BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintregitas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti
proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur
(Brunner& Suddarth, 2008; dikutip Riyadi 2014). Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang
untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ
tubuh atau bahkan menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstermitas
permanen selain itu komplikasi awal dapat berupa infeksi dan troboemboli
(emboli fraktur juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah
cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka
harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur).
Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan
klien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara
bertahap melalui mobilisasi bagian fraktur . metode yang dapat dilakukan
diantaranya dengan bidai, gips dan traksi.
Bidai adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahamatau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi). Gips merupakan fiksasi eksternal yang terbuat dari plaster of paris, fiber glass dan plastic yang disediakan dalam bentuk golongan verban yang dipakai untuk immobilisasi. Sedangkan traksi adalah suatu mekanisme dimana terjadi penarikan yang teratur dan terus menerus dipasang pada anggota tubuh yang mengalami patah tulang (Long, 1996).
Bidai adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahamatau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi). Gips merupakan fiksasi eksternal yang terbuat dari plaster of paris, fiber glass dan plastic yang disediakan dalam bentuk golongan verban yang dipakai untuk immobilisasi. Sedangkan traksi adalah suatu mekanisme dimana terjadi penarikan yang teratur dan terus menerus dipasang pada anggota tubuh yang mengalami patah tulang (Long, 1996).
Pemasangan bidai, gips dan traksi bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Komplikasi yang terjadi umumnya berupa infeksi, penekanan
local, traksi yang berlebihan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi fraktur
2. Apa saja etiologi fraktur
3. Apa saja penatalaksanaan fraktur
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi fraktur
2. Mengetahui etiologi terjadinya fraktur
3. Mengetahui penatalaksanaan fraktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
dan biasanya disertai cedera. Fraktur biasanya terjadi karena benturan
tubuh, jatuh, atau kecelakaan. Patah tulang dapat terjadi pada waktu
kegiatan biasa atau karena benturan ringan, lemah tulang karena penyakit
seperti kanker tingkat primer, adnya metastase kanker atau osteoporosisi.
Yang demikian disebut tulang mengalami colaps. Tulang bisa patas karena
otot-ototnya tidak dapat mengabsorbsi energy, dan hal ini sering terjadi.
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang berisiko tinggi untuk
patah tulang adalah orang lanjut usia, orang yang bekerja membutuhkan
keseimbangan, masalah gerakan, pekerja yang berisiko tinggi dan orang-orang
yang mengalami kecelakaan ( Long, 1996). Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed), apabila tulang yang patah tidak tampak dari
luar.
2. Patah tulang terbuka (patah tulang majemuk), apabila tulang yang patah
tampak dari luar karena tulang telah menembus kulit atau kelit mengalami
robekan.
3. Patah tulang kompresi (patah tulang karena penekanan), merupakan akibat
dari tenaga yang menggerakkan sebuah tulang yang melawan tulang lainya atau
tenaga yang melawan panjangnya tulang. Sering terjadi pada wanita lanjut
usia yang tulang belakangnyamenjadi rapuh karena osteoporosis.
4. Patah tulang karena tergilas, tenaga yang sangat hebat menyebabkan
beberapa retakan sehingga menjadi beberapa pecahan tulang. Jika aliran
darah ke bagian tulang yang terkena mengalami gangguan, maka penyembuhan
akan berlangsung lama.
5. Patah tulang avulse, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga
menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat. Paling sering
terjadi pada lutut dan bahu tetapi juga terjadi pada tungkai dan tumit.
6. Patah tulang patologis, terjadi jika sebuah tumor telah tumbuh dalam
tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa
mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan tanpa
cedera sama sekali.
B.
Etiologi Fraktur
Menurut Sachdeva (1996, dikutip Hermansyah, 2009), penyebab fraktur dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru
yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
C.
Penatalaksanaan
1. Teknik Imobilisasi (Purwanto, 2015)
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara :
1.1 Pembidaian
Bidai adalah benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
Bidai menurut Long (1996) suatu cara untuk menstabilkan atau menunjang
persendian dalam menggunakan sendi yang benar atau melindungi trauma dari
luar.
