A. Konsep Dasar
1. Definisi
Sol dapat didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas baik bersifat primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun parasitic yang berletak pada rongga cranium. Sol juga berupa hematoma, berbagai jenis kista dan malformasi vaskuler ( Ejaz dkk, 2005).
SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial ( Long , 2002).
2. Etiologi
1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui gejala klinis.
2. Faktor genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.
4. Defisisensi imunologi dan congenital.
3. Patofisiologi
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup tidak bisa berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran timbale balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak dapat berkembang, tanpa berepengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL) menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang kranial pada pertama kali dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2 dan PH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal, dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan temperature (Ningrum, 2013)
4. Tanda dan Gejala
a. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus – menerus, tumpul dan kadang – kadang bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan.
b. Nausea dan muntah
Akibat rangsangan pada medual oblongata
c. Papil edema
Statis vena menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus. (ngatisyah, 2002).
5. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang (Meagher & Lutsep, 2013)
Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:
1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla.
2. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
3. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun.
4. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya.
5. Reaksi pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak
6. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang sistem vaskuler
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otakdan daerah hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosisi
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi ( EEG )
Mendeteksi gelombang otak abnormal. (Doengoes, 2000)
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan tergantung pada penyebab lesi :
1. untuk tumor primer, jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun
umumnya sulit dilakukan sehingga pilihan pada radioteraphi dan kemoteraphi, namun jika tumor metastase pengobatan paliatif yang dianjurkan.
2. Hematom membutuhkan evakuasi
3. Lesi infeksi membutuhkan evakuasi dan terapi antibiotic
4. Pengobatan lain yang diperlukan meliputi :
a. Dexamatason, yang dapat menurunkan edema serebral
b. Manitiol, untuk menurunkan peningkatan TIK
c. Antikoonfulsan, sesuai dengan gejala yang timbul (Sudarwo, 2004).
8. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Head up 30-45˚
Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan membantu mengurangi TIK.
2. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia
PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada otak .
3. ROM (Range of Motion)
Untuk pasien tirah baring lama.
4. Diet makanan cair melalui NGT.
9. Komplikasi
1. Gangguan fungsi neurologis
2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood
4. Disfungsi seksual (Doengoes, 2000)
10. Prognosis
Tergantung pada lokasi dan kemungkinan tumor untuk diangkat, umur pasien, histology tumor, dan metastasis tumor.
1. Bila lokasi memungkinkan tumor untuk diangkat, maka prognosis baik. Lokasi seperti hipotalamus dan batang otak sulit diakses, dapat menyebabkan kematian, meskipun tidak ada bukti histologik adanya keganasan.
2. Semakin lanjut usia pasien, maka semakin buruk prognosisnya, karena semakin menurunnya kemampuan sel-sel tubuh untuk beregenerasi. Tumor yang ganas juga memperburuk prognosis akibat cepatnya perkembangan tumor yg dapat semakin meningkatkan TIK dan memperburuk kondisi pasien.
3. Pada pasien dengan tumor otak sebagai metastasis dari keganasan di organ lain, maka pasien umumnya meninggal bukan disebabkan karena kerusakan pada otak, namun akibat keganasan tersebut. (Vinay Kumar, 2003).
A. Proses keperawatan secara teoritis
1. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d kerusakan neurologis
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah ke otak.
3. Nyeri akut b.d peningkatan TIK
4. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan.
5. Kerusakan integritas kulit b.d imobilitas fisik
1. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan |
Rencana keperawatan |
Rasional Tindakan |
|
Tujuan Keperawatan |
Rencana Tindakan |
||
Ketidakefektifan pola nafas b.d kerusakan neurologis. |
NOC
Kriteria Hasil : v Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat v memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) v Tanda tanda vital dalam rentang normal
|
· Monitor AGD, tingkat elektrolit
· Monitor status neurologi
|
· Memaksimalkan ventilasi O2 · mengetahui suara nafas abnormal · mengetahui status respirasi · mengathui adanya nilai AGD dan elektrolit yang abnormal · Mencegah terjadinya gagal nafas · Mengetahui tingkat kesadaran pasien |
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai darah ke otak. |
v Circulation status v Tissue perfusion (cerebral) Kriteria Hasil: v TD sistolik dan diastolic dalam batas normal v Tekanan vena sentral dalam batas normal v Rata- rata TD dalam batas normal |
1. Monitor TTV 2. Monitor tingkat kesadaran, GCS dan orientasi 3. Monitor hasil lab PO2, PCO2, pH dan kadar bikarbonat 4. Pantau TIK dan aktivitas neurologis terhadap proses keperawatan 5. Pantau curah jantung 6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi yang sesuai |
1. Mengetahui nilai tanda-tanda vital 2. menilai tingkat kesadaran dan orientasi pasien 3. mengetahui nilai kadar kimia darah pasien 4. mengetahui nilai TIK 5. mengtahui apakah ada perubahan curah jantung 6. kolaborasi dapat menurunkan hipoksia serebral |
Nyeri akut b.d peningkatan TIK |
NOC
Kriteria Hasil: v Terbebas dari edema, efusi, anaskara v Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu v Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+) v Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal v Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
|
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekuensi 2. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam 3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik |
· Mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya · Teknik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri Mengetahui status hemodinamik · Analgetik efektif untuk mengatasi nyeri |
Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan. |
NOC : v Joint movement: Active v Mobilitas level v Self care (ADLs) v Transfer perpormance Kriteria Hasil : a. mendemonstrasikan status sirkulasi v Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan v Tidak ada ortostatikhipertensi v idak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) b mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan: v berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan v menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi v memproses informasi v membuat keputusan dengan benar c. menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
|
1. Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan
skala ketergantungan
1. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan. 2. Bantu untuk melakukan rentang gerak (ROM) 3. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab. |
· Adanya laserasi menunjukkan masalah perfusi jaringan · Sarang tangan membantu mencegah laserasi karena keadaan kulit yang sensitive
· seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan. · Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi
|
Kerusakan integritas kulit b.d imobilitas fisik |
NOC
Kriteria Hasil: v Perfusi jaringan normal v Tidak ada tanda-tanda infeksi v Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan lka |
|
· Menjaga kelembaban kulit untuk menghilangkan kerutan pada daerah tertekan |
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk, 2000, Perawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta
Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, Jakarta
Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial Space Occupying Lesions A Morphological Analysis. Department of Pathology, Postgraduate Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21
Ningrum, F.Y., 2013. Space Occupaying Lesion ( SOL). Available from: http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL (diakses pada , 20 juli 2016)
Marilyn E. Doenges, et al, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik Desember 10, 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720 . (diakses pada , 20 juli 2016)
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
Persarafan . Jakarta: Salemba Medika.
Wulandari, A., 2012. Space Occupaying Lesion (SOL). Available from: http://www.scribd.com/doc/181664046/Sol (diakses pada , 20 juli 2016
EmoticonEmoticon