BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah yang masih memerlukan
penyelesaian. Bagaimana kita bisa membangun bangsa, apalagi mewujudkan
kesejahteraan, kalau masalah ketenagakerjaan belum kondusif untuk menunjang
jalannya pembangunan. Demo kaum buruh kemarin, merupakan salah satu
indikasi. Dari masalah upah minimum, out-sourcing sampai ke masalah jaminan
sosial lainnya. Undang Undang yang akan mengatur semua itu masih sedang
atau akan dibahas di DPR.
Terkait upah miminum, sudah tentu setiap tenaga kerja menghendaki yang
layak. Tidak saja untuk seke dar memenuhi kebutuhan sehari–hari, tetapi
bagaimana upah minimum itu bisa membiayai sekolah anaknya, sekedar
kebutuhan rekreasi da n lain sebagainya. Syukur bisa menjamin biaya
kesehatan dan tabungan untuk memiliki rumah. Meskipun sudah ada Jamsostek,
belum semua tenaga kerja ikut Program Jamsostek, sehingga ketika sakit
tidak terlindungi dan disaat memasuki masa pensiun tidak memiliki jaminan
kesehatan. Apalagi jaminan pensiun.
Diluar kondisi pekerja formal seperti itu, kondisi pekerja nonformal kita
lebih menyedihkan. Termasuk, dalam hal ini TKW kita di LN, dimana sistem
perlindungannya sedang dirumuskan kembali. Dapat dikatakan, sebagian besar
tenaga kerja kita, baik formal, apalagi yang nonformal, masih perlu ditata
secara mendasar. Meskipun ada berbagai program bantuan sosial, baik dalam
bentuk Jamkesmas maupun Raskin, atau BLT, dan KUR bagi TKW; namun, yang
lebih diperlukan adalah adanya kepastian kehidupannya, ketika sakit, hari
tua ataupun masa pensiun. Semua itu akan lebih terjamin, apabila UU No
40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat segera
diimplementasikan. Meskipun harus secara bertahap, ada harapan masa depan
yang lebih baik, sehingga ada rasa aman sosial sejak lahir hingga meninggal
dunia. Disinilah urgensinya DPR dan pemerintah segera menyelesaikan
pembahasan RUU Inisiatif DPR tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), sedapatnya sampai akhir tahun ini, agar mulai tahun 2011,
penyelenggaraan Program Jaminan Sosial sesuai UU No 40/2004 dapat dimulai.
Namun, dengan memperhatikan perkembangan pembahasan di DPR, tampaknya sulit
diselesaikan tahun ini, sehingga kita masih harus bersabar.
Disamping itu, masalah revisi UU No 13/2003 tentang ketenagakerjaan juga
masih akan menimbulkan perdebatan. Keinginan untuk mengubah UU 13/2003,
ternyata memperoleh reaksi yang cukup besar, oleh karena bisa dianggap
merugikan tenaga kerja, dan sebaliknya, menguntungkan pengusaha/majikan.
Perlunya win–win solution adalah penting. Mungkin bisa diselesaikan,
setelah ada penyelesaian RUU BPJS. Masalah pesangon, yang banyak dianggap
berat oleh para pengusaha, bisa dikonversi melalui pendekatan jaminan
sosial, sehingga tercipta win–win solution.
Khusus untuk tenaga kerja di bidang keperawatan Indonesia sedang mengalami
surplus, sama seperti sector lain setiap tahun terjadi peningkatan lulusan
keperawatan tetapi tidak dibarengi dengan tercukupinya lapangan pekerjaan
yang sesuai. Pengiriman tenaga perawat ke luar negeri juga mengalami
kendala-kendala terutama dalam hal kemampuan komunikasi global,
izin/peraturan/regulasi praktik kerja tenaga perawat Indonesia ataupun
kelemahan – kelemahan lain di bidang pelayanan. Maka peran pemerintah
sangatlah dibutuhkan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut,
diantaranya dengan menetapakan regulasi yang jelas tentang tenaga kerja
perawat yang akan keluar negeri ataupun mengadakan kerja sama dengan Negara
tujuan untuk mengadakan pindidikan dan pelatihan khusus sebelum tenaga
pewat tersebut bekerja di sana.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tenaga kerja?
2. Bagaimana permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia?
3. Seperti apa peran pemerintah mengatasi masalah ketenagakerjaan?
4. Bagamana perkembangan ketenagakerjaan perawat Indonesia saat ini?
5. Bagaimana menejemen keperawatan yang baik?
6. Bagaimana peluang pekerjaan perawat di luar negeri?
1.3
Tujuan Penyusunan
1. mengetahui pengertian tenaga kerja dan masalah-masalah di dalamnya
2. mengetahui perkembangan ketenagakerjaan perawat saat ini
3. mengetetahui peran pemerintah mengatasi masalah ketenagakerjaan
4. mengamati peluang pekerjaan perawat di luar negeri
1.4
Metode Penyusunan
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan metode studi pustaka, data dan
informasinya diambil dari media internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ketenagakerjaan
Menurut ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta
peraturan pelaksanaannya, dari peraturan pemerintah, peraturan menteri,
hingga keputusan-keputusan menteri yang terkait, dapat ditarik kesimpulan
adanya beberapa pengertian ketenagakerjaan, sebagai berikut:
1. Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama dan setelah selesainya masa hubungan
kerja.
2. Tenaga kerja adalah objek, yaitu setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa, untuk kebutuhan sendiri dan
orang lain.
3. Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang laing
dengan menerima upah berupa uang atau imbalan dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
Sedangkan angkatan kerja adalah penduduk berusia kerja, yaitu antara 15
tahun hingga 65 tahun, yang bekerja atau punya pekerjaan tetapi sementara
tidak bekerja dan mereka yang tidak bekerja tetapi mencari pekerjaan.Secara
garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika
penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku
di
Indonesia
adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang
yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja.
