Look at this

Sabtu, 21 Juli 2018

MAKALAH TENTANG KPSP, SDIDTK DAN DENVER II TEST

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih dalam kandungan. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai 5 tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional, maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya (Depkes, 2006).

Pertumbuhan dan perkembangan adalah proses untuk menjadi lebih besar dan mulai dapat melakukan sesuatu yang penuh arti, setiap anak akan berkembang baik secara fisik maupun spiritual secara bertahap, perkembangan tersebut terjadi secara berbeda–beda, ada yang berkembang secara cepat dan ada pula yang berkembang secara lambat (Spock, 2008; dikutip Umiyah, 2010).

Kualitas perkembangan anak harus ditingkatkan sejak anak melalui periode penting yaitu pada masa Balita karena pada masa ini perkembangan yang terjadi menentukan perkembangan selanjutnya, sehingga penyimpangan sekecil apapun harus terdeteksi dan tertangani secara baik agar tidak mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian hari (Soetjiningsih, 2008; dikutip Umiyah, 2010).

Pada saaat ini berbagai metode deteksi dini untuk megetahui gangguan perkembangan anak telah dibuat, diantaranya KPSP, SDIDTK dan Denver II Test. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) adalah suatu daftar pertanyaan singkat yang ditujukan kepada para orang tua dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan skrining pendahuluan perkembangan anak (Depkes, 2006). Skrining digunakan untuk mengetahui penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan gangguan perkembanagn anak karena deteksi didni kelainan perkembangan anaka sanagat berguna agar diagnosa maupun pemulihannya dapat dilakukan lebih awal sehingga tumbuh kembang anak dapat berlangsung seoptimal mungkin.

Selain itu Denver II Test juga merupakan salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Dari beberapa pelitian yang pernah dilakukan ternyata Denver II Test secara efektif dapat mengidentifikasikan 85-100% bayi dan anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada follow up selanjutnya ternyata 89% dari kelompok Denver II abnormal mengalami kegagalan disekolah 5-6 tahun kemudian.

Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya dan mampu bersaing di era global (Depkes, 2006).

Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu program pokok Puskesmas. Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional (Depkes, 2006).

Melalui kegiatan SDIDTK kondisi terparah dari penyimpangan pertumbuhan anak seperti gizi buruk dapat dicegah, karena sebelum anak jatuh dalam kondisi gizi buruk, penyimpangan pertumbuhan yang terjadi pada anak dapat terdeteksi melalui kegiatan SDIDTK (Depkes, 2006). Selain mencegah terjadinya penyimpangan pertumbuhan, kegiatan SDIDTK juga mencegah terjadinya penyimpangan perkembangan dan penyimpangan mental emosional (Depkes, 2006).

Deteksi dini melalui kegiatan SDIDTK sangat diperlukan untuk menemukan secara dini penyimpangan pertumbuhan, penyimpangan perkembangan dan penyimpangan mental emosional pada anak sehingga dapat dilakukan intervensi dan stimulasi sedini mungkin untuk mencegah terjadinya penyimpangan pertumbuhan, penyimpangan perkembangan dan penyimpangan mental emosional yang menetap. Kegiatan SDIDTK tidak hanya dilakukan pada anak yang dicurigai mempunyai masalah saja tetapi harus dilakukan pada semua balita dan anak pra sekolah secara rutin setahun 2 kali (Depkes, 2006).

Penting untuk dipahami bahwa dengan skrining dan mengetahui adanya masalah pada perkembanagan anak, tidak berarti bahwa diagnosa pasti dari kelaian tersebut telah ditetapkan. Skrining hanyalah prosedur rutin dalam pemeriksaan tumbuh kembang anak sehari-hari, yang dapat memberikan petunjuk jika ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian. Sehingga masih diperlukan anamnese yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang laninnya agar diagnosa dapat dibuat, supaya intervensi dan pengobatan dapat dilakukan sebaik-baiknya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test?