1.1.1 Jenis Pembidaian
a. Tindakan pertolongan sementara
· Dilakukan ditempat cedera sebelum kerumah sakit
· Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
· Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan lebih
parah
· Bisa dilakukan oleh siapapun yang telah menguasai teknik dasar pembidaian
b. Tindakan pertolongan definitive
- Dilakukan di fasilitas layangan kesehtan
· Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur atau dislokasi
menggunakan alat atau bahan khusus sesuai standar pelayanan harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
1.1.2 Jenis-Jenis Bidai
a. Bidai keras :merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan
darurat.
b. Bidai traksi :bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari
pembuatannya hanya dipergunakan pleh tenaga yang terlatih khusunya
digunakan untuk patah tulang paha.
c. Bidai improvisasi :bidai yang cukup dibuat dengan bahan yang cukup kuat
dan ringan untuk menopang, pembuatannya sangat tergantung dari bahan
yangtersedia.
d. Gendongan/brbat :pembidaian dengan menggunakan pembalut umumnya berguna
untuk menghentikan pergerakan daerah cidera.
2. Teknik Reposisi
Teknik reposisi adalah penempatan kembali posisi tulang seperti semula atau
penempatan keposisi yang berbeda atau baru. Teknik reposisi terdiri dari 2
jenis (Ayu, 2012), yaitu :
2.1 Traksi
Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh yang
dilakukan dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot
1) Axis traksi
Traksi sepanjang sumbu seperti sumbu pelvis pada obstetric
2) Traksi elastic
Traksi dengan tenaga elastic atau dengan menggunakan bahan elastic.
3) Traksi skeletal
Traksi yang dipasang secara langsung pada tulalang panjang dengan
menggunakan kawat atau pen.
4) Traksi kulit
Penarikan tulang yang patah melalui kulit dengan menggunakan skin traksi,
plester
misal : traksi Buck yaitu traksi yang paling sederhana dan dipasang untuk
jangka waktu yang pendek.
2.2 Gips
Gips merupakan mineral yang terdapat dalam alam berupa batu putih yang
mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat imobilisasi
eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat dari alam dengan
formula khusus dengan tipe plaster atau fiberglass (Ayu, 2012).
2.2.1 Jenis-Jenis Gips
a. Gips lengan pendek
Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan tetapak
tangan,melingkar erat didasar ibu jari
b. Gips lengan panjang
Gips ini dipasang memanjang dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah
progsimal lipatan telapak tangan
c. Gips tungkai pendek
Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki, kaki
dalam sudut tegak lurus pada posisi netral
d. Gips tungkai panjang
Gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai
dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
2.2.2 Bahan-Bahan Gips
a. Plester
Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus
b. Nonplester
Secara umum seperti gips fiberglass, bahan poliuretan yang diaktifasi air
ini mempunyai kelebihan yang lebih ringan , tahan air dan tidak mudah
pecah.
c. Nonplester berpori-pori
Memiliki kelebihan tidak merusak pori-pori kulit, gips tidak lunak terkena
air, jika basah dapat dikeringkan dengan pengering rambut.
2.2.3 Bentuk-Bentuk Pemasangan Gips
a. Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau duapertiga lingkaran
permukaan anggota gerak
b. Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi anteroposterior anggota
gerak sehingga merupakan gips yang hampir melingkar
c. Gips sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak
d. Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk
menumpu atau berjalan pada patah tulang anggota gerak bawah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan
jaringan yang terputus. Tulang memiliki daya lentur dengan kekuatan yang
memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi
fraktur. Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stress kronis dan
berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.
Penatalaksanaan terhadap fraktur dapat berupa imobilisasi dan reposisi
yaitu berupa bidai dan trasi beserta gips.
B. Saran
Sebagai penulis yang memiliki banyak keterbatasan dalam penulisan
diharapkan bagi pembaca untuk dapat mencari literature lain sebagai
pelengkap dalam menggunakan makalah yang telah penulis buat. Semakin banyak
literature yang dibaca maka semakin komplek ilmu mengenai fraktur yang
pembaca dapatkan.