2.2 Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia
Permasalahan tenaga kerja di Indonesia semakin berat. Bagaimana tidak
berat, angka pengangguran saja sudah mencapai 38,3 juta jiwa. Dari angka
itu tercatat 8,1 juta yang menganggur total atau tidak bekerja sama sekali
dan tidak memiliki penghasilan. Sementara yang 30,2 juta, itu setengah
menganggur, atau mereka yang bekerja di bawah 35 jam. Bahkan, bila ada
buruh yang dibayar UMR, meski bekerja selama 40 jam, tak cukup untuk
memenuhi standar hidupnya. Penyebab yang paling dominan dari masalah ini
adalah karena adanya dampak krisis multidimensional yang berkepanjangan
yang dihadapi bangsa ini sehingga jumlah masyarakat miskin semakin
meningkat, ditambah lagi dengan Jumlah karyawan yang di PHK semakin besar
karena perusahaannya bangkrut atau untungnya kecil lalu pindah ke tempat
lain.
Di sisi lain usaha mengatasi masalah pangangguran dengan pengiriman tenaga
kerja ke luar negeri juga terkendala berbagai hal. Dari hasil survei di 12
negara ASEAN dan Negara lain disekitarnya, Indonesia ada diurutan ke-12
dalam penempatan tenaga kerja ke luar negeri, kita kalah bersaing dengan
Philipina, karena kualitas mereka lebih baik. Contoh lain, sebenarnya
kesempatan kerja di dalam negeri itu masih jauh lebih baik di berbagai
sektor. Tetapi, kita belum mampu mengisi sektor-sektor tersebut karena
kualitas kita yang pas-pasan.
Yang harus dilakukan dalam kondisi tenaga kerja yang berat dan kualitas
yang rendah itu adalah pemerintah harus segera menekan jumlah angka
pengangguran. Karena, dengan adanya pengangguran yang tinggi akan
menimbulkan dampak sosial yang bisa meningkatkan angka kriminalitas. Angka
pengangguran bakal meningkat dengan masuknya kembali TKI ilegal dari
Malaysia. Maka ada beberapa wacana yang mudah-mudahan bisa dilaksanakan
oleh bangsa ini. Salah satunya kita mencoba memberikan perluasan dan
peluang kesempatan kerja baik dalam negeri maupun luar negeri,kesempatan
kerja di luar negeri itu masih sangat luas. Perawat atau pekerja rumah
sakit, misalnya, puluhan ribu dibutuhkan. Demikian juga dengan sektor
pariwisata dan hotel, puluhan ribu dibutuhkan. Belum lagi tenaga pelaut
yang banyak juga dibutuhkan negara lain, puluhan ribu jumlahnya. Tapi,
lagi-lagi kita terbentur masalah kualitas. Pelaut Philipina yang bekerja di
kapal-kapal pesiar asing itu jumlahnya bisa mencapai 200 ribu orang.
Sedangkan Indonesia baru sekitar 70 ribu sampai 100 ribu Pelaut. Salah satu
penyebab masih minimnya tenaga kerja kita di luar negeri adalah kemampuan
dalam berkomunikasi sebagian besar tenaga kerja kita terbilang sangat
lemah. Khusus perawat, bahwa kualifikasi perawat itu harus sarjana (S1),
tidak lagi Diploma III. Karena kalau kita lihat perawat-perawat asal
Philipina semuanya sudah S1.Gambaran kualitas, bisa kita lihat juga dari
pendidikannya. Menurut pendidikan angkatan kerja, 59,01 % itu SD ke bawah,
36,04 % pendidikan menengah (SLTP, SMU, atau sekolah kejuruan), pendidikan
tinggi (termasuk Diploma III) hanya 4,9 %. Itu dari 200 juta lebih rakyat
Indonesia. Dengan kondisi itu, bagaimana kita bermimpi untuk memiliki SDM
yang berkualitas yang tak kalah dengan negara lain. Kalau kita lihat
ranking Human Development Index (HDI) menyebutkan, Indonesia berada di
posisi 102, di bawah Philipina, Malaysia, dan Singapura.
Adapun dampak pengangguran terhadap keamanan lingkungan.
1. Turunnya tingkat kemakmuran masyarakat
2. Jika banyak orang yang menganggur berarti banyak orang yang tidak
mempunyai pendapatan. Sehingga permintaan masyarakat terhadap barang dan
jasa yang sedikit.
3. Kemampuan pemerintah untuk menarik pajak sedikit karena pendapatan
masyarakat yang rendah.
4. Dapat menimbulkan masalah politik maupun sosial misalnya meningkatnya
jumlah penduduk miskin banyak kejahatan yang dapat timbul, atau
meningkatnya kegiatan ekonomi illegal seperti barang-barang selundupan.
5. Bagi si penganggur sendiri akan mengalami tekanan mental karena merasa
tida berguna serta menerima pandangan negatif dari masyarakat.
Secara umum, beberapa permasalahan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan
indonesia, diantaranya adalah:
1. Tingkat pengangguran tinggi
2. Jumlah angkatan kerja tinggi
3. Tingkat pendidikan dan ketrampilan angkatan kerja rendah
4. Penyebaran angkatan kerja tidak merata
5. Perlindungan kesejahteraan tenaga kerja kurang maksimal
Demikian pula Keperawatan sebagai sebuah profesi, pada akhirnya akan
terkena dampak secara langsung maupun tidak langsung dengan kontraksi
ekonomi global dan regional terutama dalam sektor pembiayaan kesehatan.
Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang semakin meningkat sehingga
masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, tapi di
lain pihak bagi masyarakat ekonomi lemah mereka ingin pelayanan kesehatan
yang murah dan terjangkau. Dan pada gilirannya pelayanan kesehatan akan
semakin mahal, jika ingin disertai mutu layanan yang baik.
Selama ini memang keperawatan telah menyertakan ekonomi dalam pendekatan
paradigma keperawatan dan definisi keilmuan. Namun dalam pelaksanaannya,
ekonomi keperawatan yang terintegrasi dalam manajemen keperawatan seakan
terlupakan. Boleh jadi perawat profesional hanya sebuah impian karena si
perawat itu sendiri yang tidak menerapkan sistem profesionalisme; karena
tidak mampu menampilkan citra pelayanan setara dengan imbalan.
