Look at this

Minggu, 18 Maret 2018

Makalah Pemberian infus (cairan IV Line)


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemberian cairan infus merupakan salah satu tindakan untuk mengatasi masalah atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit. Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter, 2005).
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian caian tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan lain (Lachman, 2008).
Dukungan nutrisi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan terutama untuk pasien yang sakit kritis oleh karena tindakan bedah ataupun non bedah. Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh. Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau cara parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus, karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal kembali (Ramli, 2009).
Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal. Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan nutrisi 7-14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu 5-10 hari (Ramli, 2009).
Teknik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan juga harga yang relatif mahal tetapi jika digunakan dengan benar pada penderita yang tepat, pada akhirnya akan dapat dihemat lebih banyak biaya yang semestinya keluar untuk antibiotik dan waktu tinggal dirumah sakit. Berdasarkan uraian diatas makalah ini akan membahas mengenai standar operasional prosedur pemberian cairan infus dan nutrisi parenteral dengan baik dan benar. 

B. Rumusan Masalah
 
Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana cara atau standar operasional pemasangan, perawatan dan pelepasan infus dan parenteral feeding (nutrisi parenteral) ? 

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui dan memahami cara atau standar operasional pemasangan, perawatan dan pelepasan infus dan parenteral feeding (nutrisi parenteral). 