2. Apa tujuan dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test?

3. Apa saja alat yang digunakan pada KPSP, SDIDTK dan Denver II Test?

4. Bagaimana cara penggunaan dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test?

5. Bagaimana interpretasi hasil dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test?

6. Bagaimana standar operasional prosedur dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test.

2. Untuk mengetahui tujuan dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test.

3. Untu mengetahui alat yang digunakan pada KPSP, SDIDTK dan Denver II Test.

4. Untuk mengetahui cara penggunaan dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test.

5. Untuk mengetahui interpretasi hasil dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test.

6. Untuk mengetahui standar operasional Prosedur dari KPSP, SDIDTK dan Denver II Test.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

1. Pengertian KPSP

Kuesioner Pra Skrining Perkembangan adalah suatu daftar pertanyaan singkat yang ditujukan kepada para orang tua dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan skrining pendahuluan perkembangan anak usia 3 bulan sampai dengan 6 tahun. Bagi tiap golongan umur terdapat 10 pertanyaan untuk orang tua atau pengasuh anak. Untuk memudahkan, selanjutnya Kuesioner Pra Skrining Perkembangan disebut KPSP (Depkes, 2006).

2. Tujuan KPSP

KPSP digunakan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan (Depkes, 2006).

3. Alat atau Instrumen yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam skrining perkembangan anak menggunakan KPSP, antara lain (Depkes, 2006) :

a. Formulir KPSP menurut umur. Formulir ini berisi 9–10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0–72 bulan.

b. Alat bantu pemeriksaan berupa pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0,5–1 cm.

4. Cara Penggunaan KPSP

Bila anak berusia diantaranya maka KPSP yang digunakan adalah yang lebih kecil dari usia anak (Depkes, 2006).

Contoh : Bayi umur 7 bulan maka yang digunakan adalah KPSP 6 bulan. Bila anak ini kemudian sudah berumur 9 bulan yang diberikan adalah KPSP 9 bulan.

a. Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan. Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan.

Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan bila umur bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.

b. Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.

c. KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu :

1) Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh : “dapatkah bayi makan kue sendiri?”

2) Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh : “pada posisi bayi anda terlentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk”

d. Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau ragu-ragu tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan.

e. Pertanyaan dijawab berurutan satu persatu.

f. Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban YA atau TIDAK.

g. Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban (Depkes, 2006).

5. Interpretasi Hasil KPSP

a. Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya.

b. Apabila jumlah jawaban Ya = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai (S) dengan tahap perkembangannya.

c. Apabila jumlah jawaban Ya = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M), tentukan jadwal untuk dilakukan pemeriksaan ulang dua minggu kemudian.

d. Apabila jumlah jawaban Ya = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P) maka anak tersebut memerlukan pemeriksaan lebih lanjut atau dirujuk (Depkes, 2006).

6. Intervensi

a. Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindkan berikut :

1) Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik.

2) Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.

3) Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin, sesuai dengan umur dan kesiapan anak.

4) Ikuitkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan di posyandu secara teratur sebulan 1 kali dan setiap ada kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB). Jika anak sudah memasuki usia prasekolah (36-72 bulan ), anak dapat diikutkan pada kegiatan di Pusat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU), Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak.

5) Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP setiap 3 bulan pada anak berumur kurang dari 24 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan.

b. Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut :

1) Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.

2) Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkembangan anak untuk mengatasi penyimpangan/mengejar ketinggalannya.

3) Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan peyimpangan perkembangannya.

4) Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak.

5) Jika hasil KPSP ulang jawaban ‘Ya’ tetap 7 atau 8 kemungkinan ada penyimpangan (P).

c. Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan berikut :

Rujukan ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian (Depkes, 2006).

7. Cara Melakukan Pemeriksaan Ulang dengan KPSP

Menurut Soetjiningsih (1995, dikutip Umiyah, 2010), pemeriksaan ulang dengan menggunakan KPSP dilaksanakan pada tiga keadaan dibawah ini :

a. Hasil KPSP negatif atau jumlah jawaban Ya = 9 atau 10, pemeriksaan ulang dapat dilakukan

1) Tiap 3 bulan untuk usia dibawah 12 bulan

2) Tiap 6 bulan untuk usia 12 sampai 72 bulan

Walaupun demikian pemeriksaan yang lebih sering akan lebih baik.

b. Hasil KPSP dengan jawaban Ya = 7 atau 8, pemeriksaan ulang dilakukan satu minggu kemudian setelah pemeriksaan pertama.

c. Hasil KPSP dengan jawaban Ya = kurang dari 7 atau pemeriksaan ulang tetap 7–8, anak perlu dirujuk kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

8. Standar Operasional Prosedur

Tabel 2.1 Standar Operasional Prosedur KPSP

Standar Operasional Prosedur

Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

Tanggal terbit

Disahkan oleh

Ka. Prodi PSIK

Hikayati,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

NIP. 19490129 197602 1 002

Pengertian

KPSP adalah alat/instrumen yang digunakan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.