Dalam tatanan teoritis saja, kita jarang atau bahkan tidak dapat menjumpai
perawat Indonesia yang dianggap ahli dalam bidang ekonomi keperawatan.
Pendidikan keperawatan untuk jenjang keahlian profesi (S2, Master dan
Doktor Keperawatan) masih lebih banyak dijumpai dalam ilmu-ilmu klasik
keperawatan, seperti Master Keperawatan Medikal Bedah mesti sampai ke
subspesialis ; Master KMB spesialis misalnya urologi, kita banyak dapat
jumpai. Namun bagaimana dampak keilmuannya terhadap bidang pekerjaan, masih
sulit untuk dijabarkan ke depan.
Kalaupun ada perawat yang bergelar SE, atau MM-MBA, namun tidak dapat
dikatakan secara praktikal sebagai ahli dalam bidang ekonomi keperawatan.
Lebih banyak perawat kita yang memiliki latar belakang Master misalnya
dalam bidang-bidang ilmu-ilmu klasik keperawatan. Sehingga Master Manegemen
Keperawatan banyak, namun perawat ahli dalam bidang ekonomi dan analisa
keuangan boleh dikatakan tidak ada.
Pada akhirnya akan terjadi pola-pola kejenuhan profesi, karena akan terjadi
penumpukkan keilmuan; tanpa disertai pengembangan dan penemuan sub sistem
ilmu keperawatan baru itu sendiri. Dan pada gilirannya tidak akan ada
perawat yang mampu mempertahankan teori ekonomi dalam keperawatan itu
sendiri. Dengan tujuan akhir mampu meningkatkan kesejahteraan perawat,
melalui mekanisme pengembangan jasa perawatan di Indonesia.
2.
3
Peran Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia
1. Peningkatan mutu tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara :
1. Peningkatan mutu tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara :
- Menyelenggarakan pelatihan untuk pencari kerja
· Menyelenggarakan pelatihan manajemen di seluruh provinsi
· Menyelenggrakan pelatihan pematang dengan mengirimkan tenaga kerja
terpilih ke luar negeri dan dalam negeri.
· Meningkatkan prasarana pelatihan untuk untuk pencari kerja dan pegawai
pengawas ketenagakerjaan.
· Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan untuk pegawai
pengawas ketenaga kerjaan.
2.Peranan pemerintah dalam mengatasi masalah tenaga kerja di Indonesia
· Menyusun dan memonitor pelaksanaan peraturan-peraturan ketenagakerjaan.
- Meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja
· Memperluas dan mengembangkan kesempatan kerja di dalam negeri
· Memperluas dan mengembangkan kesempatan kerja di luar negeri.
- Perlindungan tenaga kerja
· Membina hubungan industrial dalam negeri dan internasional
- Memonitor pelaksanakan ketenaga kerjaan
· Menyusun dan melaksanakan program-program yang sekitarnya mendukung
tercapainya system ketenaga kerjaan yang ideal
Sebagaimana yang disebutkan bahwa salah satu peran pemerintah dalam
mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia adalah dengan memperluas
kesempatan untuk bekerja di luar negeri. Pemerintah memiliki standar
kualitas bagi tenaga kerja kita yang akan berangkat ke luar negeri,ada
beberapa hal yang harus dimiliki WNI yang akan bekerja di luar negeri.
Diantaranya, kemampuan berbahasa. Ini penting untuk efektif tidaknya dalam
berkomunikasi. Lalu, harus mampu memahami budaya negara yang dituju. Dan
yang tak kalah penting adalah perlindungan pekerja di negara-negara lain.
Bicara mengenai peluang kerja di luar negeri Menteri Tenaga Kerja dan
Trasmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan peluang kerja
perawat di luar negeri terbuka lebar, sehingga ia mendorong tenaga
kesehatan termasuk perawat dan bidan menjadi bisnis inti jasa penempatan
tenaga kerja di luar negeri. Muhaimin berpesan bahwa untuk dapat
mengirimkan tenaga perawat ke luar negeri, dibutuhkan tenaga kerja
Indonesia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk dapat bersaing
di pasar kerja luar negeri. Apalagi tenaga kerja Indonesia juga masih harus
bersaing dengan negara lain seperti Filipina, India, Bangladesh, Vietnam,
dan lainnya. "Ada tiga syarat utama yang dibutuhkan, yaitu kompetensi yang
diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang
bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan penting kepada
masyarakat," kata Muhaimin.
Sejak tahun 2008, Indonesia telah menempatkan tenaga perawat ke Jepang
sebagai realisasi dari Program G to G dalam kerangka IJEPA (Indonesia Japan
Economic Partnership Agreement).
Selain itu, tambah Muhaimin, belum lama ini dirinya telah melakukan kunjungan ke beberapa negara di Timur Tengah dalam rangka peningkatan kerja sama bilateral di bidang ketenagakerjaan dan menjajaki kemungkinan penempatan tenaga kerja sektor formal/skill. Salah satu hasil kunjungan tersebut, dikatakan Muhaimin adalah adanya peluang kerja sektor formal, terutama untuk tenaga kerja di bidang medis, seperti di Qatar, UEA dan Saudi Arabia.
Selain itu, tambah Muhaimin, belum lama ini dirinya telah melakukan kunjungan ke beberapa negara di Timur Tengah dalam rangka peningkatan kerja sama bilateral di bidang ketenagakerjaan dan menjajaki kemungkinan penempatan tenaga kerja sektor formal/skill. Salah satu hasil kunjungan tersebut, dikatakan Muhaimin adalah adanya peluang kerja sektor formal, terutama untuk tenaga kerja di bidang medis, seperti di Qatar, UEA dan Saudi Arabia.
2. 4 Realitas Perawat Indonesia dalam Perkembangan Global
Kebutuhan pasar tenaga kerja dunia terhadap perawat melebihi 300.000 orang
per tahun. Namun, Indonesia sulit menggarap potensi itu karena rendahnya
kompetensi perawat.
