BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehilangan merupakan suatu peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat
unik secara individual. Kehilangan dalam suatu situasi aktual maupun
potensial dapat dialami oleh individu ketika berpisah dari suatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian ataupun keseluruhan atau terjadi perubahan
dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu
individu tersebut akan meninggal dunia . Kematian merupakan suatu hal yang
alami. Saat terjadinya kematian merupakan saat-saat yang tidak diketahui
waktunya. Kematian dapat terjadi singkat dan tidak terduga seperti seorang
anak yang meninggal akibat kecelakaan, kematiaan dapat berlangsung mendadak
dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya seseorang yang pingsan
dan dalam waktu 24 jam sudah meninggal, kematian dapat diperkirakan
sebelumnya melalui diagnosis medis tetapi saat kematian itu sendiri biasa
terjadi mendadak,atau pasien dapat mengalami dahulu stadium terminal
penyakit dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa hari hingga
berbulan-bulan.
Kematian dari masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi
terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon
terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya kerja otak secara
menetap. Namun demikian, kemajuan dalam teknologi kedokteran berlangsung
sedemikian cepat sehingga kalau satu atau lebih sistem tubuh tidak
berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya” dengan
bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan dengan pengangkatan
organ tubuh untuk bedah transplantasi.
Dengan memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses
kehidupan akan membantu perawat dalam memberikan respon terhadap kebutuhan
pasien dengan lebih murah hati.
B.
Tujuan
Untuk membantu mahasiswa dalam melakukan perawatan jenazah.
C.
Manfaat
Agar mahasiswa keperawatan dapat melakukan tindakan perawatan jenazah
dengan baik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Kematian
Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan
mengalaminya. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak,
remaja, dewasa, lansia dan akhirnya mati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi,
dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal,
ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik otak, atau dapat juga
dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap. Terdapat beberapa perubahan tubuh
setelah kematian, diantaranya :
1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi
panas, sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya
perbedaan panas antara mayat dan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya
d. Aliran udara, kelembaban udara
e. Aktivitas sebelum meninggal, konstitusi tubuh
f. Sebab kematian, posisi tubuh
2. Livor mortis (Lebam mayat)
Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti
mengakibatkan stagnasi maka darah menempati daerah terbawah sehingaa tampak
bintik merah kebiruan.
3. Rigor mortis (Kaku mayat)
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan
serabut otot.
Tahapan tahapan rigor mortis:
a. 0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
b. 6 jam : Kaku lengkap
c. 12 jam : kaku menyeluruh
d. 36 j am : relaksasi sekunder
4. Dekomposisi ( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami
dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri, maupun
karena autolisis. Skala waktu terjadinya pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut kanan bawah (caecum).
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut kanan bawah (caecum).
Mekanisme:
Degradasi jaringan oleh bakteri → H2S, HCN, AA, asam lemak
H2S + Hb → HbS (hijau kehitaman).
H2S + Hb → HbS (hijau kehitaman).
Faktor yang mempengaruhi pembusukan:
a. Mikroorganisme
b. Suhu optimal (21 – 370C)
c. Kelembaban tinggi→cepat
d. Sifat mediumnya udara=air=tanah=(1:2:8)
e. Umur bayi, anak, ortu → lambat
f. Kostitusi tubuh : gemuk (cepat)
g. Keadaan waktu mati kematian :edema(cepat), dehidrasi(lambat)
h. Sebab kematian : radang (cepat)
Jenazah adalah seseorang yang meninggal karena penyakit. Perawatan jenazah
adalah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk menyiapkan jenazah
untuk diperlihatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan, transportasi
ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan barang-baran) milik
pasien. Perawatan jenazah biasanya dilakukan karena ditundanya
penguburan/kremasi, misalnya untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di
luar kota atau di luar negeri.
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan
selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya
dan agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama
perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang
sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit
seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat
diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti
misalnya mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu
diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh
manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal,
virus pun akan mati.
B.
Jenis Kematian
Berikut ini terdapat beberapa definisi mengenai kematian sebagai berikut :
1. Mati klinis
Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah
henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti,
tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian inilah, pemulaian
resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital
termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.
2. Mati biologis (kematian semua organ)
Mati biologis selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi
jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis
merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak
yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti
oaleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa
jam atau hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik
yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat,
ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu
terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup
lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak
bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja
pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang
terus berlangsung sesudah jantung pertama kali berhenti mengakibatkan
kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain, hasil akhir henti
jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak ( sudden death). Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel)
ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel (intractable,
garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah
dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal.
3. Mati serebral (kematian korteks)
Mati serebral adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak (MO,kematian otak total) adalah mati serebral
ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah
dan batang otak.