Indikasi

3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan

Kontraindikasi

-

Petugas

1. Dosen S1 Keperawatan

2. Perawat/Bidan

3. Kader Posyandu

4. Mahasiswa S1 Keperawatan

Persiapan pasien

1. Menjelaskan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan

2. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

Persiapan lingkungan

Memberikan lingkungan yang tenang, aman dan nyaman.

Persiapan alat

1. Kuesioner (daftar pertanyaan) sesuai umur anak-anak

2. Kertas, pensil

3. Bola karet atau plastik seukuran bola tenis

4. Kerincingan

5. Kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah

6. Benda-benda kecil seperti kismis/potongan biskuit kecil berukuran 0,5-1 cm

Prosedur

1. Menghitung umur anak (tanggal, bulan tanhun)

Bila umur anak lebih 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan. Contoh: bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila umur bayi 3 bukan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.

1. Buka kuesioner KPSP sesuai dengan umur anak

2. Menjelaskan tujuan KPSP pada orang tua

3. Menanyakan isi KPSP sesuai urutan atau melaksanakan perintah sesuai KPSP

4. Interpretasi hasil KPSP

  • Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang)

· Hitung jawaban Tidak (bila jawabanbelum pernah atau tidak pernah)

  • Bila jawaban Ya = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan (S)
  • Bila jawaban Ya = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)
  • Bila jawaban Ya = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P)

· Rincilah jawaban TIDAK pada nomor berapa saja.

2. Tindak Lanjut

Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (S)

· Orangtua/pengasuh anak sudah mengauh anak dengan baik.

· Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi sesuaikan dengan umur dan kesiapan anak.

· Keterlibatan orang tua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi. Tidak usah mengambil momen khusus. Laksanakan stimulasi sebagai kegiatan sehari-hari yang terarah.

· Ikutkan anak setiapa ada kegiatan Posyandu.

Untuk Anak dengan Perkembangan MERAGUKAN (M)

· Konsultasikan nomor jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang diberikan lebih sering.

· Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar ketertinggalan anak.

· Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter/dokter anak. Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang menghambat perkembangannya.

· Lakukan KPSP ulang setelah 2 minggu menggunakan daftar KPSP yang pertama sudah bisa semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai umur anak.

· Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi.

· Bila setelah 2 minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7=8 jawaban YA. Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah sakit dengan fasilitas klinik tumbuh kembang.

Untuk Anak dengan Penyimpangan Perkembangan (P)

  • Segera rujuk ke rumah sakit
  • Tulis jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan

(mis. Gerak kasar, halus, bicara & bahasa, sosial dan kemandirian)

Evaluasi sikap

1. Menunjukkan sikap sopan dan ramah

2. Menjamin privacy pasien

3. Bekerja dengan teliti

4. Memperhatikan body mecanisme

Daftar rujukan

1. Depkes, R.I. (2006). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar . Jakarta: Bakti Husada.

2. Nurseerni. (2011). SOP PENILAIAN DDTK. https://nurseerni.wordpress.com/2011/06/06/sop-penilaian-ddtk/ . Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015

B. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)

1. Pengertian SDIDTK

Melakukan stimulasi yang memadai artinya merangsang otak balita sehingga perkembangan kemampuan gerak, bicara dan bahasa, sosialisai dan kemandirian pada balita berlangsung secara optimal sesuai dengan umur anak. Melakukan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang artinya melakukan skrining atau mendeteksi secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang balita termasuk menindaklanjuti setiap keluhan orang tua terhadap maalh tumbuh kembang anaknya. Melakukan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita artinya melakukan tindakan koreksi dengan memanfaatkan plastisitas otak anak untuk memperbaiki penyimpangan tumbuh kembang pada seorang anak agar tumbuh kembangnya kembali normal atau penyimpangannya tidak semakin berat (Depkes, 2006).

Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan/masalah tumbuh kembang, maka intervensi akan mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga mempunyai waktu dalam membuat rencana tindakan/intervensi yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu/keluarga. Bila penyimpangan terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berengaruh terhadap tumbuh kembang anak (Depkes, 2006).

Menurut Nursalam deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara komprehensif untuk mengetahui adanya penyimpangan pada tumbuh kembang bayi dan balita serta untuk mengoreksi adanya faktor resiko. Dengan adanya faktor resiko yang telah diketahui, maka upaya untuk meminimalkan dampak pada anak bisa dicegah. Upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur perkembangan anak. Dengan demikian dapat tercapai tumbuh kembang yang optimal (Nursalam, 2005; dikutip Irmawati, 2008).

2. Sasaran SDIDTK

a. Sasaran Langsung

Semua anak umur 0 sampai 6 tahun yang ada di wilayah kerja Puskesmas.

b. Sasaran tidak Langsung

1) Tenaga kesehatan yang bekerja di lini terdepan ( dokter, bidan, perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat, dan sebagainya).

2) Tenaga pendidik, petugas lapangan KB, petugas sosial yang terkait dengan pembinaan tumbuh kembang anak.

3) Petugas sektor swasta dan profesi lain (Depkes, 2006).

3. Tujuan Pelaksanaan SDIDTK

a. Tujuan umum

Agar semua balita dan anak prasekolah tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya, sebagai indikator keberhasilan adalah 95% balita dan anak prasekolah terjangkau oleh kegiatan SDIDTK.

b. Tujuan khusus

1) Terselenggaranya kegiatan stimulasi tumbuh kembang pada semua balita dan anak prasekolah di wilayah kerja puskesmas.

2) Terselenggaranya kegiatan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang pada semua balita dan anak prasekolah di wilayah kerja puskesmas.

3) Terselenggaranya intervensi dini pada semua balita dan anak pra sekolah di wilayah kerja puskesmas.

4) Terselenggaranya rujukan terhadap kasus-kasus yang tidak bisa ditangani di Puskesmas (Depkes, 2006).

4. Jenis Kegiatan SDIDTK

Ada 3 jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya, berupa (Depkes, 2006) :

a. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan

Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui/menemukan status gizi kurang/buruk dan mikro/makrosefali. Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi :

1) Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB)

a) Tujuan pengukuran BB/TB adalah untuk menentukan status gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk.

b) Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadawal DDTK. Pengukuran dan penilaian BB/TB dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah mengikuti penelitian SDIDTK.

2) Pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA)

Tujuan pengukuran LKA adalah untuk mengetahui lingkaran kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal.

Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dilakukan di semua tingkat pelayanan. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan dapat dilihat pada table 2.2.

Tabel 2.2

Pelaksanaan dan Alat yang Digunakan untuk Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan

Tingkat Pelayanan

Pelaksanaan

Alat yang Digunakan

Keluarga, masyarakat

  • Orang tua
  • Kader kesehatan

· Petugas PAUD, BKB, TPA dan Guru TK

  • KMS
  • Timbangan dacing

Puskesmas

  • Dokter
  • Bidan
  • Perawat
  • Ahli gizi
  • Petugas lain

· Tabel BB/TB

· Grafik LK

  • Timbangan

· Alat ukur tinggi badan

· Pita pengukur lingkar kepala

Sumber : Buku Pedoman Pelaksanaan SDIDTK

b. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan

Deteksi ini dilakukan untuk mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat, dan gangguan daya dengar. Jenis kegiatan yang dilaksanakan meliputi skrining/pemeriksaan perkembangan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP), Tes Daya Lihat (TDL) dan Tes daya Dengar (TDD). Pelaksanaan dan Alat yang yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Pelaksanaan dan Alat yang Digunakan untuk Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak

Tingkat Pelayanan

Pelaksanaan

Alat yang Digunakan

Keluarga dan Masyarakat

  • Orang tua
  • Kader kesehatan, BKB, TPA

Buku KIA

  • Petugas pusat PAUD terlatih
  • Guru TK terlatih
  • KPSP
  • TDL
  • TDD

Puskesmas

  • Dokter
  • Bidan
  • perawat
  • KPSP
  • TDL
  • TDD

Sumber : Buku Pedoman Pelaksanaan SDIDTK

Tes Daya Dengar (TDD)dilakukan setiap 3 bulan pada umur kurang dari 12 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 12 bulan keatas. Cara melakukan TDD dengan memberikan pertanyaan yang seuai umur anak pada instrumen TDD. Bila ada satu atau lebih jawaban TIDAK, kemungkinan anak mengalami gangguan pendengaran (Depkes, 2006).