Peluang ini terbuka karena hampir setiap tahun ada surplus 22.500 tenaga perawat, dari 30.000 perawat yang baru lulus pendidikan, yang tidak langsung diserap lapangan kerja. Persoalannya, kompetensi mereka masih rendah karena minimnya penguasaan bahasa sehingga sulit bersaing dengan pekerja migran dari Filipina."TKI yang profesional itu penting. Karena itu, harus diupayakan pendidikan profesi yang baik
Peluang ini terbuka karena hampir setiap tahun ada surplus 22.500 tenaga perawat, dari 30.000 perawat yang baru lulus pendidikan, yang tidak langsung diserap lapangan kerja. Persoalannya, kompetensi mereka masih rendah karena minimnya penguasaan bahasa sehingga sulit bersaing dengan pekerja migran dari Filipina."TKI yang profesional itu penting. Karena itu, harus diupayakan pendidikan profesi yang baik
sehingga dia mendapatkan sertifikat yang menunjukkan kompetensinya di pasar
kerja dunia.
Dengan penanganan yang benar, sebetulnya Indonesia sangat peluang besar
untuk kita menjadi nomor tiga terbanyak, setelah India dan Filipina, dalam
memasok kebutuhan tenaga perawat di mancanegara. Kuantitas perawat
Indonesia sudah melebihi perawat Filipina. Tapi dari sisi kualitas, hanya
sedikit perawat Indonesia yang bisa bersaing memperebutkan lapangan kerja
di kancah internasional.
Setiap tahun, Indonesia menghasilkan lebih dari 30.000 orang lulusan
perawat. Saat ini terdapat lebih dari 770 akademi dan universitas per tahun
yang meluluskan perawat. Tak semua lulusan tersebut dapat diserap oleh
pasar kerja domestik, sebagian akan menjadi pengangguran terdidik.
Jumlahnya meningkat setiap tahun.
Kebutuhan tenaga perawat di luar negeri sangat tinggi. Kesempatan kerja
yang sangat luas ini hanya sedikit dimanfaatkan oleh tenaga perawat dari
Indonesia. Negara-negara Asia seperti Filipina, India, Thailand, Bangladesh
lebih banyak mengisi lowongan tersebut. Kelemahan kita adalah faktor
bahasa. Sehubungan dengan hal tersebut maka persiapan tenaga kerja
profesional harus digarap secara sungguh-sungguh dengan mendekatkan
organisasi profesi/PPNI, pusat pendidikan dan lahan praktik/rumah sakit
Upaya peningkatan kesempatan kerja kini diarahkan pada kesempatan kerja di
luar negeri. Indonesia belum mampu memenuhi permintaan itu secara optimal
karena terkendala persyaratan sertifikat profesi. Indonesia selama ini
belum memiliki lembaga sertifikasi profesi yang diakui secara internasional
Perawat Indonesia menuntut adanya perbaikan kesejahteraan. PPNI sering
menjadi sasaran atas kondisi perawat Indonesia yang tidak sejahtera.
Kesejahteraan tidak melulu masalah duit, income. Kesejahteraan juga
meliputi perlindungan hukum, hak untuk menjalankan praktek sesuai keilmuan
yang dimiliki dsb.
Saat ini Indonesia tengah mengalami surplus tenaga keperawatan. Sejak
tahun90-an pendidikan keperawatan di Indonesia telah selangkah lebih baik
daripada periode sebelumnya. Ini ditunjukkan dengan data yang saat ini
komposisi perawat terbanyak adalah SPK (60%), diikuti oleh diploma (39%)
dan sarjana keperawatan (1%). Sebagai perawat umum mereka memiliki izin
untuk bekerja di rumah sakit atau berbagai pelayanan kesehatan yang ada di
masyarakat.
Krisis ekonomi melanda Indonesia sejak tahun 1998 masih terus berlanjut
sampai saat ini, bahkan telah meluas ke semua sektor kehidupan yang
akhirnya menimbulkan multikrisis yang sangat sulit untuk ditanggulangi.
Tenaga kerja yang tidak tersalurkan meluas pada semua level pendidikan,
termasuk di dalamnya adalah pengangguran dari level pendidikan tinggi. Saat
ini rasio perbandingan jumlah perawat dan penduduk di Indonesia adalah
1:44, sebuah angka yang rendah jika kita bandingkan dengan negara-negara
tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. Meski jumlah tersebut
rendah, namun sepertinya tidak memungkinkan lagi bagi pihak penyedia kerja
(RS, klinik dan sebagainya) untuk menerima tambahan perawat baru karena
beban keuangan yang harus mereka keluarkan pada perawat nantinya.
Rata-rata perawat mendapatkan jasa perawatan Rp. 100.000 – Rp.
500.000/bulan; tanpa menghitung tindakan yang telah dia berikan selama
sebulan. Mulai dari : mengambil sample darah (vena dan arteri), memasang
NGT dan folley catheter, memasang iv set (infus), melakukan CPR, EKG,
dressing/ganti balutan, memberikan obat IV, IM atau oral, dan tindakan KDM
dengan rata-rata pasien 5-8 orang per shift. Tentu ini akan mengakibatkan
rasa ketimpangan dan ketidakadilan di profesi perawat.
Pada akhirnya bagaimana menciptakan “Asuhan Keperawatan” sebagai “kasus
bisnis “. Saat anda sebagai perawat mengambil sample darah misalnya :
hitung waktu proses mengambil darah sampai mengirimnya (hitung waktu),
Hitung resiko misalnya tertusuk jarum atau tercemar sample (hitung resiko
Hepatitis dan HIV), ini yang mesti diperhitungkan sehingga menjadikan Askep
sebagai sebuah “kasus bisnis”. I’ll give, but I must get something in
cash.... demikian idealnya. Sehingga memang mesti ada standar baku Jasa
Perawatan yang sama di setiap RS negeri maupun swasta di Indonesia.