C.
Penyebab Kematian
Penyebab kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya
manusia ke dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak
berfungsinya organ tertentu dari tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
1. berhentinya pernafasan
2. matinya jaringan otak
3. tidak berdenyutnya jantung
4.adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi
pernafasan/paru-paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah
terbukti terjadi kematian batang otak. Dengan demikian, kematian berarti
berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak pada suatu
makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan.
Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu
baka.
D.
Tanda Kematian
1. Tanda Kematian Tidak Pasti
a. Berhentinya sistim pernafasan dan sistim sirkulasi.
Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan
paru berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi
kesalahan diagnosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan cara
mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx dimana
denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas
terhenti, selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang
berbeda-beda dapat juga disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak
adekwat, denyut nadi yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak
terjadi hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung
masih berdenyut selama 15 menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang
gantungan.
b. Kulit yang pucat
Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi
darah sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka
akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit muka tampak
menjadi lebih pucat.
Akan tetapi ini bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya. Kadang-kadang
kematian dihubungkan dengan spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
Pada mayat yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat
tertentu (misalnya karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan
bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.(4,8)
c. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos
akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi
pada stadium ini disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah
yang menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila tidak ada
penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot
wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari
umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan
iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila
menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai
akibat hubungan seksual perani/anus corong.
d. Perubahan pada mata
Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang
menyebabkan kornea menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negatif .
Hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan karena kegagalan
kelenjar lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan pada kornea akan
timbul beberapa jam setelah kematian tergantung dari posisi kelopak mata,
akan tetapi kornea akan tetap menjadi keruh tanpa dipengaruhi apakah
kelopak mata terbuka atau tertutup. Walaupun sering ditemui kelopak mata
tertutup secara tidak komplit, ini terjadi oleh karena kekakuan otot-otot
kelopak mataKekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat dihilangkan
atau diubah kembali walaupun digunakan air untuk membasahinya
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler yang
turun ini mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil kehilangan
bentuk sirkuler setelah mati dan ukurannya pun menjadi tidak sama ,pupil
dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi sampai 9 mm dengan
rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat tidak tergantung dengan
pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai 3 mm.
2. Tanda kematian pasti
Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga
memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti. Tanda-tanda tersebut
dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa:
a. Lebam mayat / Livor Mortis(hipostatis/lividitas paska mati)
b. Kaku mayat (rigor mortis)
c. Penurunan suhu tubuh
d. Pembusukan
e. Mummifikasi
f. Adiposera
E.
Perubahan pada tubuh setelah kematian
Perubahan pada tubuh mayat adalah dengan melihat tanda kematian pada tubuh
tersebut. Perubahan dapat terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa
menit kemudian, misalnya:
1. Kerja jantung dan peredaran darah terhenti,
2. Pernapasan berhenti,
3. Refleks cahaya dan kornea mata hilang,
4. Kulit pucat,
5. Terjadi relaksasi otot.
F.
Tindakan Perawat Dalam Menangani Jenazah
Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan
sebaik-baiknya. Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain,
seseorang telah diperlakukan secara manusiawi dan sama seperti orang lain.
Seorang perawat harus memperlakukan tubuh jenazah dengan hormat. Sebelum
kematian terjadi, anggota tubuh harus diikat dan kepala dinaikkan ke atas
bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membasuhnya dengan air hangat secara
perlahan. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasien harus dicuci dan
dibersihkan rawatan posmortem,
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem. Hal ini
dapat menjadi tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah melakukannya
apabila bekerja sama dengan staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang harus
diperhatikan :
1. Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap
orang yang masih hidup.
2. Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai
petugas kamar jenazah tiba.
3. Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan
postmortem.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari perawatan jenazah yaitu :
Adapun kesimpulan dari perawatan jenazah yaitu :
1. Perawatan jenazah dilakukan untuk membersihkan pasien yang baru
meninggal serta memberikan penghormatan terakhir kepada pasien selama
dirawat di rumah sakit.
2. Jenazah yang belum langsung dikuburkan akan diawetkan dengan pemberian
bahan kimia tertentu untuk menghambat terjadinya pembusukan serta menjaga
penampilan jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
Pengawetan jenazah dapat dilakukan pada jenazah yang dalam beberapa hari
tidak dikubur.
3. Dalam perawatan jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit
serta keluarga yang bersangkutan dan dilaksanakan oleh petugas yang mahir
dalam hal tersebut.
B. Saran
1. Lakukan perawatan jenazah sesuai dengan standar protokol.
2. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca yang membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.
EmoticonEmoticon