BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemberian cairan infus merupakan salah satu tindakan untuk mengatasi
masalah atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui
intravena yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh
melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Pemberian
cairan intravena (infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke
dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
menggunakan infus set (Potter, 2005).
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian caian tubuh
dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh
pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa
penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya
yakni sebagai pembawa obat-obatan lain (Lachman, 2008).
Dukungan nutrisi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan terutama untuk
pasien yang sakit kritis oleh karena tindakan bedah ataupun non bedah.
Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh.
Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap
mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau cara
parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah
usus, karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus
berfungsi normal kembali (Ramli, 2009).
Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan
nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat
ringannya penyakit memegang peranan penting dalam menentukan kapan
dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang
dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini dibandingkan
dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien
dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga
sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi
parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan
nutrisinya normal. Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus
mendapatkan dukungan nutrisi 7-14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi
yang adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan
nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu 5-10 hari (Ramli, 2009).
Teknik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan juga harga yang relatif
mahal tetapi jika digunakan dengan benar pada penderita yang tepat, pada
akhirnya akan dapat dihemat lebih banyak biaya yang semestinya keluar untuk
antibiotik dan waktu tinggal dirumah sakit. Berdasarkan uraian diatas
makalah ini akan membahas mengenai standar operasional prosedur pemberian
cairan infus dan nutrisi parenteral dengan baik dan benar.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana cara atau standar
operasional pemasangan, perawatan dan pelepasan infus dan parenteral
feeding (nutrisi parenteral) ?
C.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui dan memahami cara atau standar
operasional pemasangan, perawatan dan pelepasan infus dan parenteral
feeding (nutrisi parenteral).
BAB II
TINJAUAN PUSTKA
A.
Cairan dan Elektrolit
1. Pengertian Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan tubuh agar tetap terjaga dalam
kondisi yang sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan
dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (perlarut) dan zat
tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan.
Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, dan
cairan intravena (iv) dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh
total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya (Tamsuri, 2009).
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok yaitu:
a. Cairan Intraseluler
Cairan intraseluler adalah cairan yang berada didalam sel seluruh tubuh.
b. Cairan Ekstravaskuler
Cairan ekstravaskuler adalah cairan yang berada diluar sel. Cairan ini
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
1) Cairan Intravaskuler (plasma)
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan yang ada didalam sistem
vaskuler.
2) Cairan Interstisial
Cairan interstisial adalah cairan yang terletak diantara sel.
3) Cairan Transeluler
Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler dan sekresi saluran cerna.
2. Fungsi Cairan Tubuh
a. Memberi bentuk pada tubuh
b. Berperan dalam pengaturan suhu tubuh
c. Beperan dlaam berbagai fungsi pelumasan
d. Sebagai bantalan
e. Sebagai pelarut danm transportasi berbagai unsur nutrisi dan elektrolit
f. Media untuk terjadinya berbagai reaksi kimia dalam tubuh
g. Sebagai performa kerja fisik.
B.
Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
1. Ketidakseimbangan Cairan
Ketidakseimbangan cairan meliputi dua kelompok dasar, yaitu gangguan
keseimbangan isotonis dan osmolar. Ketidakseimbangan isotonis terjadi
ketika sejumlah cairan dan elektrolit hilang bersamaan dalam proporsi yang
seimbang. Sedangkan ketidakseimbangan osmolar terjadi ketika kehilangan
cairan tidak diimbangi dengan perubahan kadar elektrolit dalam proporsi
yang seimbang sehingga menyebabkan perubahan pada konsentrasi dan
osmolalitas serum. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat kategori
ketidakseimbangan cairan, yaitu (Tamsuri, 2009):
a. Kehilangan cairan dan elektrolit isotonik
b. Kehilangan cairan (hanya air yang berkurang)
c. Penigkatan cairan dan elektrolit isotonis, dan
d. Penigkatan osmolal (hanya air yang meningkat)
2. Defisit Volume Cairan
Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti in
disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan
cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler
menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler.
Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan
intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan
cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat
cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula
dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari
lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium,
perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisitertentu, seperti
terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat
obstruksi saluran pencernaan (Tamsuri, 2009):
3. Defisit Cairan
Faktor resiko yang menyebabkan defisit cairan adalah (Tamsuri, 2009):
a. Kehilangan cairan berlebih (muntah, diare,dan pengisapan lambung) tanda
klinis : kehilangan berat badan
b. Ketidakcukupan asupan cairan (anoreksia, mual muntah, tidak ada cairan
dan depresi konfusi) tanda klinis : penurunan tekanan darah
4. Dehidrasi
Dehidrasi disebut juga ketidakseimbangan hiiper osmolar, terjadi akibat
kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam
jumlah proporsional, terutama natrium. Kehilangan cairan menyebabkan
peningkatan kadarnatrium, peningkatan osmolalitas, serta dehidrasi
intraseluler. Air berpindah dari sel dan kompartemen interstitial menuju
ruang vascular. Kondisi ini menybabkan gangguan fungsi sel da kolaps
sirkulasi. Orang yang beresiko mengalami dehidrasi salah satunya adalah
individu lansia. Mereka mengalami penurunan respons haus atau pemekatan
urine. Di samping itu lansia memiliki proporsi lemak yang lebih besar
sehingga beresiko tunggi mengalami dehidrasi akibat cadangan air yang
sedikit dalam tubuh.Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan hormon
diuretik sering mengalami kehilangan cairan tipe hiperosmolar. Pemberian
cairan hipertonik juga meningkatkan jumlah solute dalam aliran darah
(Tamsuri, 2009).
5. Kelebihan Volume Cairan (Hipervolemia)
Kelebihan volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan dan
elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang.
Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum
masih normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh
penungkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat
overload cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatispada proses regulasi
keseimbangan cairan. Penyebab spesifik kelebihan cairan, antara lain
(Tamsuri, 2009).
a. Asupan natrium yang berlebihan
b. Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak, terutama pada
klien dengan gangguan mekanisme regulasi cairan.
c. Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan jantung
(gagal ginjal kongestif), gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing
d. Kelebihan steroid.
e. Kelebihan Volume Cairan
Factor resiko :
1) Kelebihan cairan yang mengandung natrium dari terapi intravena Tanda
klinis : penambahan berat badan
2) Asupan cairan yang mengandung natrium dari diet atau obat-obatan Tanda
klinis : edema perifer dan nadi kuat
C.
Infus
1. Pengertian Infus
Infus adalah proses mengekstraksi unsur-unsur substansi terlarutkan
(khususnya obat) atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh.
Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan
pada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai
tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak
dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam
yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa
yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih,
2005 dalam Senja, 2014).
2. Tujuan Pemberian Infus
a. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral
b. Memperbaiki keseimbangan asam-basa
c. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
d. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
e. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
f. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan diistirahatkan
(Setyorini, 2006 dalam Senja, 2015).
3. Macam-macam Cairan Infus
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali
dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai
dengan penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga
dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat
penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis
(Darmawan, 2007 dalam Senja, 2015). Sementara itu Leksana (2010) membagi
jenis cairan yang sering digunakan dalam pemberian terapi intravena
berdasarkan kelompoknya adalah sebagai berikut:
a. Cairan Kristaloid
1) Normal Saline
Normal saline adalah cairan infus yang lebih disukai untuk alkalosis
metabolik hipokloremik dan untuk melarutkan packed red blood cells
sebelum tranfusi.
2) Ringer Laktat (RL)
Ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, kalium klorida,
natrium klorida dan natrium laktat dalam air untuk injeksi.
3) Dekstrosa
Salah satu jenis monosakarida yang merupakan kelompok glukosa yang paling
murni. Dekstrosa merupakan sumber energi yang ditemukan pada tubuh setelah,
metabolisme karbohidrat dan berguna untuk menjaga kestabilan tubuh dan
otak.