Tes daya lihat (TDL) dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia prasekolah umur 36 sampai 72 bulan dengan menggunakan poster “E” dan kartu “E”. Bila kedua mata anak tidak dapat melihat baris ketiga poster “E”, kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat (Depkes, 2006).

c. Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional

Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan gangguan secara dini adanya masalah emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Bila penyimpangan mental emosional terlambat diketahui maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

Deteksi dini masalah mental emosional pada anak prasekolah menggunakan Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME), deteksi dini autis pada anak pra sekolah menggunakan Ceklist for Autism in Todlers (CHAT) dan deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak pra sekolah menggunakan kuesioner Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktivitas (GPPH).

Jadwal kegiatan dan jenis skrining/deteksi dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah oleh tenaga kesehatan dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4

Jadwal Kegiatan dan Jenis Skrining/Deteksi

Umur Anak

Jenis Deteksi Tumbuh Kembang yang Harus Dilakukan

Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan

Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan

Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional

BB/TB

LK

KPSP

TDD

TDL

KMME

CHAT*

GPPH*

0 bulan

3 bulan

6 bulan

9 bulan

12 bulan

15 bulan

18 bulan

21 bulan

24 bulan

30 bulan

36 bulan

42 bulan

48 bulan

54 bulan

60 bulan

66 bulan

72 bulan

Sumber : Buku Pedoman Pelaksanaan SDIDTK

Keterangan :

BB/TB : Berat Badan terhadap Tinggi Badan

TDL : Tes Daya Lihat

KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan

KMME : Koesioner Masalah Mental Emosional

GPPH : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

LK : Lingkaran Kepala

TDD : Tes Daya Dengar

CHAT : Checlist for Autism in Toddlers

Tanda * : Deteksi atas indikasi

5. Prosedur SDIDTK

a. Menimbang berat badan

b. Mengukut tinggi badan/panjang badan

c. Mengukur lingkar kepala

d. Menanyakan perkembangan anak dengan KPSP sesuai umur anak

e. Melakukan tes daya dengar pada usia 0 – 3 tahun

f. Melakukan tes daya lihat pada usia 36 – 72 bulan

g. Melakukan test KMME pada usia 36 – 72 bulan

h. Melakukan test CHAT pada usia 18 – 36 bulan

i. Melakukan test GPPH pada usia 36 bulan ke atas(Depkes, 2006)

6. Indikator Keberhasilan Kegiatan SDIDTK di Puskesmas

Indikator untuk melihat tingkat keberhasilan kegiatan SDIDTK di tingkat puskesmas adalah sebagai berikut :

a. Indikator Input :

Tersedianya buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), Buku Pedoman Stimulasi Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak, Formulir Deteksi Dini Tumbuh Kembang, Register Kohort Kesehatan Balita Dan Anak Prasekolah, Laporan Kesehatan Balita Dan Anak Prasekolah, Alat Deteksi Dini Tumbuh Kembang

b. Indikator proses :

Perencanaan kegiatan SDIDTK, peran serta kader kesehatan, masyarakat dan orang tua, supervisi, monitoring atau evaluasi kegiatan SDIDTK

c. Indikator output :

Cakupan SDIDTK balita dan anak pra sekolah (%), Persentase balita dan anak prasekolah dengan tingkat perkembangan sesuai (S), meragukan (M) dan penyimpangan (P) (Depkes, 2006).

7. Standar Operasional Prosedur

Tabel 2.5 Standar Operasional Prosedur SDIDTK

Standar Operasional Prosedur

Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)

Tanggal terbit

Disahkan oleh

Ka. Prodi PSIK

Hikayati,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

NIP. 19490129 197602 1 002

Pengertian

SDIDTK adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah.