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Bidai
|
||
Tanggal terbit | Disahkan oleh
Ka. Prodi PSIK |
|
Pengertian | Memasang alat yang bersifat kaku maupun fleksibel untuk immobilisasi (mempertahankan kedudukan tulang) | |
Tujuan | · Mencegah pergerakan tulang yang patah
· Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang · Mengurangi rasa sakit · Mengistirahatkan daerah fraktur |
|
Indikasi | · Patah tulang terbuka atau tertutup
· Diskolasi persendian · Multiple trauma |
|
Kontra indikasi | · Gangguan sirkulasi atau berat pada distal daerah fraktur
· Luka terinfeksi · Resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit |
|
Alat dan bahan | · Alat pelindung diri (masker, sarung tangan)
· Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
|
|
Prosedur | · Menggunakan masker berserta sarung tangan
· Memeriksa bagian yang akan dibidai (dilihat, diraba, digerakkan) · Melakukan pembersihan atau perawatan luka, tutup dengan kassa steril · Memilih jenis bidai yang sesuai · Pembindaian meliputi 2 sendi, sendi yan masuk dalam pembidaian adalah sendi bawah dan siatas patah tulang. Misalnya jika tungkai bawah mengalami fraktur maka bidai harus bisa memobilisasi pergelangan kaki maupun lutut · Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur secara hati-hati dan jangan memaksa gerakan, jika sulit diluruskan maka pembidaian dilakukan seadanya · Beri bantalan yang empuk pada anggota gerak yang dibidai · Ikatlah bidai diatas atau di bawah daerah fraktur, jangan mengikat tepat di daerah fraktur dan jangan terlalu kencang. |
Standar Operasional Prosedur (SOP)
GIPS
|
||
Tanggal terbit | Disahkan oleh
Ka. Prodi Hikayati, S.Kep., NS. NIP. |
|
Pengertian | Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras area yang mengalami patah tulang. | |
Tujuan |
|
|
Indikasi |
|
|
Kontra Indikasi | Fraktur terbuka | |
Alat dan Bahan | · Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang
akan di gips
|
|
|
· Siapkan klien dan jelaskan prosedur yang akan dikerjakan.
· Siapkan alat –alat yang akan digunakan untuk pemasangan gips . · Daerah yang akan dipasang gips dicukur, dibersihkan, dan dicuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan diberi krim kulit. · Sokong ekstremiras atau bagian tubuh yang akan digips . · Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang ditentukan dokter selama prosedur.
· Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendur atau terlalu ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpah tindihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap. Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak yang constant dengan bagain tubuh. · Setelah selesai pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotongan gips atau cutter. · Bersihkan partikel bagian gips dari kulit yang terpasang. · Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada gips. · Bersihkan partikel bagian gips dari kulit yang terpasang. · Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada gips. |
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Mardiayana. 2012. Pelaksanaan pada Fraktur. http://blogspotkeperawatan.com
(diunduh 7 Oktober 2015)
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung:
Universitas Padjajaran
Makalah Balut Bidai. 2013. http://Nursingmusicmovie.com
(diunduh 8 Oktober 2015)
Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan Vol. 2. Jakarta: EGC
Purwanto, Sigit. 2015. Bahan Ajar Keperawatan Medikal Bedah III (PPT). Indralaya.
Universitas Sriwijaya.
Purwanto, Sigit.2015. Pratikum Gips. Indralaya: Universitas
Sriwijaya
Purwanto, Sigit.2015 Penanganan Fraktur.Indralaya: Universitas
Siwijaya
Riyadi, Sujono, 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
SOP Bidai dan Balut. 2012.
http://fourseasonnews.blogspot.co.is/2012/08/SOP-bidai_html
. (diunduh 9Oktober,2015)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintregitas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti
proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur
(Brunner& Suddarth, 2008; dikutip Riyadi 2014). Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang
untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ
tubuh atau bahkan menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstermitas
permanen selain itu komplikasi awal dapat berupa infeksi dan troboemboli
(emboli fraktur juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah
cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka
harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur).
Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan
klien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara
bertahap melalui mobilisasi bagian fraktur . metode yang dapat dilakukan
diantaranya dengan bidai, gips dan traksi.
Bidai adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahamatau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi). Gips merupakan fiksasi eksternal yang terbuat dari plaster of paris, fiber glass dan plastic yang disediakan dalam bentuk golongan verban yang dipakai untuk immobilisasi. Sedangkan traksi adalah suatu mekanisme dimana terjadi penarikan yang teratur dan terus menerus dipasang pada anggota tubuh yang mengalami patah tulang (Long, 1996).
