Look at this

Selasa, 07 Agustus 2018

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN MARASMUS

LAPORAN PENDAHULUAN

MARASMUS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI

1. Status Gizi

Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO-NCHS dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.

Indikasi pengukuran dari variabel ini ditentukan oleh (Manjoer, et al, 2001) :

a. Penimbangan Berat Badan (BB) dan pengukuran Tinggi Badan (TB) Dilakukan oleh petugas klinik gizi sesuai dengan syarat-syarat penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang baik dan benar penggunaan timbangan berat badan dan meteran tinggi badan (mikrotoise)

b. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB dan Pengukuran TB, kemudian dikurangi dengan tanggal kelahiran yang diambil dari data identitas anak pada sekolah masing-masing, dengan ketentuan 1 bulan adalah 30 hari dan 1 tahun adalah 12 bulan.

- Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z score simpang baku (SSB) induvidu dan kelompok sebagai presen terhadap median baku rujukan (Waterlow.et al, dalam, Djuamadias, Abunain, 1990) Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus :

Dimana : NIS : Nilai Induvidual Subjek

NMBR : Nilai Median Baku Rujukan

NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan

- Hasil pengukuran dikategorikan sbb

1. Untuk BB/U

a. Gizi Kurang Bila SSB < - 2 SD

b. Gizi Baik Bila SSB -2 s/d +2 SD

c. Gizi Lebih Bila SSB > +2 SD

2. TB/U

a. Pendek Bila SSB < -2 SD

b. Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD

c. Tinggi Bila SBB > +2 SD

3. BB/TB

a. Kurus Bila SSB < -2 SD

b. Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD

c. Gemuk Bila SSB > +2 SD

status gizi diinterpretasikan berdasarkan tiga indeks antropomteri, (Depkes, 2004). Dan dikategorikan seperti yang ditunjuukan pada tabel berikut;

Kategori Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)

Interpretasi

Indeks yang digunakan

BB/U

TB/U

BB/TB

Normal, dulu kurang gizi

Rendah

Rendah

Normal

Sekarang kurang ++

Rendah

Tinggi

Rendah

Sekarang kurang +

Rendah

Normal

Rendah

Normal

Normal

Normal

Normal

Sekarang kurang

Normal

Tinggi

Rendah

Sekarang lebih, dulu kurang

Normal

Rendah

Tinggi

Tinggi, normal

Tinggi

Tinggi

Normal

Obese

Tinggi

Rendah

Tinggi

Sekarang lebih, belum obese

Tinggi

Normal

Tinggi

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :

Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber: Depkes RI, 2004

2. Malnutrisi

Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh8.. Pengertian lainnya malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun adanya gangguan terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Selain itu, malnutrisi bisa disebabkan apabila asupan kalori yang berlebih dari kebutuhan harian, dan mengakibatkan penyimpangan energi dalam bentuk bertambahnya jaringan adipose (DEPKES RI, 2011).

Malnutrisi terdiri dari beberapa jenis, diantaranya malnutrisi kurang energi protein (marasmus,kwashiorkor, marasmik-kwashiorkor), obesitas dan malnutrisi vitamin dan mineral. Adapun kurang energi protein merupakan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Manjoer, et al, 2001).

Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada Balita. Marasmus disebabkan karena kurang energi. Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit. Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot

B. ETIOLOGI

Keadaan marasmus merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar, penyebab marasmus (Nurarif & Kusuma, 2015) ialah sebagai berikut:

a. Masukan makanan yang kurang

Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

b. Infeksi

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan

Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus

Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.

e. Pemberian ASI

Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.

f. Gangguan metabolik

Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.

g. Tumor hypothalamus

Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan.

h. Penyapihan

Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus.

i. Urbanisasi

Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

C. PATOFISIOLOGI

Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan manghilangkan lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan prosesn fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin. (Ngastiyah, 2005).