Sebenarnya, perawat Indonesia sudah mulai bekerja di luar negeri sejak
tahun 80-an di berbagai negara Timur Tengah seperti Kuwait, Uni Emirat Arab
juga Taiwan dan Belanda. Kebanyakan, mereka bekerja di rumah sakit atau
pelayanan kesehatan untuk Lansia. Sebagian besar perawat yang bekerja di
luar negeri itu adalah perawat dengan standar pendidikan diploma, selain
itu mereka juga lulus dalam berbagai test baik test keperawatan maupun
bahasa.Saat ini Indonesia mulai mencoba untuk merambah pasar di
negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan Jepang. Perjanjian
kerjasama mungkin saja sudah dijalin oleh kedua pihak, tapi pengiriman
tenaga kerja perawat bukanlah hal mudah seperti mengirimkan komoditi ekspor
lain. Hal ini perlu persiapan yang matang, kepastian hukum untuk melindungi
para pekerja dari eksploitasi, gaji yang rendah dan pelanggaran hak azasi
dari penyedia kerja di luar negeri.
2.
5
Menejemen Keperawatan
Untuk mendapatkan tenaga kerja perawat yang memiliki kualitas yang baik,
maka diperlukan menejemen keperawatan yang baik. Menejemen keperawatan
dapat dilakukan diantaranya dapat dilakukan dengan hal berikut:
1. PENGELOLAAN TENAGA KEPERAWATAN
Pengelolaan tenaga keperawatan adalah pengaturan,mobilisasi potensi,proses
motivasi,dan pengenbangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan dalam
karyanya. Keputusan yang diambil tentang ketenagakerjaan sangat dipengaruhi
oleh falsafah yang dianut oleh pimpinan keperawatan tentang pendayagunaan
tenaga kerja.misalnya, pandangan tentang motivasi kerja dan konsep tentang
tenaga keperawatan.Dari pandangan dasar tsb akan terbentuk pola
tenagakerjaan yang disesuaikan dengan gambaran pimpinan.
TAHAP-TAHAP PENGELOLAAN TENAGA KERJA KEPERAWATAN
1.Perekrutan dan Seleksi Tenaga Kerja
Perekrutan dan seleksi tenaga kerja menerima pegawai adalah tugas yang
sulit danm dapat menyebabkan kecemasan. Akan tetapi disatu sisi hal ini
merupakan kesempatan penting untuk mengadakkan perubahan dan pengembangan
staf .
Langkah pertama pada perekrutan adalah menstimulasi calon untuk mengisi
posisi yang dibutuhkan. Hal ini tidak sederhanhna karna tidak hanya segi
teknis kualifikasi,melainkan juga kualitas indivudu harus sesuai dengan
pekerjaaan, susunan. Dan tujuan organisasi.usaha perekrutan jangan
tergesa-gesa karna dapat mengakibatkan hasil seleksi yang tidak memuaskan.
Selainitu tempat penempatan tenaga kerja harus tepat kondisi kerja yang
efisien.
Dalam perekrutan, ada lima kriterian yang perlu diperhatikan, kriteria yang
dimaksud yaitu :
1. Profil keperawatan saat ini
2. Program perekrutan
3. Metode perekrutan
4. Program pengembangan tenaga baru
Prosedur penerimaan,yang melalui tahap seleksi,penentuan kualifikasi dasar
seleksi, proses seleksi dan prosedur lamaran.
2.Orientasi Tenaga Keperawatan
Orientasi dan pengembangan dalam kaitannya dengan perekrutan,yaitu :
1. Orientasi institusi, yang melibatkan penjeladsan tentang:
-Misi tentang rumah sakit,riwayat dan tujuan spesifik RS/organisasi,
-Struktur dan kepemimpinan
- Kebijakan personalia,evaluasi kerja, promosi,cuti dan lain sebagainya.
- Prilaku yang diharapkan,pengembangan staf daan prograam pembinaan yang
ada.
- Hubungan antar karyawan daan hubungan dengan pimpinan
2. Orientasi pekerjaan yang melibatkaan tindakan untuk :
- Memahami tujuan bagi keperawatan dan bagimana tujuan diterjemahkan kedalm
deskripsi pekerjaaan
- Memahami tujuan keperawatan dalam hubungan nya dengan tujuan individu
- Menciptakan hubungan interpersonal
- Memperkenalkan pekerjaan, prosedur dan pekerjan yang ada
- Melakukan orientasi tempat,fasilitas dan perlengkapan yang ada
3.PENGEMBANGAN STAFF
Pengembangan staf, yang berlaku sesudah orientasi
Hal ini dilakukan utk melanjutkan edukasi secara bebas dan mengembangkan
potensi secara penuh dari seseorang dengan estetiks,teknis dan pendidikan
profesional.
4.PENGHARGAAN
Penghargaan yang bisa diberikan pada pegawai/karyawan, berupa :
a. Promosi kenaikan pangkat
- Merupakaan reward untuk individu yaang berprestasi atau kesempatan
pengembangan.
- Mempertimbangkan senioritas
- Manfaat dari promisi yaitu :
1.Mempertinggi semangat kerja bagi yang berprestasi
2.Menciptakan keseimbangan dan
3.Memotivasi.
b. Mutasi, yaitu pemindahan dari suatu pekerjaan atau jabatan lain
Tujuan dari mutasi yaitu :
1.Pengembangan
2.Mengurangi kejenuhan
3.Reorganisaasi
4.Memperbaiki penempatan tenagaa kerja yaang kurang cocok
5.Memberi kepuasn kerja danMemperbaiki kondisi kesehatan.
2. PERENCANAAN KETENAGAKERJAAN KEPERAWATAN
Merupakan salah satu fungsi utamaa seorang pemimpin organisasi ,termaksud
organisasi keperawatan. Keberhasilan suatu organisasi saalah satunya
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Hal ini berhubungan erat
dengan bagaimaanaa seorang pimpinan merencanakan ketenagaan diunit
kerjanya.
Langkah perencanaan tenaga keperawatan menurut Drucicter dan Gillies (1994)
meliputi hal-haal sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan
diberikan.
b. Menentukan kategori perawat yang akaan ditugskaan untuk melaksanakan
pelayaanaan keperawatan.
c. Menentukan jumlah masing – masing kategori perawaat yaang dibutuhkan.
d. Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada.
e. Melakukan selekssi calon – calon yng ada.
f. Menentukaan tebaga perawt sesuai dengan unit atu shif.
g. Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan
keperawatan.