Bidai adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahamatau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi). Gips merupakan fiksasi eksternal yang terbuat dari plaster of paris, fiber glass dan plastic yang disediakan dalam bentuk golongan verban yang dipakai untuk immobilisasi. Sedangkan traksi adalah suatu mekanisme dimana terjadi penarikan yang teratur dan terus menerus dipasang pada anggota tubuh yang mengalami patah tulang (Long, 1996).
Pemasangan bidai, gips dan traksi bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Komplikasi yang terjadi umumnya berupa infeksi, penekanan
local, traksi yang berlebihan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi fraktur
2. Apa saja etiologi fraktur
3. Apa saja penatalaksanaan fraktur
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi fraktur
2. Mengetahui etiologi terjadinya fraktur
3. Mengetahui penatalaksanaan fraktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
dan biasanya disertai cedera. Fraktur biasanya terjadi karena benturan
tubuh, jatuh, atau kecelakaan. Patah tulang dapat terjadi pada waktu
kegiatan biasa atau karena benturan ringan, lemah tulang karena penyakit
seperti kanker tingkat primer, adnya metastase kanker atau osteoporosisi.
Yang demikian disebut tulang mengalami colaps. Tulang bisa patas karena
otot-ototnya tidak dapat mengabsorbsi energy, dan hal ini sering terjadi.
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang berisiko tinggi untuk
patah tulang adalah orang lanjut usia, orang yang bekerja membutuhkan
keseimbangan, masalah gerakan, pekerja yang berisiko tinggi dan orang-orang
yang mengalami kecelakaan ( Long, 1996). Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed), apabila tulang yang patah tidak tampak dari
luar.
2. Patah tulang terbuka (patah tulang majemuk), apabila tulang yang patah
tampak dari luar karena tulang telah menembus kulit atau kelit mengalami
robekan.
3. Patah tulang kompresi (patah tulang karena penekanan), merupakan akibat
dari tenaga yang menggerakkan sebuah tulang yang melawan tulang lainya atau
tenaga yang melawan panjangnya tulang. Sering terjadi pada wanita lanjut
usia yang tulang belakangnyamenjadi rapuh karena osteoporosis.
4. Patah tulang karena tergilas, tenaga yang sangat hebat menyebabkan
beberapa retakan sehingga menjadi beberapa pecahan tulang. Jika aliran
darah ke bagian tulang yang terkena mengalami gangguan, maka penyembuhan
akan berlangsung lama.
5. Patah tulang avulse, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga
menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat. Paling sering
terjadi pada lutut dan bahu tetapi juga terjadi pada tungkai dan tumit.
6. Patah tulang patologis, terjadi jika sebuah tumor telah tumbuh dalam
tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa
mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan tanpa
cedera sama sekali.
B.
Etiologi Fraktur
Menurut Sachdeva (1996, dikutip Hermansyah, 2009), penyebab fraktur dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru
yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
C.
Penatalaksanaan
1. Teknik Imobilisasi (Purwanto, 2015)
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara :
1.1 Pembidaian
Bidai adalah benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
Bidai menurut Long (1996) suatu cara untuk menstabilkan atau menunjang
persendian dalam menggunakan sendi yang benar atau melindungi trauma dari
luar.
1.1.1 Jenis Pembidaian
a. Tindakan pertolongan sementara
· Dilakukan ditempat cedera sebelum kerumah sakit
· Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
· Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan lebih
parah
· Bisa dilakukan oleh siapapun yang telah menguasai teknik dasar pembidaian
b. Tindakan pertolongan definitive
- Dilakukan di fasilitas layangan kesehtan
· Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur atau dislokasi
menggunakan alat atau bahan khusus sesuai standar pelayanan harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
1.1.2 Jenis-Jenis Bidai
a. Bidai keras :merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan
darurat.
b. Bidai traksi :bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari
pembuatannya hanya dipergunakan pleh tenaga yang terlatih khusunya
digunakan untuk patah tulang paha.
c. Bidai improvisasi :bidai yang cukup dibuat dengan bahan yang cukup kuat
dan ringan untuk menopang, pembuatannya sangat tergantung dari bahan
yangtersedia.
d. Gendongan/brbat :pembidaian dengan menggunakan pembalut umumnya berguna
untuk menghentikan pergerakan daerah cidera.