4) Ringer Asetat (RA)
Ringer asetat memiliki profil yang serupa dengan ringer laktat. Penggunaan
ringer asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan
gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat.
b. Cairan Koloid
Cairan dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton), merupakan larutan
yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran
kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian
lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih
banyak, dan lebih mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga
cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh
darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah.
Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah
volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan tekanan
osmose plasma. Contohnya adalah sebagai berikut:
1) Albumin: Jenis protein terbanyak didalam plasma yang mencapai kadar 60%.
Berfungsi mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel.
2) HES (Hydroxyetyl Starches): merupakan golongan koloid sintesis yang
paling umum digunakan.
3) Dextran: banyak digunakan untuk operasi atau pengobatan darurat terhadap
shock, untuk meningkatkan volume plasma darah, profilaksis trombosis,
menaikkan volume dan memperbaiki reologikal
4) Gelatin:
4. Macam-macam Ukuran Jarum Infus
Menurut Potter (1999) dalam Darwis (2013) ukuran jarum infus adalah sebagai
berikut:
a. Ukuran 16G warna abu-abu untuk orang dewasa, digunakan untuk bedah mayor
dan trauma.
b. Ukuran 18G warna hijau untuk anak-anak dan dewasa, digunakan untuk
darah, komponen darah dan infus kental lainnya.
c. Ukuran 20G warna merah muda untuk anak-anak dan dewasa, digunakan
kebanyakan untuk cairan infus, darah, dan infus kental lainnya.
d. Ukuran 22G warna biru untuk bayi, anak-anak dan dewasa (lansia),
digunakan untuk sebagaian besar cairan infus.
e. Ukuran 24G warna kuning dan 26G warna putih untuk neonatus, bayi,
anak-anak dewasa (lansia), digunakan untuk sebagian besar cairan infus,
tetapi kecepatan tetesan lebih lambat.
5. Komplikasi Pemasangan Infus
Adapun komplikasi dari pemasangan infus adalah sebagai berikut (Husada,
2012):
a. Hematoma, yaitu darah menggumpal dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena atau kapiler terjadi akibat penekanan yang
kurang tepat saat memasukkan jarum atau tusukan yang berulang pada pembuluh
darah.
b. Infiltrasi, yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
c. Tromboflebitis, yaitu bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi
akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
d. Emboli, yaitu masuknya udara kedalam sirkulasi darah, terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
D.
Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
1. Pengertian Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
Nutrisi parenteral (PN) adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang
diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran
pencernakan. Nutrisi parenteral diberikan apabila usus tidak dipakai karena
sesuatu hal, misalnya: Malformasi Kongenital Intestinal, Enterokolitis
Nekrotikans, dan Distres Respirasi Berat. Nutrisi parsial parenteral
diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat mencukupi
kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan (Senja, 2014).
2. Tujuan Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
a. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak
memungkinkannya saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan makanan.
b. TPN digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat,pancreatitis,
inflammatory bowel syndrome,inflammatory bowel disease, ulcerative colitis,
acute renalfailure, hepatic failure, cardiac disease, pembedahan dan
cancer.
c. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan
katabolisme energi.
3. Jenis-jenis Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
a. Lipids (fat emulsions)
Lipid diberikan sebagai larutan isotonis yang dapat diberikan melalui
venaperifer. Lipid diberikan untuk mencegah dan mengoreksi defisiensi asam
lemak. Sebagian besar berasal dari minyak kacang kedelai yang komponen
utamanya adalah linoleic, oleic, palmitic, linolenic, dan stearic acids.
Jangan menambah sesuatu ke dalam larutan emulsi lemak.
Periksa botol terhadap emulsi yang terpisah menjadi lapisan lapisan atau
berbuih, jika ditemukan,jangan digunakan, dan kembalikan ke farmasi. Jangan
menggunakan IV filter karena partikel di emulsi lemak terlalu besar untuk
mampu melewati filter.
Filter 1.2 μm atau lebih besar digunakan untuk memungkinkan emulsi lemak
lewat melalui filter.
Gunakan lubang angin karena larutan ini tersedia dalam kemasan botol kaca.
