BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi normal sisa tubuh melalui saluran gastrointestinal dan perkemihan merupakan fungsi dasar setiap mahluk hidup. Bila salah satu sistem terganggu fungsinya dan eliminasi normal tidak terjadi, maka fungsi sistem tubuh lainnya juga akan terganggu.
Membuang urine (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Namun, tidak semua manusia mampu melakukan eliminasi normal secara mandiri, misalnya pada pasien bedrest. Maka dari itu, untuk mempertahankan eliminasi yang tepat, perawat perlu membantu untuk mendidik klien mengenai alternatif pola eliminasi, misalnya dengan pemasangan kateter.
Kateter urin merupakan suatu tindakan dengan memasukkan selang ke dalam kandung kemih yang bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin. Pemasangan kateter urin dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu melakukan urinasi. Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien dengan indikasi lain, yaitu: untuk menentukan jumlah urin sisa dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang menyumbat aliran urin, untuk menghasilkan drainase pascaoperatif pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien yang sakit berat (Smelzter, 2001; dikutip Siregar, 2007).
Menurut Smith (2003, dikutip Siregar, 2007) melaporkan pemasangan kateter dilakukan lebih dari lima ribu pasien setiap tahunnya, dimana sebanyak 4 % penggunaan kateter dilakukan pada perawatan rumah dan sebanyak 25 % pada perawatan akut. Sebanyak 15-25% pasien di rumah sakit menggunakan kateter menetap untuk mengukur haluaran urin dan untuk membantu pengosongan kandung kemih (The Joanna Briggs Institute, 2000; dikutip Siregar, 2007).
Tindakan pemasangan kateter membantu pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang mengalami obstruksi. Namun tindakan ini bisa juga menimbulkan masalah lain seperti infeksi, trauma pada uretra, dan menurunnya rangsangan berkemih.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik membahas makalah katerisasi urine pada pria.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan eliminasi Urine
2. Apa yang dimaksud katerisasi urine
3. Apa indikasi dalam pemasangan kateter
4. Apa saja komplikasi dalam pemasangan kateter
5. Bagaimana SOP pemasangan kateter pada laki-laki
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang eliminasi urine
2. Mengetahui pengertian katerisasi urine
3. Mengetahu indikasi pemasangan kateter
4. Mengetahui komplikasi dalam pemasangan kateter
5. Mengethui SOP pemasangan kateter pada laki laki
BAB II
PEMBAHASAN
A. Eliminasi Urin
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Berikut adalah susunan Sistem Perkemihan:
a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Fungsi ginjal
1. memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
2. mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
3. mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
4. mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
c. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
d. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa.
B. Katerisasi Urine
1. Pengertian
Katerisasi urin merupakan suatu tindakan dengan memasukkan selang ke dalam kandung kemih yang bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin.
2. Macam-macam kateter
Kateter bisa terbuat dari logam, karet atau silikon. Bermacam bentuk kateter dibuat, dan umumnya dinamai sesuai dengan pembuatnya, seperti kateter Nelaton, Tiemann, de Pezzer, Malecot dan Foley. Saat ini yang paling populer dan mudah didapat adalah kateter Foley. Selain mudah ditemui, keunggulan kateter Foley adalah merupakan kateter menetap (indwelling catheter = self retaining), tidak iritatif, tersedia dalam berbagai ukuran dan ada yang cabang tiga (three way catheter). Kateter Foley dapat dipasang menetap karena terdapat balon yang dapat dikembangkan sesudah kateter berada dalam buli-buli melalui pangkal kateter.
3. Ukuran kateter
Ukuran pada kateter uretra menunjuk pada diameter luar, bukan lumennya. Pada bungkus kateter dan pangkal kateter selalu tercetak ukuran diameter kateter dan jumlah cairan yang diizinkan untuk dimasukkan dalam balon kateter. Ukuran diameter luar kateter ditulis dalam satuan Ch = Cheriere atau F/Fr = French (bukan Foley), dimana 1 Ch / 1 F sama dengan 0.33 milimeter; atau dengan kata lain 1 milimeter sama dengan 3 Ch atau 3 F. Pada orang dewasa Indonesia biasanya dipasang kateter no 16 atau 18.
C. Indikasi Pemasangan Kateter
a. Tindakan kateterisasi untuk tujuan diagnosis, misalnya ;