2. Teknik Reposisi
Teknik reposisi adalah penempatan kembali posisi tulang seperti semula atau
penempatan keposisi yang berbeda atau baru. Teknik reposisi terdiri dari 2
jenis (Ayu, 2012), yaitu :
2.1 Traksi
Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh yang
dilakukan dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot
1) Axis traksi
Traksi sepanjang sumbu seperti sumbu pelvis pada obstetric
2) Traksi elastic
Traksi dengan tenaga elastic atau dengan menggunakan bahan elastic.
3) Traksi skeletal
Traksi yang dipasang secara langsung pada tulalang panjang dengan
menggunakan kawat atau pen.
4) Traksi kulit
Penarikan tulang yang patah melalui kulit dengan menggunakan skin traksi,
plester
misal : traksi Buck yaitu traksi yang paling sederhana dan dipasang untuk
jangka waktu yang pendek.
2.2 Gips
Gips merupakan mineral yang terdapat dalam alam berupa batu putih yang
mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat imobilisasi
eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat dari alam dengan
formula khusus dengan tipe plaster atau fiberglass (Ayu, 2012).
2.2.1 Jenis-Jenis Gips
a. Gips lengan pendek
Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan tetapak
tangan,melingkar erat didasar ibu jari
b. Gips lengan panjang
Gips ini dipasang memanjang dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah
progsimal lipatan telapak tangan
c. Gips tungkai pendek
Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki, kaki
dalam sudut tegak lurus pada posisi netral
d. Gips tungkai panjang
Gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai
dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
2.2.2 Bahan-Bahan Gips
a. Plester
Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus
b. Nonplester
Secara umum seperti gips fiberglass, bahan poliuretan yang diaktifasi air
ini mempunyai kelebihan yang lebih ringan , tahan air dan tidak mudah
pecah.
c. Nonplester berpori-pori
Memiliki kelebihan tidak merusak pori-pori kulit, gips tidak lunak terkena
air, jika basah dapat dikeringkan dengan pengering rambut.
2.2.3 Bentuk-Bentuk Pemasangan Gips
a. Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau duapertiga lingkaran
permukaan anggota gerak
b. Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi anteroposterior anggota
gerak sehingga merupakan gips yang hampir melingkar
c. Gips sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak
d. Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk
menumpu atau berjalan pada patah tulang anggota gerak bawah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan
jaringan yang terputus. Tulang memiliki daya lentur dengan kekuatan yang
memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi
fraktur. Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stress kronis dan
berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.
Penatalaksanaan terhadap fraktur dapat berupa imobilisasi dan reposisi
yaitu berupa bidai dan trasi beserta gips.
B. Saran
Sebagai penulis yang memiliki banyak keterbatasan dalam penulisan
diharapkan bagi pembaca untuk dapat mencari literature lain sebagai
pelengkap dalam menggunakan makalah yang telah penulis buat. Semakin banyak
literature yang dibaca maka semakin komplek ilmu mengenai fraktur yang
pembaca dapatkan.
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Bidai
|
||
Tanggal terbit | Disahkan oleh
Ka. Prodi PSIK |
|
Pengertian | Memasang alat yang bersifat kaku maupun fleksibel untuk immobilisasi (mempertahankan kedudukan tulang) | |
Tujuan | · Mencegah pergerakan tulang yang patah
· Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang · Mengurangi rasa sakit · Mengistirahatkan daerah fraktur |
|
Indikasi | · Patah tulang terbuka atau tertutup
· Diskolasi persendian · Multiple trauma |
|
Kontra indikasi | · Gangguan sirkulasi atau berat pada distal daerah fraktur
· Luka terinfeksi · Resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit |
|
Alat dan bahan | · Alat pelindung diri (masker, sarung tangan)
· Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
|
|
Prosedur | · Menggunakan masker berserta sarung tangan
· Memeriksa bagian yang akan dibidai (dilihat, diraba, digerakkan) · Melakukan pembersihan atau perawatan luka, tutup dengan kassa steril · Memilih jenis bidai yang sesuai · Pembindaian meliputi 2 sendi, sendi yan masuk dalam pembidaian adalah sendi bawah dan siatas patah tulang. Misalnya jika tungkai bawah mengalami fraktur maka bidai harus bisa memobilisasi pergelangan kaki maupun lutut · Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur secara hati-hati dan jangan memaksa gerakan, jika sulit diluruskan maka pembidaian dilakukan seadanya · Beri bantalan yang empuk pada anggota gerak yang dibidai · Ikatlah bidai diatas atau di bawah daerah fraktur, jangan mengikat tepat di daerah fraktur dan jangan terlalu kencang. |
Standar Operasional Prosedur (SOP)
GIPS
|
||
Tanggal terbit | Disahkan oleh
Ka. Prodi Hikayati, S.Kep., NS. NIP. |
|
Pengertian | Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras area yang mengalami patah tulang. | |
Tujuan |
|
|
Indikasi |
|
|
Kontra Indikasi | Fraktur terbuka | |
Alat dan Bahan | · Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang
akan di gips
|
|
|
· Siapkan klien dan jelaskan prosedur yang akan dikerjakan.