Indikasi

Anak umur 0-6 tahun

Kontraindikasi

-

Petugas

1. Dosen S1 Keperawatan

2. Perawat/Bidan

3. Kader Posyandu

4. Mahasiswa S1 Keperawatan

Persiapan pasien

1. Menjelaskan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan

2. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

Persiapan lingkungan

Memberikan lingkungan yang tenang, aman dan nyaman

Persiapan alat

1. Timbangan

2. Pengukur Tinggi Badan

3. Pita Ukur

4. Kartu KMS

5. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) sesuai umur anak

6. Instrumen tes daya dengar (TDD)

· Istrumen TDD menurut umur anak

· Gambar binatang (ayam, anjing, kucing, manusia)

· Mainan (boneka, kubus, cangkir,bola)

7. Instrumen tes daya lihat

· Ruangan yang bersih,tennag, penyinaran baik

· 2 buah kursi, 1 untuk anak; 1 untuk pemeriksa

· Poster “E” untuk digantung dan kartu “E” untuk dipegang

· Alat penunjuk

8. Koesioner Masalah Mental Emosional (KMME)

9. Check list for autism in toddlers (CHAT)

10. Check list gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)

Prosedur

1. Menimbang berat badan

2. Mengukut tinggi badan/panjang badan

3. Mengukur lingkar kepala

4. Menanyakan perkembangan anak dengan KPSP sesuai umur anak

5. Melakukan tes daya dengar pada usia 0 – 3 tahun

6. Melakukan tes daya lihat pada usia 36 – 72 bulan

7. Melakukan test KMME pada usia 36 – 72 bulan

8. Melakukan test CHAT pada usia 18 – 36 bulan

9. Melakukan test GPPH pada usia 36 bulan ke atas

Evaluasi sikap

1. Menunjukkan sikap sopan dan ramah

2. Menjamin privacy pasien

3. Bekerja dengan teliti

4. Memperhatikan body mecanisme

Daftar rujukan

1. Depkes, R.I. (2006). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar . Jakarta: Bakti Husada.

2. Nurseerni. (2011). SOP PENILAIAN DDTK. https://nurseerni.wordpress.com/2011/06/06/sop-penilaian-ddtk/ . Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015.

C. Denver II Test

1. Pengertian Denver II Test

Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-R). Denver II adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Denver II menurut Soetjiningsih (1995, dikutip Rusana, 2008) merupakan :

a. Tes yang mudah dan cepat (15-20) menit dapat diandalkan dan mempunyai validitas yang tinggi.

b. Tes yang secara efektif dapat mengidentifikasikan antar 85-100 persen bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada “follow up” selanjutnya ternyata 89 persen dari kelompok Denver II abnormal mengalami kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian.

2. Tujuan Denver II Test

a. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan usianya.

b. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat.

c. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala, kemungkinan adanya kelainan perkembangan.

d. Memastikan anak yang diduga mengalami kelainan perkembangan.

e. Memantau anak yang berisiko mengalami kelainan perkembangan (Nugroho, 2009).

3. Aspek Perkembangan yang Dinilai

Menurut Soetjiningsih (1995, dikutip Rusana, 2008), terdiri dari 125 tugas perkembangan. Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30 tugas. Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai (Soetjiningsih, 1995; dikutip Rusana, 2008) :

a. Personal Social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

b. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.

c. Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

d. Gross motor (gerakan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

4. Alat yang Digunakan

a. Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan, peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).

b. Lembar formulir Denver II

c. Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya (Soetjiningsih, 1995; dikutip Rusana, 2008).

5. Prosedur Denver II Test

a. Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6 bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun.

b. Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap (Soetjiningsih, 1995; dikutip Rusana, 2008).

6. Penilaian Denver II Test

Soetjiningsih (1995, dikutip Rusana, 2008), cara melakukan penilaian, apakah lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak dapat kesempatan untuk melaksanakan tugas (No Opportunity = NO).

7. Cara Pemeriksaan Denver II Test

a. Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun.

b. Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.

c. Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir Denver II.

d. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F.

e. Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal, Meragukan dan tidak dapat dites.

1) Abnormal

a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih.

b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

2) Meragukan

a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.

b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

3) Tidak dapat di test

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.

4) Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas (Soetjiningsih, 1995; dikutip Rusana, 2008).

