapat mengancam nyawa pasien.

3. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian. Perencanaan merupakan dasar bagi seorang perawat dalam melaksanakan implentasi. Oleh karena itu, pada tahap ini, perawat harus mampu menyusun rencana tindakan yang akan diberikan kepada pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien saat proses implementasi dijalankan.

4. Implementasi

Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jalannya proses implementasi harus mendukung keselamatan pasien. Perawat saat melakukan proses implentasi harus menjamin bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan yang tepat. Perawat juga harus mampu menilai kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan proses impelentasi agar tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan pada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan medis dan lingkungan sekitar pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar pasien dapat terhindar dari infeksi lain akibat melakukan kontak dengan benda asing atau lingkungan di luar tubuhnya.

5. Evaluasi

Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang perawat terhadap setiap tindakan yang telah dilakukannya. Jika pada saat melakukan proses evaluasi perawat menemukan tindakan atau kejadian yang salah, maka hal-hal tersebut dapat segera diperbaiki sehingga mencegah terjadinya kondisi buruk pada pasien serta menjaga keselamatan pada pasien.

Oleh karena, proses keperawatan sangat berhubungan dengan patient safety atau keselamatan pasien. Proses tersebut dikatakan berhubungan karena apabila seorang perawat melakukan kesalahan saat menjalani salah satu proses keperawatan dalam menangani pasien, maka kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan pasien.

E. APLIKASI PATIENT SAFETY

Pelayanan keperawatan yang baik adalah pelayanan keperawatan yang memperhatikan keselamatan pasien. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan beserta dengan peralatan dan lingkungan sekitar sudah seharusnya dikondisikan secara sempurna untuk menunjang keselamatan pasien. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien. Pengkajian tersebut meliputi pengkajian dalam bidang sebagai berikut :

1. Struktur

2. Lingkungan

3. Peralatan dan teknologi

4. Proses

5. Orang

6. Budaya

Mengacu kepada enam bidang tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien dapat dilakukan pada tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut.

a. Kamar operasi

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut. Secara umum, lingkungan kamar operasi terdiri dari tiga area, yaitu :

1) Area bebas terbatas (unrestricted area)

Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.

2) Area semi ketat (semi restricted area)

Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi.

3) Area ketat atau terbatas (restricted area).

Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptik. Selain itu, petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap yang berupa topi, masker, baju dan celana operasi.

Pelaksanaan atau aplikasi patient safety dalam kamar operasi dapat berupa hal sebagai berikut :

1) Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah dibersihkan.

2) Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat tersebut agar mudah dibaca.

3) Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.

4) Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman pathogen, tidak mengandung zat kimia, dan tidak mengandung zat beracun.

5) Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib mengenakan pakaian khusus operasi.

6) Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aspetik, salah satu contohnya adalah mencuci tangan.

b. Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat (UGD) adalah suatu unit di dalam rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Sifat pasien yang mendapatkan perawatan di UGD adalah sebagai berikut :

1) Perlu mendapatkan pertolongan segera, cepat, tepat, dan aman

2) Mempunyai masalah patologis, psikologis, lingkungan, dan keluarga

3) Perlu mendapatkan informasi secara cepat dan tepat

4) Unik

Selain itu, pasien yang mendapatkan perawatan di UGD, diklasifikasikan berdasarkan kondisi atau keadaan jasmani pasien. Klasifikasi tersebut meliputi :

1) Pasien TGDG “false emergency” (Label Hijau)

Merupakan pasien yang memerlukan tindakan medis tidak segera

2) Pasien DTG (Label Kuning)

Merupakan korban tidak gawat tetapi memerlukan pertolongan medik untuk mencegah keadaan yang lebih gawat atau mencegah cacat.

3) Pasien GD (Label Merah)

Merupakan korban yang berada dalam keadaan nyawa terancam apabila tidak memperoleh pertolongan dengan segera.

4) Pasien GTD (Label Putih)

Merupakan pasien dalam keadaan parah yang tidak memiliki harapan atau harapan yang tipis jika diberikan pertolongan.

5) Pasien yang meninggal atau death on arrival (Label Hitam)

Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Fasilitas yang terdapat dalam UGD terlah tersedia dengan lengkap.

2) Peralatan medis yang terdapat pada UGD adalah alat yang steril.

3) Menggunakan alat injeksi sekali pakai.

4) Petugas medis harus menerapkan komunikasi antar petugas dengan baik saat melakukan serah terima pasien sehingga tidak terjadi kesalahan saat melakukan tindakan kepada pasien.

5) Petugas medis harus mampu mengatasi pasien secara cepat dan tepat.

6) Petugas medis harus memiliki kognitif yang baik dalam menangani pasien.

7) Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aseptik mencegah infeksi nosokomial.

c. Intensif Care Unit (ICU)

Intensive Care Unit (ICU) atau Unit Perawatan Intensif (UPI) adalah tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain. Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasien-pasien sakit kritis yang membutuhkan monitoring intensif.

Pasien yang perlu mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multiple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif. Pasien yang memperoleh perawatan di ruang ICU berbeda dengan pasien yang memperoleh perawatan di ruang rawat inap biasa. Pasien yang dirawat di ruang ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter. Pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien yang berada dalam keadaan kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur.

Pengelolaan pasien yang mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah sebagai berikut.

1) Pendekatan Pasien ICU

a) Anamnesis

Merupakan tindakan pengobatan sebelum diagnosis definitif ditegakkan.

2) Serah Terima Pasien

Bertujuan untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk aspek legal.

3) Pemeriksaan Fisik

Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan, kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi dan posisi pasien.

4) Kajian hasil pemeriksaan

Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek pengobatan.

5) Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya

6) Informasi kepada keluarga

7) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang diberikan kepada pasien meliputi :

a) ABC

b) Jalan nafas dan kepala

c) Sistem pernafasan

d) Sistem sirkulasi

e) Sistem gastrointestinal

f) Anggota gerak

g) Monitoring rutin

h) Intubasi dan Pengelolaan Trakhea

i) Cairan

Berdasarkan penjelasan diatas, maka aplikasi keselamatan pasien dalam ICU dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Fasilitas dalam ruang ICU tersedia lengkap sehingga monitoring terhadap kondisi pasien dapat berjalan dengan baik.

b. Tenanga medis harus berhati-hati saat hendak melakukan pemasangan kateter dan slang atau tube sehingga tida terjadi kesalahan.

c. Menggunakan alat injeksi sekali pakai.

d. Peralatan medis yang tersedia harus dalam kondisi steril.

e. Petugas medis wajib melakukan prosedur aseptik.

f. Tenaga kesehatan harus menerapkan komunikasi yang baik antar petugas sehingga tidak terjadi kesalahan saat serah terima pasien dilakukan.

g. Tenaga kesehatan harus mampu melaksanakan prosedur pengelolaan pasien secara tepat dan aman.

BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada pasien mengacu kepada tujuh standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak pasien, mendididik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metode- metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan tersebut, keselamatan pasien juga dilindungi oleh undang-undang kesehatan sebagaimana yang diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.

B. SARAN

Sebagai tenaga kesehatan kita wajib melakukan tindakan dengan baik dan benar sesuai standar pelayanan kesehatan pada pasien, sehingga akan terjamin keselamatan pasien dari segala aspek tindakan yang kita berikan.

DAFTAR PUSTAKA

Komalawati, Veronica. 2010. Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.

Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

Pabuti, Aumas. 2011. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia


EmoticonEmoticon

About