2.6 Peluang Kerja Perawat di Luar Negeri
Salah satu negara yang sedang banyak kekurangan tenaga perawat adalah
jepang. Kekurangan tenaga kerja di Jepang membuat pemerintahnya kini
berusaha mengatasi dengan sedikit membuka pintu bagi tenaga kerja asing di
Jepang. Walaupun pada faktanya satu dari tiga orang jepang menolak adanya
pertambahan jumlah orang asing di negaranya, tapi isu pengeluaran izin bagi
pekerja asing untuk masuk ke Jepang dirasa sangat penting oleh persatuan
pengusaha di Jepang (Nippon Keidanren). Peningkatan usia harapan
hidup yang dibarengi dengan penurunan jumlah angka kelahiran, memunculkan
masalah kekurangan tenaga kerja di Jepang. Walaupun perusahaan-perusahaan
industri berusaha keras mengurangi ketergantungan pada tenaga manusia dan
menggantinya dengan robot, namun pada sektor pelayanan kesehatan hal ini
tidak dapat dilakukan. Kekurangan tenaga kesehatan di Jepang bisa jadi
membuat sistem pelayanan kesehatan negara ini menjadi lumpuh.Pada awalnya
Jepang hanya membuka peluang bagi pekerja asing dengan kemampuan khusus
untuk dapat tinggal dan bekerja disini. Pada akhir 80-an dimana Jepang
mengalami kemajuan dalam berbagai bidang dan kebutuhan akan tenaga kerja
meningkat sangat pesat maka penggunaan tenaga kerja asing dirasa sebagai
solusi yang tepat untuk mengatasi penurunan jumlah tenaga kerja yang
dialami.
Data yang di dapat dari organisasi persatuan pelatihan internasional di
Jepang pada tahun 2004 yaitu sebesar 79.2% pekerja asing Jepang saat ini
berasal dari Cina, disusul berikutnya dari Indonesia (8,8%) dan sisanya
berturut-turut adalah Vietnam, Filipina dan Thailand. Sebagian besar tenaga
ini bekerja pada industri tekstil dan pembuatan baju, pembuatan mesin dan
logam, pertanian, perikanan dan konstruksi bangunan. Belum ditemukan data
tentang tenaga kerja asing terutama Indonesia yang bekerja pada pelayanan
kesehatan di Jepang. Namun perawat Indonesia kini menjadi pembicaraan
hangat di Jepang, menyusul rencana kedatangan para tenaga medis itu di
Negeri Matahari Terbit awal Agustus 2008. Rencana kedatangan perawat itu
disampaikan oleh Atase Perdagangan KBRI Tokyo Tulus Budhianto kepada Antara
di Tokyo, Sabtu (26/7). Kedatangan tersebut tidak saja menyangkut tenaga
perawat, tetapi juga caregivers, yaitu perawat untuk orang lanjut
usia."Sebanyak 220 perawat dan caregivers akan tiba di Tokyo pada 5 Agustus
mendatang. Mereka merupakan gelombang pertama dari seribu tenaga perawat
yang diakui dalam perjanjian EPA antara Indonesia dan Jepang," ungkap Tulus
Budhianto yang juga Koordinator EPA Indonesia di Tokyo.
Perjanjian EPA (Economic Partnership Agreement) berlaku efektif 1 Juli
2008, setahun setelah ditandatangani oleh masing-masing kepala pemerintahan
di Jakarta Agutus 2007. Memang pengiriman tenaga perawat ke luar negeri,
bukanlah pertama kali dilakukan. Sejak 1980-an pemerintah sudah
"mengekspor" ribuan perawat ke luar negeri, terutama ke negara-negara di
kawasan teluk, seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, bahkan ke Taiwan. Sejalan
dengan perkembangan global, Indonesia juga mulai merambah ke negara-negara
maju, termasuk Jepang. Saat ini perjanjian kerjasama juga terus diupayakan
baik dengan Amerika Serikat (AS), maupun negara negara Eropa lainnya.
Mengirim perawat tentu saja berbeda dengan mengirimkan tenaga kerja
informal, seperti pembantu rumah tangga, ataupun "komoditas" lainnya.
Tenaga perawat dan caregivers merupakan tenaga kerja yang
terdidik, yang di Jepang harus memiliki standar kemampuan profesi yang
tinggi. Apalagi pasar kerja Jepang terkenal amat menuntut ketelitian dan
hasil akhir yang sempurna. Simak saja undang-undang tenaga kerja dan
persyaratan imigrasinya yang mengharuskan pekerja di Jepang dan pekerja
asing memiliki keahllian. Berbagai pihak memang menyebutkan perawat
Indonesia banyak disukai dan diminati rumah sakit-rumah sakit di luar
negeri, karena mereka rela mengerjakan tugas-tugas yang semestinya menjadi
porsi dokter yang dilaksanakan dengan baik.Sekjen Depnakertrans Besar
Setyoko dalam perbincangan dengan Antara di Tokyo, beberapa waktu lalu
mengemukakan bahwa negara-negara seperti AS dan Eropa menyatakan minatnya
merekrut perawat Indonesia.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bidang perawat rumah sakit (nurse) sudah
terkenal di Jepang karena kesabarannya. Oleh karena itu, bagi mereka yang
menjadi calon TKI bidang kesehatan ke Jepang, diharapkan bisa mencapai
prestasi yang lebih baik dibanding prestasi yang dicapai TKI pada
tahun-tahun sebelumnya dalam ujian nasional keperawatan di Jepang."Tahun
ini (2011) lulus 15 TKI Nurse (13 TKI dari angkatan 2008 dan 2 TKI angkatan
2009), setelah sebelumnya hanya lulus 2 TKI (2010) yang merupakan angkatan
2008," kata Ade Adam Noch, Deputi Bidang Penempatan Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Sedangkan
pada 2011 ada 104 orang (57 TKI Careworker dan 47 TKI Nurse) yang telah
mengikuti pelatihan Bahasa Jepang selama tiga bulan (dari tanggal 2 Maret
sampai 21 Juni 2011).Ke-104 TKI ini, kata Ade, akan diberangkatkan ke
Jepang pada 4 Juli mendatang. Disamping itu, diluar 104 TKI itu ada seorang
TKI, yaitu Tumbur Harmoko Turnip (TKI Careworker), yang langsung berangkat
ke Jepang tanpa mengikuti pelatihan Bahasa Jepang, karena telah memiliki
sertifikat kemampuan Bahasa Jepang level 2. Tumbur saat ini bekerja di
Panti Lansia di Shinyokohama Park Sidehome, Jepang. Ditambahkan, dari tahun
2008 sampai 2011, BNP2TKI telah menempatkan 791 TKI Nurse dan Careworker .