1. Memperoleh contoh urin guna pemeriksaan kultur urin.
2. Mengukur residual urin pada pembesaran prostat
3. Memasukkan bahan kontras pemeriksaan seperti pada sistogram
4. Mengukur tekanan tekanan buli-buli seperti pada sindrom kompartemen
abdomen
5. Untuk mengukur produksi urin yang merupakan cerminan keadaan perfusi
ginjal pada penderita shock
6. Mengetahui perbaikan atau perburukan pada trauma ginjal dari urin yang
bertambah merah atau jernih yang keluar dari kateter
b. Tindakan kateterisasi untuk tujuan terapi, antara lain :
1. Mengeluarkan urin pada retensio urinae
2. Membilas / irigasi buli-buli setelah operasi batu buli-buli, tumor buli
atau prostat
3. Sebagai splint setelah operasi uretra seperti pada hipospadia
4. Untuk memasukkan obat ke buli-buli, misalnya pada carcinoma buli-buli
D. Komplikasi Pemasangan Kateter
1. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
2. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin balon akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter sampai ke pangkalnya
3. Infeksi uretra dan buli-buli
4. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru
5. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut yang berkibat perdarahan dan melukai uretra
6. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon tersumbat
E. SOP Pemasangan kateter Urine
|
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Gedung Dr. A. I. Muthalib, MPH Kampus Program Studi Ilmu Keperawatan FK Unsri Indralaya, OKI, 30662, Sumatera Selatan, Indonesia, Tel.0711-581831 |
STANDARD OPERSIONAL PROSEDUR |
PEMASANGAN KATETER URINE PADA LAKI LAKI |
PENGERTIAN |
Memasukkan selang karet atau plastic melalui uretra ke dalam kandung kemih pada laki-laki |
TUJUAN |
1. Menghilangkan distensi kandung kemih 2. Mengosongkan kandung kemih secara lengkap |
KEBIJAKAN |
1. Retensi urine 2. Kesadaran menurun 3. Incontinencia urine total |
PETUGAS |
Perawat |
PERALATAN |
Bak instrument steril berisis: 1. Pinset anatomis 2. Duk 3. Kassa 4. Kateter sesuai ukuran 5. Sarung tangan steril 2 pasang 6. Desinfektan dalam tempatnya 7. Spuit 20 cc 8. Pelumas 9. Urine bag 10. Plaster dan gunting 11. Selimut mandi 12. Perlak dan pengalas 13. Bak berisis air hangat, waslap, sabun, handuk 14. Bengkok 15. Pispot |
` |
A. Tahap PraInteraksi 1. Melakukan pengecekan program terapi 2. Mencuci tangan 3. Menyiapkan alat B. Tahap Orientasi 1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan 3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien C. Tahap Kerja 1. Menjaga privacy Pasien dengan memasang sampiran dan selimut extra 2. Mengatur posisi pasien dalam posisi terlentang dan melepaskan pakaian bawah 3. Memasang perlak dan pengalas 4. Memasang pispot di bawah bokong pasien 5. Menyiapkan plester fiksasi kateter dan label waktu pemasangan kateter, membuka kemasan luar kateter dengan tetap mempertahankan kesterilannya, menyiapkan pelumas pada kasa steril dan dijaga kesterilannya. 6. Memakai sarung tangan 7. Tangan tidak dominan pegang penis pakai kasa steril, desinfeksi dengan tangan dominan dengan menggunakan kapas sublimat/betadin sol pada metaus uretra. 8. Mengganti sarung tangan steril, memasang duk steril 9. Masukkan jelly anestesi atau pelumas pada uretra kira-kira 10 cc, tahan ujung penis dan meatus uretra dengan ibu jari dan telunjuk untuk mencegah refluk jelly, tunggu sebentar kira-kira 5 menit agar efek anestesi bekerja. 10. Pilih foley kateter sesuai ukuran, (besar : 18 dan 20, kecil : 8 dan 10 french catheter) atau sesuai persediaan 11. Masukkan foley kateter ke uretra secara perlahan dengan sedikit mengangkat penis hingga urin keluar (klien dianjurkan tarik napas panjang) 12. Menampung urin pada botol bila diperlukan untuk pemeriksaan 13. Mendorong lagi foley kateter kira-kira 5 cm ke dalam bladder (1-2 inc) 14. Kembungkan balon dengan cairan aquadest sesuai ukuran, kira-kira 20 cc 15. Menarik kateter dengan perlahan sampai terasa ada tahanan dan meletakkannya di atas abdomen bagian bawah. 16. Menyambungkan kateter dengan urine bag 17. Melepas duk, pengalas dan sarung tangan 18. Memfiksasi kateter di atas abdomen bagian bawah 19. Menempel label waktu pemasangan kateter D. Tahap Terminasi 1. Melakukan evaluasi tindakan yang baru dilakukan 2. Merapikan pasien dan lingkungan 3. Berpamitan dengan klien 4. Membereskan alat-alat dan kembalikan alat ketempat semula 5. Mencuci tangan 6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan |
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Katerisasi urin merupakan suatu tindakan dengan memasukkan selang ke dalam kandung kemih yang bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin. Beberapa indikasi pemasangan kateter antara lain : untuk mengatasi retensi urin, mengurangi tekanan pada bladder, memudahkan pengobatan dengan operasi, mempermudah pemulihan jaringan postoperasi, memasukan obat ke bladder, mengukur output urin secara tepat, mengukur output residual serta memvisualisasi struk antomi (radiografis).
b. Saran
Untuk mempertahankan eliminasi yang tepat, perawat perlu membantu untuk mendidik klien mengenai alternatif pola eliminasi, misalnya dengan pemasangan kateter. Maka dari itu di harapkan perawat dan mahasiswa keperawatan bisa melakukan pemasangan dan perawatan kateter dengan baik sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. (2006) Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika
Potter, Perry. (2006). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC
Perry , Anne. G, Potter, Peterson.(2005). Buku saku Keterampila & Prosedur Dasar Edisi 5. Jakarta: EGC..
Siregar, T. C. (2007). Pengaruh bladder training terhadap minimalisasi inkontensia urine post kateterisasi di RSUP H. Adam Malik. Skripsi . Medan : Fakultas ilmu keperawatan universitas sumatera utara.
EmoticonEmoticon