D. MANIFESTASI KLINIS

Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang (Nurarif &Kusuma, 2015).

Selain itu manifestasi marasmus (Manjoer, et al, 2001), antara lain sebagai berikut :

1. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit

2. Wajah seperti orang tua

3. Cengeng, rewel

4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada

5. Perut cekung

6. Sering disertai penyakit kronik, diare kroneik.

E. DIAGNOSA MEDIS

1. Gejala Klinis

2. Anamnesis makanan, kebiasaan makan, dan riwayat penyakit yang lalu

3. Pengukuran antropometri

BB/TB < -3 SD atau < 70% dari medium (standar WHO).

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus, dan tidak mempunyai jaringan lemak di bawah kulit berupa, terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha; tulang iga terlihat jelas, dengan tanpa adanya edema. (Preciosa, 2015)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosa marasmus (Manjoer et al, 2001), diantaranya;

1. Tanda klinis

  • Wajah seperti orang tua
  • Sering terdapat penurunan kesadaran
  • Kulit kering, dingin dan kendor
  • Otot-otot mengecil sehingga tulang-tulang terlihat jelas
  • Sering disertai diare atau konstipasi
  • Tekanan darah, frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan berkurang

2. Antropometrik

Lebih ditujukan untuk menemukan malnutrisi ringan dan sedang. Pada pemeriksaan antropometrik, dilakukan pengukuranpengukuran fisik anak (berat, tinggi, lingkar lengan, dll) dan dibandingkan dengan angka standard (anak normal). Untuk anak, terdapat 3 parameter yang biasa digunakan, yaitu:

  • Berat dibandingkan dengan umur anak
  • Tinggi dibandingkan dengan umur anak
  • Berat dibandingkan dengan tinggi/panjang anak

Parameter tersebut lalu dibandingkan dengan tabel standard yang ada Untuk membandingkan berat dengan umur anak, dapat pula digunakan grafik pertumbuhan yang terdapat pada KMS.

Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium, misalnya pemeriksaan kadar darah merah (Hb) dan kadar protein (albumin/globulin) darah, atau pemeriksaan lainnya (kreatinin, nitrogen, elektrolit, Ht,transferin) dapat dilakukan pada anak dengan malnutrisi. Dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih jelas diketahui penyebab malnutrisi dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak tersebut.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Adapun penatalaksanaan medis dan keperawatan pada pasien marasmus (Manjoer et,al, 2001), antara lain;

1. Atasi atau cegah hipoglikemia

Periksa gula darah bila ada hipotermia

Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.

2. Atasi atau cegah hipotermia.

a. Segera beri makanan cair/fomula khusus.

b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.

3. Atasi atau cegah dehidrasi

Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.

4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit

Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.

5. Obati atau cegah infeksi dengan pemberian antibiotik

6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :

Berikan setiap hari :

a. Tambahkan multivitamin.

b. Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).

c. Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.

d. Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.

e. Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14.

Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).

Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).

Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).

f. Mulai pemberian makan

Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal.

H. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi yang terjadi pada penderita marasmus antara lain infeksi, tuberculosis, parasitosis, disentri, malnutrisi kronik, gangguan tumbuh kembang. Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Nurarif & Kusuma, 2015), diantaranya;

1. Defisiensi Vitamin A

2. Infestasi cacing

3. Dermatis tuberkulosis

4. Bronkopneumonia

5. Noma (penyakit mulut)

6. Anemia

7. Gagal tumbuh

8. Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor.

I. PROGNOSIS

Prognosis marasmus buruk, hal ini dikarenakan banyak penyebab dari penyakit yang menyertainya, akan tetapi, prognosisnya akan baik jika jenis malnutrisi maramus ini ditangani dengan cepat dan tepat. Kematian dapat terjadi jika dehidrasi berat atau penyakit infeksi kronis lainnya, seperti tuberculosis, hepatitis yang menyebabkan sirosis hepatis. Pada anak-anak dengan malnutrisi di usia muda, akan terjani penurunan level pertumbuhan dan perkembangan intelegens diabadingkan dengan anak yang menderita malnutrisi di usia dewasa (Fauzan, 2011)

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MARASMUS

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas pasien

b. Usia dan nomor Rekam Medik.

c. Mahasiswa menuliskan sumber data yang di dapat.