Pada anak-anak yang lahir prematur, usia disesuaikan hanya sampai anak usia 2 tahun:

Contoh perhitungan anak dengan prematur:

An. Lula lahir prematur pada kehamilan 32 minggu, lahir pada tanggal 5 Agustus 2006. Diperiksa perkembangannya dengan DDST II pada tanggal 1 April 2008. Hitung usia kronologis An. Lula!

Diketahui: Tanggal lahir An. Lula : 5-8-2006; Tanggal periksa : 1-4 2008; Prematur : 32 minggu.

Ditanyakan: Berapa usia kronologis An. Lula?

Jawab:

2008 – 4 – 1 An. Lula prematur 32 minggu

2006 – 8 – 5 Aterm = 37 minggu

_________ – Maka 37 – 32 = 5 minggu

1 – 7 -26

Jadi usia An. Lula jika aterm (tidak prematur) adalah 1 tahun 7 bulan 26 hari atau 1 tahun 8 bulan atau 20 bulan.

Usia tersebut dikurangi usia keprematurannya yaitu 5 minggu X 7 hari = 35 hari, sehingga usia kronologis An. Lula untuk pemeriksaan DDST II adalah : 1 tahun 7 bulan 26 hari – 35 hari = 1 tahun 6 bulan 21 hari Atau 1 tahun 7 bulan atau 19 bulan.

8. Interpretasi Nilai Denver II Test

a. Advanced

Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis (dilewati pada kurang dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak tersebut).

b. OK

Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia antara persentil ke-25 dan ke-75.

c. Caution

Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia kronologis di atas atau diantara persentil ke-75 dan ke-90.

d. Delay

Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia kronologis; penolakan ke kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai kelambatan, karena alasan untuk menolak mungkin adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu (Soetjiningsih, 1995; dikutip Rusana, 2008).

9. Interpretasi Tes

a. Normal

Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan.

b. Suspect

Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak kewaspadaan.

c. Untestable

Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis usia atau pada lebih dari satu pokok titik potong berdasarkan garis usia pada area 75% sampai 90% (Soetjiningsih, 1995; dikutip Rusana, 2008).

Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable: Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor temporer (Soetjiningsih, 1995; dikutip Rusana, 2008).

10. Standar Operasional Prosedur

Tabel 2.6 Standar Operasional Prosedur Denver II Test

Standar Operasional Prosedur

DENVER II Test

Tanggal terbit

Disahkan oleh

Ka. Prodi PSIK

Hikayati,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

NIP. 19490129 197602 1 002

Pengertian

Denver II adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ.

Tujuan

f. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan usianya.

g. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat.

h. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala, kemungkinan adanya kelainan perkembangan.

i. Memastikan anak yang diduga mengalami kelainan perkembangan.

j. Memantau anak yang berisiko mengalami kelainan perkembangan

Indikasi

Anak umur 0-6 tahun

Petugas

Perawat

Persiapan pasien

1. Menjelaskan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan

2. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

Peralatan

1. Lembar Formulir Denver II Test

2. Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya

3. Alat peraga (benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan, peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).

Prosedur

A. Tahap Pra Interaksi

1. Melakukan kontrak waktu

2. Mengecek kesiapan anak (tidak ngantuk, tidak rewel, keadaan umum membaik/kondisi yang memungkinkan)

3. Menyaiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam kepada pasien dan menyapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

C. Tahap Kerja

f. Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun.

g. Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.

h. Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir Denver II.

i. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F.

j. Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Suspect dan tidak dapat dites.

D. Tahap Terminasi

Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan

1. Berpamitan dengan pasien

2. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula

3. Mencuci tangan

4. Mendokumentasikan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Skrining dapat memberikan petunjuk jika ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian. Sehingga masih diperlukan anamnese yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang laninnya agar diagnosa dapat dibuat, supaya intervensi dan pengobatan dapat dilakukan sebaik-baiknya. Dengan adanya metode skrining penyimpangan pertumbuhan anak seperti gizi buruk dapat dicegah, karena sebelum anak jatuh dalam kondisi gizi buruk, penyimpangan pertumbuhan yang terjadi pada anak dapat terdeteksi.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan perawat dapat melakukan skrining perkembangan anak, dengan menggunakan KPSP, SDIDTK atau dengan Denver II Test yang sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan agar tidak terjadi kelalaian dalam melakukan tindakan keperawatan.



EmoticonEmoticon

About