Pada tahun 2008 sebanyak 208 orang (104 TKI Nurse dan 104 TKI Careworker).
Pada 2009 naik menjadi 362 orang (173 TKI Nurse dan 189 TKI Careworker).
Pada 2010 turun menjadi 116 orang (39 TKI Nurse dan 77 TKI Careworker).
Sedangkan pada 2011 ada 104 orang (57 TKI Careworker dan 47 TKI Nurse) yang
telah mengikuti pelatihan Bahasa Jepang selama tiga bulan (dari tanggal 2
Maret sampai 21 Juni 2011).
Fenomena masuknya perawat Indonesia ke Jepang dalam payung perjanjian
kerjasama EPA (Economic Partnership Agreement) menurut Dubes RI untuk
Jepang Jusuf Anwar merupakan momentum yang tepat.Apalagi dalam kondisi
Jepang yang sedang mengalami persoalan "aging society", yaitu bertambahnya
kelompok masyarakat lanjut usia. "Jepang membutuhkan tenaga kerja asing
untuk tetap bisa menjaga agar mesin-mesin industri ekonominya tetap
berproduksi," kata Jusuf Anwar. Bertambahnya usia harapan hidup di Jepang
(rata-rata mencapai 82 tahun, tertinggi di dunia) ternyata tidak dibarengi
oleh bertambahnya angkatan produktif. Jumlah angka kelahiran di Jepang
justru menurun. Saat ini populasi Jepang sebanyak 127 juta orang, lebih
dari 15 persen adalah kelompok lanjut usia.Jepang memang mencoba
mengatasinya dengan menggenjot produksi robot humanoid (yang berfungsi
seperti manusia), namun tetap tidak bisa mengatasi ketergantungannya pada
tenaga manusia, khususnya di bidang pelayanan kesehatan. Kekurangan tenaga
kesehatan bisa membuat sistem pelayanan kesehatan Jepang lumpuh."Ekonomi
yang mandeg, produktifitas yang turun, serta besarnya biaya layanan
kesehatan bagi lansia yang harus dikeluarkan pemerintah, membuat Jepang mau
tidak mau harus mengubah kebijakan imigrasi dan ketenagakerjaaannya," kata
Dubes lagi.Bagi Indonesia, banyak hal yang bisa diperoleh dari pengiriman
perawat dan caregivers ke Jepang. Paling tidak membuat kualitas keperawatan
Indonesia semakin diakui secara internasional. Pengaruh lainnya adalah
pembenahan dalam masalah kepastian hukum, perlindungan tenaga kerja di luar
negeri, dan standar upah yang layak. "Pembenahan harus juga menyangkut
lembaga-lembaga pendidikan keperawatan di Tanah Air, yang merupakan mesin
pencetak bagi tenaga perawat berkualitas," ujar Dubes.
Kendati demikian, sejumlah kekhawatiran masih membayangi pengiriman tenaga
perawat Indonesia ke Negeri Sakura, terutama dalam masalah bahasa dan
kultur sosial masyarakatnya. Masalah sosial yang cukup peka adalah soal
kesan orang asing yang tidak begitu bagus di mata sebagian warga Jepang.
Pekerja asing dianggap mengambil lahan pekerjaan warga Jepang. Soal bahasa
tampak lebih krusial, seperti yang terungkap dalam dialog rutin yang
diselenggarakan Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Osaka bersama warga
Indonesia di Jepang awal Juli lalu. Diskusi juga melibatkan kalangan
akademisi Jepang, guna memperoleh perspektif yang lebih luas dalam mengkaji
suatu fenomena persoalan yang menyangkut hubungan Indonesia-Jepang. Menurut
riset yang dipimpin Profesor Yoshichika Kawaguchi itu menyebutkan, belum
seluruh rumah sakit di Jepang berkenan menerima perawat asing. Dari 1.600
rumah sakit yang disurvai (522 di antaranya memberikan respon), dan hanya
46 % saja yang bersedia menerima. Artinya sebagian masih meragukan keahlian
perawat asing. Penelitian itu juga menyebutkan rumah sakit Jepang tampaknya
"kecapaian" kalau diberikan tugas tambahan memberikan pelatihan sesuai
standar Jepang kepada para perawat asing. Namun yang lainnya, sebanyak 38
%, justru bersemangat untuk menyediakan fasilitas pelatihan. Menurut
Profesor Kawaguchi, masih enggannya sebagian rumah sakit di Jepang, karena
kurang lengkapnya informasi mengenai sistem penerimaan itu sendiri.
"Pemerintah Jepang harus memberikan informasi serinci mungkin dan sesegera
mungkin, serta melakukannya secara aktif," kata Kawaguchi lagi. Pelatihan
itu penting agar masyarakat Jepang juga mengetahui bahwa tenaga terampil
itu sudah berlinsensi Jepang, sesuai standar keahlian Jepang.
Sebelum menjalankan pekerjaannya, perawat Indonesia nantinya harus belajar
bahasa Jepang selama enam bulan. Setelah itu diharuskan mengikuti ujian
nasional untuk mendapatan lisensi keperawatan. Jika lulus, barulah mereka
diperkenankan tinggal dan bekerja di Jepang.Perawat Indonesia yang bekerja
di Jepang akan mendapat gaji sedikitnya 200.000 yen, atau sekitar Rp17,9
juta per bulan, dan dikontrak untuk tiga tahun. Sementara itu, gaji
pengasuh sedikitnya 175.000 yen, atau sekitar Rp 15,6 juta per bulan, dan
dikontrak empat tahun.