BAB II
TINJAUAN PUSTKA
A. Cairan dan Elektrolit
1. Pengertian Cairan dan Elektrolit
Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan tubuh agar tetap terjaga dalam kondisi yang sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (perlarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (iv) dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya (Tamsuri, 2009).
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok yaitu:
a. Cairan Intraseluler
Cairan intraseluler adalah cairan yang berada didalam sel seluruh tubuh.
b. Cairan Ekstravaskuler
Cairan ekstravaskuler adalah cairan yang berada diluar sel. Cairan ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
1) Cairan Intravaskuler (plasma)
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan yang ada didalam sistem vaskuler.
2) Cairan Interstisial
Cairan interstisial adalah cairan yang terletak diantara sel.
3) Cairan Transeluler
Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler dan sekresi saluran cerna.
2. Fungsi Cairan Tubuh
a. Memberi bentuk pada tubuh
b. Berperan dalam pengaturan suhu tubuh
c. Beperan dlaam berbagai fungsi pelumasan
d. Sebagai bantalan
e. Sebagai pelarut danm transportasi berbagai unsur nutrisi dan elektrolit
f. Media untuk terjadinya berbagai reaksi kimia dalam tubuh
g. Sebagai performa kerja fisik.
B. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
1. Ketidakseimbangan Cairan
Ketidakseimbangan cairan meliputi dua kelompok dasar, yaitu gangguan keseimbangan isotonis dan osmolar. Ketidakseimbangan isotonis terjadi ketika sejumlah cairan dan elektrolit hilang bersamaan dalam proporsi yang seimbang. Sedangkan ketidakseimbangan osmolar terjadi ketika kehilangan cairan tidak diimbangi dengan perubahan kadar elektrolit dalam proporsi yang seimbang sehingga menyebabkan perubahan pada konsentrasi dan osmolalitas serum. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat kategori ketidakseimbangan cairan, yaitu (Tamsuri, 2009):
a. Kehilangan cairan dan elektrolit isotonik
b. Kehilangan cairan (hanya air yang berkurang)
c. Penigkatan cairan dan elektrolit isotonis, dan
d. Penigkatan osmolal (hanya air yang meningkat)
2. Defisit Volume Cairan
Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti in disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisitertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan (Tamsuri, 2009):
3. Defisit Cairan
Faktor resiko yang menyebabkan defisit cairan adalah (Tamsuri, 2009):
a. Kehilangan cairan berlebih (muntah, diare,dan pengisapan lambung) tanda klinis : kehilangan berat badan
b. Ketidakcukupan asupan cairan (anoreksia, mual muntah, tidak ada cairan dan depresi konfusi) tanda klinis : penurunan tekanan darah
4. Dehidrasi
Dehidrasi disebut juga ketidakseimbangan hiiper osmolar, terjadi akibat kehilangan cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama natrium. Kehilangan cairan menyebabkan peningkatan kadarnatrium, peningkatan osmolalitas, serta dehidrasi intraseluler. Air berpindah dari sel dan kompartemen interstitial menuju ruang vascular. Kondisi ini menybabkan gangguan fungsi sel da kolaps sirkulasi. Orang yang beresiko mengalami dehidrasi salah satunya adalah individu lansia. Mereka mengalami penurunan respons haus atau pemekatan urine. Di samping itu lansia memiliki proporsi lemak yang lebih besar sehingga beresiko tunggi mengalami dehidrasi akibat cadangan air yang sedikit dalam tubuh.Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan hormon diuretik sering mengalami kehilangan cairan tipe hiperosmolar. Pemberian cairan hipertonik juga meningkatkan jumlah solute dalam aliran darah (Tamsuri, 2009).
5. Kelebihan Volume Cairan (Hipervolemia)
Kelebihan volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan dan elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang. Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh penungkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatispada proses regulasi keseimbangan cairan. Penyebab spesifik kelebihan cairan, antara lain (Tamsuri, 2009).
a. Asupan natrium yang berlebihan
b. Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak, terutama pada klien dengan gangguan mekanisme regulasi cairan.
c. Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan jantung (gagal ginjal kongestif), gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing
d. Kelebihan steroid.
e. Kelebihan Volume Cairan
Factor resiko :
1) Kelebihan cairan yang mengandung natrium dari terapi intravena Tanda klinis : penambahan berat badan
2) Asupan cairan yang mengandung natrium dari diet atau obat-obatan Tanda klinis : edema perifer dan nadi kuat
C. Infus
1. Pengertian Infus
Infus adalah proses mengekstraksi unsur-unsur substansi terlarutkan (khususnya obat) atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh. Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih, 2005 dalam Senja, 2014).
2. Tujuan Pemberian Infus
a. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral
b. Memperbaiki keseimbangan asam-basa
c. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
d. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
e. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
f. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan diistirahatkan (Setyorini, 2006 dalam Senja, 2015).
3. Macam-macam Cairan Infus
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis (Darmawan, 2007 dalam Senja, 2015). Sementara itu Leksana (2010) membagi jenis cairan yang sering digunakan dalam pemberian terapi intravena berdasarkan kelompoknya adalah sebagai berikut:
a. Cairan Kristaloid
1) Normal Saline
Normal saline adalah cairan infus yang lebih disukai untuk alkalosis metabolik hipokloremik dan untuk melarutkan packed red blood cells sebelum tranfusi.
2) Ringer Laktat (RL)
Ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, kalium klorida, natrium klorida dan natrium laktat dalam air untuk injeksi.
3) Dekstrosa
Salah satu jenis monosakarida yang merupakan kelompok glukosa yang paling murni. Dekstrosa merupakan sumber energi yang ditemukan pada tubuh setelah, metabolisme karbohidrat dan berguna untuk menjaga kestabilan tubuh dan otak.
4) Ringer Asetat (RA)
Ringer asetat memiliki profil yang serupa dengan ringer laktat. Penggunaan ringer asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat.
b. Cairan Koloid
Cairan dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton), merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose plasma. Contohnya adalah sebagai berikut:
1) Albumin: Jenis protein terbanyak didalam plasma yang mencapai kadar 60%. Berfungsi mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel.
2) HES (Hydroxyetyl Starches): merupakan golongan koloid sintesis yang paling umum digunakan.
3) Dextran: banyak digunakan untuk operasi atau pengobatan darurat terhadap shock, untuk meningkatkan volume plasma darah, profilaksis trombosis, menaikkan volume dan memperbaiki reologikal
4) Gelatin:
4. Macam-macam Ukuran Jarum Infus
Menurut Potter (1999) dalam Darwis (2013) ukuran jarum infus adalah sebagai berikut:
a. Ukuran 16G warna abu-abu untuk orang dewasa, digunakan untuk bedah mayor dan trauma.
b. Ukuran 18G warna hijau untuk anak-anak dan dewasa, digunakan untuk darah, komponen darah dan infus kental lainnya.
c. Ukuran 20G warna merah muda untuk anak-anak dan dewasa, digunakan kebanyakan untuk cairan infus, darah, dan infus kental lainnya.
d. Ukuran 22G warna biru untuk bayi, anak-anak dan dewasa (lansia), digunakan untuk sebagaian besar cairan infus.
e. Ukuran 24G warna kuning dan 26G warna putih untuk neonatus, bayi, anak-anak dewasa (lansia), digunakan untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat.
5. Komplikasi Pemasangan Infus
Adapun komplikasi dari pemasangan infus adalah sebagai berikut (Husada, 2012):
a. Hematoma, yaitu darah menggumpal dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena atau kapiler terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum atau tusukan yang berulang pada pembuluh darah.
b. Infiltrasi, yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
c. Tromboflebitis, yaitu bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
d. Emboli, yaitu masuknya udara kedalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
D. Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
1. Pengertian Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
Nutrisi parenteral (PN) adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernakan. Nutrisi parenteral diberikan apabila usus tidak dipakai karena sesuatu hal, misalnya: Malformasi Kongenital Intestinal, Enterokolitis Nekrotikans, dan Distres Respirasi Berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan (Senja, 2014).
2. Tujuan Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
a. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak memungkinkannya saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan makanan.
b. TPN digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat,pancreatitis, inflammatory bowel syndrome,inflammatory bowel disease, ulcerative colitis, acute renalfailure, hepatic failure, cardiac disease, pembedahan dan cancer.
c. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan katabolisme energi.
3. Jenis-jenis Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
a. Lipids (fat emulsions)
Lipid diberikan sebagai larutan isotonis yang dapat diberikan melalui venaperifer. Lipid diberikan untuk mencegah dan mengoreksi defisiensi asam lemak. Sebagian besar berasal dari minyak kacang kedelai yang komponen utamanya adalah linoleic, oleic, palmitic, linolenic, dan stearic acids. Jangan menambah sesuatu ke dalam larutan emulsi lemak.
Periksa botol terhadap emulsi yang terpisah menjadi lapisan lapisan atau berbuih, jika ditemukan,jangan digunakan, dan kembalikan ke farmasi. Jangan menggunakan IV filter karena partikel di emulsi lemak terlalu besar untuk mampu melewati filter.
Filter 1.2 μm atau lebih besar digunakan untuk memungkinkan emulsi lemak lewat melalui filter.
Gunakan lubang angin karena larutan ini tersedia dalam kemasan botol kaca. Berikan TPN ini pada awalnya 1 ml/menit, monitor vital sign setiap 10 menit dan observasi efek samping pada 30 menit pertama pemberian.
Jika ada reaksi yang tidak diharapkan, segera hentikan pemberian dan beritahu dokter.
Jika tidak ada reaksi yang tidak diharapkan, lanjutkan kecepatan pemberian sesuai resep.
Monitor serum lipid 4 jam setelah penghentian pemberian.
Monitor terhadap tes fungsi hati, untuk mengetahui kegagalan fungsi hati dan ketidak mampuan hati melakukan metabolism lemak.
b. Karbohidrat
Terutama dalam bentuk glukosa dari 5% (peripheral)sampai dengan 50% -70% (Centralvenous parenteral).
c. Vitamin
d. Mineral
e. Elektrolit
4. Penghentian Parenteral Feeding (Nutrisi Parenteral)
Penghentian nutrisi parentral harus dilakukan dengan cara bertahap untuk mencegah terjadinya rebound hipoglkemia. Cara yang kami anjurkan adalah melangkah mundur menuju regimen hari pertama. Sementrara nutrisi enteral dinaikkan kandungan subtratnya. Sesudah tercapai nutrisi enteral yang adekuat (2/3 dari jumlah kebutuhan energi total) nutrisi enteral baru dapat dihentikan (Ramli M, 2009). 