Berikan TPN ini pada awalnya 1 ml/menit, monitor vital sign setiap 10 menit
dan observasi efek samping pada 30 menit pertama pemberian.
Jika ada reaksi yang tidak diharapkan, segera hentikan pemberian dan
beritahu dokter.
Jika tidak ada reaksi yang tidak diharapkan, lanjutkan kecepatan pemberian
sesuai resep.
Monitor serum lipid 4 jam setelah penghentian pemberian.
Monitor terhadap tes fungsi hati, untuk mengetahui kegagalan fungsi hati
dan ketidak mampuan hati melakukan metabolism lemak.
b. Karbohidrat
Terutama dalam bentuk glukosa dari 5% (peripheral)sampai dengan 50% -70%
(Centralvenous parenteral).
c. Vitamin
d. Mineral
e. Elektrolit
4. Penghentian Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
Penghentian nutrisi parentral harus dilakukan dengan cara bertahap untuk
mencegah terjadinya rebound hipoglkemia. Cara yang kami anjurkan adalah
melangkah mundur menuju regimen hari pertama. Sementrara nutrisi enteral
dinaikkan kandungan subtratnya. Sesudah tercapai nutrisi enteral yang
adekuat (2/3 dari jumlah kebutuhan energi total) nutrisi enteral baru dapat
dihentikan (Ramli M, 2009).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan
pada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai
tindakan pengobatan dan pemberian makanan. Nutrisi sangat dibutuhkan oleh
setiap manusia tertutama pada pasien-pasien yang sakit untuk pembentukan
energi, akan tetapi pada pasien-pasien dengan kasus tertentu yang sulit
untuk mendapatkan nutrisi secara normal bisa digantikan dengan terapi
intravena parenteral feeding (nutrisi parenteral).
Nutrisi parenteral tidak bertujuan menggantikan kedudukan nutrisi enteral
lewat usus yang normal. Segera jika usus sudah berfungsi kembali, perlu
segera dimulai nasogastric feeding, dengan sediaan nutrisi enteral yang
mudah dicerna. Nutrisi parenteral dapat diberikan dengan aman jika megikuti
pedoman. Karena tubuh penderita perlu waktu adapatasi terhadap perubahan
mekanisme baru maka selama penyesuaian tersebut jangan memberi beban yang
berlebihan.
B.
Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dan
dapat dijadikan salah satu referensi sebagai tugas maupun bahan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Insan. (2011). Perawatan Infus. Diakses dari
http://perawatan-infus.html?m=1
tanggal 10 Oktober 2015.
Darwis, Aprisal. (2013). Abocath (Jarum Infus). Diakses dari
http://www.abcmedika.com/2013/11/abocath-atau-jarum-infus.html?m=0
tanggal 10 Oktober 2015
Darwis, Aprisal. (2014). Prosedur Pemasangan Infus. Diakses dari
http://www.abcmedika.com/2014/04/prosedur-pemasangan-infus.html
tanggal 10 Oktober 2015
Husada, Dian. (2012). Pemasangan Infus. Diakses dari
http://nurohniadianhusada.blogspot.cpm/2012/07/pemasangan-infus_14.html?m=1
tanggal 10 Oktober 2015
Lachman, dkk. (2008). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta:
UI Press.
Leksana, Ery. (2010). Terapi Cairan dan Darah; Semarang;
SMF/Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, RSUP De. Kariadi/ Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Oki. (2014). Cara Melepaskan Infus. Diakses dari
http://okiyp.wordpress.com/2014/10/30/cara-melepaskan-infus/
tanggal 10 Oktober 2015.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta: EGC.
Ramli, Soehatman. (2009). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
Jakarta: Dian Rakyat.
Senja. (2014). Standar Operasional Prosedur Memberikan Nutrisi Parenteral.
Diakses dari
http://vulnus-equatum.blogspot.com/2014/03/standar-operasional-prosedur-sop-25.html
tanggal 9 Oktober 2015.
Tamsuri, Anas. (2009).
Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan Keseimbangan Cairan &
Elektrolit”
. Jakarta: EGC.
.
EmoticonEmoticon