2. Alasan Masuk

a. Tanyakan kepada klien atau keluarga yang datang?

b. Apa yang menyebabkan klien / keluarga datang ke rumah sakit ini?

3. Fokus pengkajian marasmus menurut Mi Ja Kim adalah :

a. Data Subjektif

1) Rasio berat badan

a) Kehilangan BB dengan asupan makan yang adekuat.

b) BB 20% atau lebih dibawah BB ideal untuk tinggi badan & bentuk tubuh yang normal.

2) Tinggi aktivitas

Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus marasmus. Anak tampak lesu dan tidak bergairah & pada anak yang lebih tua terjadi penurunan produktivitas kerja.

3) Masukan atau intake nutrisi

a) Melaporkan asupan makan yang tidak adekuat kurang dari jumlah harian yang dianjurkan.

b) Melaporkan atau terlihat kurang makan.

4) Diet

Melaporkan perubahan dalam hal merasakan makanan.

5) Pengetahuan tentang nutrisi

Memperlihatkan atau terobservasi kurangnya pengetahuan dalam perilaku peningkatan kesehatan.

b. Data Objektif

1) Data umum

a) Perubahan rambut

Warnanya lebih muda (coklat, kemerah-merahan dan lurus, panjang, halus, mudah lepas bila ditarik).

b) Warna kulit lebih muda

Seluruh tubuh atau lebih sering pada muka, mungkin menampakan warna lebih muda daripada warna kulit anak sehat.

c) Tinja encer

Disebabkan gangguan penyerapan makan, terutama gula.

d) Adanya ruam “bercak bersepih”

Noda warna gelap pada kulit, bila terkelupas meninggalkan warna kulit yang sangat muda atau bahkan ulkus di bawahnya.

e) Gangguan perkembangan & pertunbuhan

f) Hilangnya lemak di otot & bawah kulit karena makanan kurang mengandung kalori dan protein.

g) Adanya perut yang membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.

h) Adanya anemia yang berat

Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi, asam folat dan berbagai vitamin.

i) Mulut dan gigi

Adanya tanda luka di sudut-sudut mulut.

j) Kaji adanya anoreksia, mual.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh.

4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan malnutrisi.

5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.


C. RENCANA KEPERAWATAN (NANDA NIC-NOC)

No

Diagnosa

Tujuan Keperawatan

Intervensi

Rasionalisasi

1

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan nutrisi tubuh pasien dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil;

  • Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
  • Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
  • Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

- Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit

- Timbang BB tiap hari

- Kaji balance cairan dan IWL pasien

- Berikan makanan dalam keadaan hangat

- Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi seringsajikan makanan dalam bentuk yang menarik

- Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan

- Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan

- Kolaborasi pemberian makan diet tinggi protein

- Konjungtiva anemis, sklera pucat, turgor kulit tidak elastis menandakan kekurangan volume cairan

- Prognosis BB dapat digunakan untuk memantau status gizi pasien

- Mengetahui keseimbangan input, output, dan memantau keadaan dehidrasi pasien

- Makanan dalam keadaan hangat agar pasien tidak mual

- Memastikan asupan pasien terpenuhi, dan menghindari mual muntah saat makan

- Meningkatkan selera makan pasien

- Meningkatkan nafsu makan pasien

- Memenuhi kebutuhan protein pasien

2

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi atau status metabolik.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan integritas kulit pasien membaik, dengan kriteria hasil;

- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

- Tidak ada luka/lesi pada kulit

- Perfusi jaringan baik

- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang

- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

- Anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang longgar

- Hindari kerutan pada tempat tidur

- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

- Monitor kulit akan adanya kemerahan

- Oleskan lotion atau minyak/ baby oil pada daerah yang tertekan

- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

- Monitor status nutrisi pasien

- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

- Pakaian longgar dapat meminimalisir gesekan bahan pakaian dan kulit pasien

- Mencegah terbentuknya garis lekukan pada kulit pasien yang tertekan

- Mencegah terjadinya dekubitus

- Mencegah terjaidnya dekubitus

- menentukan intervensi tepat saat menemukan tanda kerusakan intergritas kulit

- menjaga kelembaban kulit

- mencegah integritas kulit karena mobilitas

- memenuhi asupan nutrisi ke jaringan-jaringan perfier.

- Menjaga integritas kulit pasien

3

Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan resiko infeksi pasien tidak terjadi, dengan kriteria hasil;

- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

- Menunjukkan perilaku hidup sehat

- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

- Pertahankan teknik aspetik

- Batasi pengunjung bila perlu

- Instruksi pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

- Gunakan baju dan masker sebagai alat pelindung diri

- Gunakan sabun anti mikrobia untuk cuci tangan

- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan

- Pemberian kompres hangat saat terjadi hipertemi

- Kolaborasi pemberian antibiotik jika diperlukan

- Mencegah penularan infeksi

- Mencegah penularan infeksi dari pasien ke petugas kesehatan, dan sebaliknya

- Membatasi penularan infeksi dari luar ke ruang perawatan pasien

- Mencegah perkembangan kuman

- Mencegah perkembangan kuman penyebab infeksi

- Mencegah perkembangan kuman penyebab infeksi

- Mencegah perkembangan kuman penyebab infeksi

- Efektif dalam memvasodilatasi pembuluh darah dalam mengeluarkan panas tubuh

- Efektif dalam menekan pertumbuhan bakteri

4

Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan malnutrisi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil;

- Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya

- Kematangan fisik pasien

- Status nutrisi seimbang

- Status gizi dan status mental normal

- Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak

- Kaji tingkat pertumbuhan dan perkembangan pasien

- Kaji keadekuatan asupan nutrisi

- Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan

- Mendorong asupan tinggi protein, tinggi kalori, dan minuman bergizi

-

- Menilai penyebab keterlambatan untuk menentukan intervensi selanjutnya

- Menilai keterlambatan yang dialami pasien

- Menentukan keterkaitan asupan dengan keterlambatan pasien

- Memantau pertumbuhan pasien

- Memenuhi status nutrisi pendukung pertumbuhan dan perkembangan sel tubuh pasien

5

Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan nutrisi tubuh pasien dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil;

- Klien mampu mengidentifkasi dan mengungkapkan gejala cemas

- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas

- Vital sign dalam batas normal

- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya cemas

- Berusaha memahami keadaan keluarga klien

- Jelaskan pada keluarga pasien tantang kondisi pasien, diit, perawatan dan pengobatan yang diberikan pada pasien

- Bantu keluarga untuk mengambil mengambil keputusan terhadap perawatan dan pengobatan yang dipilih

- Menimbulkan sifat empati untuk memberikan penjelasan pada keluarga pasien

- Meningkatkan pengetahuan dan mengurangi kecemasan keluarga pasien atas kondisi yang dialami pasien

- Membantu memberikan penjelasan agar keluarga dapat mengambil keputusan yang tepat.













DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB – Gizi Buruk. Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; 1

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I.. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Depkes, RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta

Fauzan, Rivhan. 2011. Marasmus. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Preciosa, Neysa Glenda. 2015. Referat Marasmus Kwashiokor. Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS TNI Mintohardjo Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Manjoer, et, al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid . jogjakarta : Mediaction.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medika

World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia. 2009. 193 – 221



EmoticonEmoticon

About