· Siapkan alat –alat yang akan digunakan untuk pemasangan gips . · Daerah yang akan dipasang gips dicukur, dibersihkan, dan dicuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan diberi krim kulit. · Sokong ekstremiras atau bagian tubuh yang akan digips . · Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang ditentukan dokter selama prosedur.
· Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendur atau terlalu ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpah tindihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap. Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak yang constant dengan bagain tubuh. · Setelah selesai pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotongan gips atau cutter. · Bersihkan partikel bagian gips dari kulit yang terpasang. · Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada gips. · Bersihkan partikel bagian gips dari kulit yang terpasang. · Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada gips. |
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Skin Traksi
|
||
Tanggal terbit | Disahkan oleh
Ka. Prodi PSIK Hikayati, S.Kep., Ns. |
|
Pengertian | § Penarikan dengan tekanan yang dilakukan dengan tujuan
spesifik pada bagian tubuh dengan manual atau dengan alat
mekanik
§ Mekanisme dimana terjadi penarikan yang tertaur dan terus menerus di pasang pada anggota badan. § |
|
Tujuan | · Terapi konservatif pada fraktur
ü Reposisi fragmen tulang ü Imobilisasi fragmen tulang ü Imobilisasi sementara ü Mempertahankan gerakan sendi · Terapi penyakit/deformitas tertentu : ü Mengurangi/menghilangkan spasme otot ü Melawan kontraktur sendi ü Melawan kontraktur otot ü Memperbaiki letak sendi panggul pada penyakit CDH |
|
Indikasi | · Digunakan pada anak
· Traksi temporer, hanya untuk beberapa hari, misalnya pre operasi · Fraktur- fraktur yang bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak · Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5kg · Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut |
|
KontraIndikasi | · Trombo emboli
· Absersi, infeksi serta alergi pada kulit · Nekrosis kulit · Odema distal · Obstrusi vaskuler |
|
Alat dan Bahan | · traksi Buck atau traksi Bryant
· Pisau cukur · Balsam perekat · Alat rawat luka · Latrol atau purley
· Kom berisi air putih
|
|
Prosedur | · Cuci tangan dan pasang sarung tangan
· Mengatur posisi tidur pasien supinasi · Bila ada luka dirawat dan ditutup luka · Bila banyak rambut dicukur · Beri tanda batas pemasangan plester menggunakan bolpoint · Beri balsam perekat · Ambil skin traksi kit lalu rekatkan plester pada bagian medial dan lateral kaki secara simetris dengan tetap menjaga immobilitas fraktur · Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur · Masukkan tali pada pulley control · Sambung tali pada beban (1/7 BB) · Pasang bantalan konter traksi atau bantal penyangga kaki · Atur posisi pasien nyaman dan rapikan |
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Mardiayana. 2012. Pelaksanaan pada Fraktur. http://blogspotkeperawatan.com
(diunduh 7 Oktober 2015)
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung:
Universitas Padjajaran
Makalah Balut Bidai. 2013. http://Nursingmusicmovie.com
(diunduh 8 Oktober 2015)
Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan Vol. 2. Jakarta: EGC
Purwanto, Sigit. 2015. Bahan Ajar Keperawatan Medikal Bedah III (PPT). Indralaya.
Universitas Sriwijaya.
Purwanto, Sigit.2015. Pratikum Gips. Indralaya: Universitas
Sriwijaya
Purwanto, Sigit.2015 Penanganan Fraktur.Indralaya: Universitas
Siwijaya
Riyadi, Sujono, 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
SOP Bidai dan Balut. 2012.
http://fourseasonnews.blogspot.co.is/2012/08/SOP-bidai_html
. (diunduh 9Oktober,2015)
EmoticonEmoticon