Setelah Jepang, Belanda juga membutuhkan ribuan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) untuk dipekerjakan sebagai perawat di rumah-rumah sakit negara
tersebut. Guna menindak lanjuti permintaan ini, akhir November lalu,
sejumlah pejabat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia mengadakan kunjungan ke Belanda. “Kami berusaha menjajaki
kemungkinan kerjasama dalam penempatan TKI ke Belanda, khususnya untuk
sektor kesehatan (perawat dan care-worker),” ungkap Direktur Promosi dan
Kerjasama Luar Negeri BNP2TKI, DR. Endang Sulistyaningsih.
Dalam kunjungan sepekan di negeri Kincir Angin, 22-26 November lalu, Endang
yang didampingi oleh Kepala Pusat Penelitian dan Informasi (Kapuslitfo)
BNP2TKI, Ir. Benyamin Suprayogo berdialog dengan Ketua Indonesian Nurse
Association in Netherlands (Persatuan Perawat Indonesia di Netherland,
PPNI), Syafiih Kamil, di Sekretariat PPNI di Louweschoek 201, Amsterdam.
Endang Sulistyaningsih memaparkan, kebutuhan tenaga perawat di Belanda
hingga tahun 2012 mendatang mencapai 5.000 orang, mengingat banyak
fasilitas kesehatan tersedia, tetapi tidak banyak tenaga kerja muda yang
menginginkan bekerja sebagai perawat di rumah-rumah sakit atau di
panti-panti jompo.
Diakuinya, hingga kini memang masih banyak tenaga kerja asing dari Eropa
Timur, tetapi kebanyakan dari mereka tidak memenuhi persyaratan sebagai
tenaga perawat di Belanda. Kondisi ini memberikan peluang bagi TKI Perawat
untuk memanfaatkan kekosongan tersebut. “Namun untuk penempatan ke Belanda
ini, diperlukan payung hukum yang jelas agar memudahkan bagi tenaga kerja
muda dari Indonesia yang ingin menjadi perawat di negeri tersebut,”
katanya. Endang juga menyebutkan, menurut rencana tahun 2010 nanti,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2010 mendatang dijadwalkan
berkunjung ke Belanda. Karena itu, kerangka kerjasama yang jelas untuk
penempatan TKI ke negeri Kincir Angin diharapkan sudah bisa diselesaikan
sebelum kunjungan tersebut.
Kapuslitfo BNP2TKI, Benyamin Suprayogo menambahkan, para perawat asal Eropa
Timur umumnya bekerja di Belanda hanya sebagai batu loncatan. Begitu mereka
mendapat tawaran pekerjaan lain, mereka akan meninggalkan profesinya
sebagai perawat. “Karena itu, wajar jika Belanda kekurangan perawat. Mereka
lebih suka perawat asal Indonesia karena diyakini tidak akan pindah ke
profesi lain,” tutur Pak Ben, sapaan akrabnya. Pak Ben menambahkan, selain
perawat , Belanda yang terkenal dengan pengobatan kanker membutuhkan banyak
dokter umum Indonesia untuk dipekerjakan di beberapa kota di negara
tersebut. Pak Ben juga menyebutkan, sejak 26 Februari 2008 Persatuan
Perawat Indonesia di Netherlands (PPNI) telah terbentuk dan diresmikan oleh
Kedutaan Besar Repulbik Indonesia (KBRI) di Den Haag. Meski baru berdiri,
kiprah PPNI sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh anggota dan masyarakat
Indonesia tidak hanya dalam mencarikan informasi kerja, pengurusan dokumen
bagi calon perawat, melakukan advokasi, kegiatan social, budaya hingga
workshop.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta peraturan
pelaksanaannya, Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan setelah selesainya masa
hubungan kerja. Sedangkan Tenaga kerja adalah objek, yaitu setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa, untuk
kebutuhan sendiri dan orang lain.
Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan indonesia,
diantaranya adalah:
1. Tingkat pengangguran tinggi
2. Jumlah angkatan kerja tinggi
3. Tingkat pendidikan dan ketrampilan angkatan kerja rendah
4. Penyebaran angkatan kerja tidak merata
5. Perlindungan kesejahteraan tenaga kerja kurang maksimal
Saat ini Indonesia tengah mengalami surplus tenaga keperawatan. Saat ini
rasio perbandingan jumlah perawat dan penduduk di Indonesia adalah 1:44,
sebuah angka yang rendah jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga
seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. Namun dengan angka ini pun
pnyerapan tenaga perawat di Indonesia sudah termasuk susah. Kemudian cara
mengatasi pnggangguran dengan menggirim tenaga kerja perawat ke luar negeri
juga mengalami kendala.Salah satu penyebab masih minimnya tenaga kerja kita
di luar negeri adalah kemampuan dalam berkomunikasi sebagian besar tenaga
kerja kita terbilang sangat lemah. Khusus perawat, bahwa kualifikasi
perawat itu harus sarjana (S1), tidak lagi Diploma III. Karena kalau kita
lihat perawat-perawat asal Philipina semuanya sudah S1.Gambaran kualitas,
bisa kita lihat juga dari pendidikannya. Padahal bila ditinjau lebih jauh,
peluang bagi tenaga kerja perawat di luar negeri cukup besar, terutama di
Negara-negara yang kekurangan tenaga perawat diantaranya di jepang dan
belanda. Maka untuk mengatasi masalah – masalah di atas peran pemerintah
sangat
diperlukan demi kemajuan ketenagakerjaan Indonesia selanjutnya.
Daftar Pustaka
diakses 26 November 2011).
admin.2011. Memperbaiki Kondisi Ketenagakerjaan di Indonesia (online)
http://lcdc.law.ugm.ac.id/detail/berita/15/memperbaiki-kondisi-ketenagakerjaan-di-
indonesia, diakses 26 november 2011).
admin.2011. Peluang kerja Perawat di Luar Negeri Besar (online) ( http://metrotvnews.com
/read/news/2011/10/ 18/68608/Peluang-Kerja-Perawat-Indonesia-di-Luar , diakses
20 November 2011).
EmoticonEmoticon