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan. Nutrisi sangat dibutuhkan oleh setiap manusia tertutama pada pasien-pasien yang sakit untuk pembentukan energi, akan tetapi pada pasien-pasien dengan kasus tertentu yang sulit untuk mendapatkan nutrisi secara normal bisa digantikan dengan terapi intravena parenteral feeding (nutrisi parenteral).
Nutrisi parenteral tidak bertujuan menggantikan kedudukan nutrisi enteral lewat usus yang normal. Segera jika usus sudah berfungsi kembali, perlu segera dimulai nasogastric feeding, dengan sediaan nutrisi enteral yang mudah dicerna. Nutrisi parenteral dapat diberikan dengan aman jika megikuti pedoman. Karena tubuh penderita perlu waktu adapatasi terhadap perubahan mekanisme baru maka selama penyesuaian tersebut jangan memberi beban yang berlebihan.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dan dapat dijadikan salah satu referensi sebagai tugas maupun bahan praktikum. 

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Insan. (2011). Perawatan Infus. Diakses dari http://perawatan-infus.html?m=1 tanggal 10 Oktober 2015.
Darwis, Aprisal. (2013). Abocath (Jarum Infus). Diakses dari http://www.abcmedika.com/2013/11/abocath-atau-jarum-infus.html?m=0 tanggal 10 Oktober 2015
Darwis, Aprisal. (2014). Prosedur Pemasangan Infus. Diakses dari http://www.abcmedika.com/2014/04/prosedur-pemasangan-infus.html tanggal 10 Oktober 2015
Husada, Dian. (2012). Pemasangan Infus. Diakses dari http://nurohniadianhusada.blogspot.cpm/2012/07/pemasangan-infus_14.html?m=1 tanggal 10 Oktober 2015
Lachman, dkk. (2008). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.
Leksana, Ery. (2010). Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, RSUP De. Kariadi/ Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Oki. (2014). Cara Melepaskan Infus. Diakses dari http://okiyp.wordpress.com/2014/10/30/cara-melepaskan-infus/ tanggal 10 Oktober 2015.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.
Ramli, Soehatman. (2009). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.
Senja. (2014). Standar Operasional Prosedur Memberikan Nutrisi Parenteral. Diakses dari http://vulnus-equatum.blogspot.com/2014/03/standar-operasional-prosedur-sop-25.html tanggal 9 Oktober 2015.
Tamsuri, Anas. (2009). Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit” . Jakarta: EGC.
LAMPIRAN
.


EmoticonEmoticon

About