BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan berdasarkan pada keilmuan dan kiat keperawatan.
Keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif
dan ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun
sehat. Perawat pada dasarnya mempunyai fungsi keperawatan yaitu fungsi
mandiri (independen), fungsi ketergantungan (dependen),
fungsi kolaboratif (interdependen) yang ditujukan untuk
memfokuskan pemberian pelayanan kesehatan yang profesional (Kozier, 1991
dikutip Kusnanto, 2004) .
Fungsi perawat yang memiliki resiko dalam pelaksanaannya adalah fungsi dependen, hal ini dikarenakan fungsi dependen merupakan
pengalihan tugas dari dokter kepada perawat yang mana tanggung jawab akan
kesalahan dipegang oleh dokter, tetapi kesalahan dalam setiap tindakan
dipegang oleh perawat. Fungsi dependen ini umumnya berupa tindakan
yang bersifat invasif sehingga kesalahan pada tindakan ini dapat
menyebabkan kerugian bagi klien. Salah satu contoh tindakan keperawatan
dengan lingkup fungsi dependen adalah pemberian obat secara
parenteral. Menurut (Sanders, et.al., 2012) pemberian obat secara
parienteral berupa pemberian obat melalui subkutan (SC), muscular (IM),
vena (IV), dermal atau kutan (IC), dan osteo (IO).
Perawat dalam melaksanakan fungsi dependen ini juga memperhatikan
fungsi independent, karena setiap tindakannya perawat mempunyai
tanggung jawab sendiri misalnya perawat harus mematuhi standar prosedur
tetap dalam pemberian obat, dan mematuhi prinsip benar yang menjadi pedoman
dalam pemberian obat, sehingga resiko terjadinya kesalahan dapat
diminimalisir. Menurut Kee dan Hayes (2006, dikutip Maynafi et. al., 2012) terdapat 10 prinsip benar dalam pemberian obat,
dikenal dengan five plus five rights yaitu: benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar waktu, benar rute, benar pengkajian,
benar pencatatan, hak klien mendapatkan pendidikan atau informasi, benar
evaluasi, dan hak pasien untuk menolak. Sedangkan, Cathleen Mcgovern (1988,
dikutip Maynafi et. al., 2012) menambahkan 2 benar obat lainnya
yaitu waspada terhadap interaksi obat-obat dan waspada terhadap interaksi
obat-makanan, sehingga prinsip pemberian obat menjadi 12 benar obat.
Tindakan keperawatan yang diberikan perawat sebagai bagian dari pemberi
pelayanan yang profesional harus memperhatikan peran dan fungsi dalam
setiap tindakan keperawatan untuk memberikan kualitas pelayanan yang
optimal dan meminimalisir kesalahan dalam setiap tindakan terutama dalam
tindakan keperawatan yang bersifat invasif seperti tindakan pemberian obat
secara parenteral. Sehingga diperlukan sumber pengetahuan dan keterampilan
dalam pelaksanaan pemberian obat baik melalui vena, muscular, subcutan,
cutan dan osteo dalam bentuk teoritis atau Standar Operasional Prosedur
(SOP) dengan juga memperhatikan 12 prinsip benar dalam pemberian obat
secara parenteral.
B. Rumusan Masalah
Tindakan keperawatan yang bersifat invasif cenderung memiliki resiko dalam
pelaksanaannya, sehingga rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat intravena (IV) ?
2. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat intramuscular (IM)
?
3. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Subcutan (SC) ?
4. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intracutan (IC) ?
5. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intraosseous (IO)
?
C. Tujuan
1. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat intravena (IV)
2. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat intramuscular
(IM)
3. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Subcutan (SC)
4. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intracutan (IC)
5. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intraosseous (IO)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemberian obat parenteral
1.
Pengertian Obat
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh semua
mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan dan
menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2006). Obat adalah zat aktif alami maupun
sintesis dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi,
supositoria, salep dan lain-lain dengan dosis atau kadar tertentu dapat
dipergunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa
terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan.
2.
Jenis pemberian obat
Cara pemberian obat mempengaruhi tingkat onset obat terhadap efek yang
terja, tidak hanya itu rute pemberian juga dapat mempengaruhi hasil respon
terapinya. Adapun rute yang pemberian obat menurut Sanders et al.
(2012) adalah sebagai berikut :
a. Enteral route : pemberian obat ini melibatkan saluran
pencernaan (oral,
rectal
atau melalui Gastric Tube )
b. Parenteral route : pemberian obat tanpa melalui saluran
pencernaan
(Intravena, Intramuscular, Subcutan, Intracutan, dan
Intraosseous)
c. Pulmonary route : pemberian melalui inhalasi atau melalui endotraceal
tube.
d. Topical route : pemberian obat melalui permukaan kulit atau
membaran
mukosa.
3.
Pemberian obat parenteral
a.
Intravena (IV)
1)
Pengertian
Memasukkan cairan obat langsung kedalam
pembuluh darah vena
sehingga obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Menurut
Sanders et al. (2012) rute intarvena diberikan secara langsung
kedalam aliran darah. Adapun waktu pemberian obat intravena sampai
mendapatkan efeknya yaitu sekitar 30-60 detik.
2)
Lokasi
Memberikan obat atau injeksi melaui vena dapat secara langsung, di berikan
pada daerah berikut : vena medianan cubitus/cephalika (daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher) ,vena frontalis/temporalis di
daerah frontalis dan temporal dari kepala.
3)
Indikasi
Indikasi pemberian obat melalui vena yaitu sebagai berikut :
a) Klien dengan penyakit berat seperti sepsis. Tujuan pemberian obat
intravena pada kasus ini agar obat langsung masuk ke dalam jalur peredaran
darah. Sehingga memberikan efek lebih cepat dibandingkan memberikan obat
oral.
b) Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas (efektivitas
dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) atau hanya tersedia dalam
sediaan intravena (sebagai obat suntik).
c) Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat menelan
obat (ada sumbatan di saluran cerna atas).
d) Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak – obat masuk
ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
e) Klien dengan kejang-kejang.
f) Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat dalam darah
perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan
langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam
darah tercapai.
4)
Kontraindikasi
Kontraindikasi dalam pemberian obat intravena dalah sebagai berikut :
a) Inflamasi atau infeksi di lokasi injeksi intravena.
b) Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri – vena (A – V shunt)
pada tindakan hemodaliasis (cuci darah).
c) Obat – obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil
yang aliran darahnya lambat (misalnya pembulah vena di tungkai dan kaki).
5)
Bahaya
Bahaya yang mungkin terjadi dalam Pemberian obat atau injeksi intravena
adalah sebagai berikut:
a) Pasien alergi terhadap obat (misalnya mengigil, urticaria, shock,
collaps dll).
b) Pemberian obat intravena juga dapat menyebabkan emboli, infeksi akibat
jarum suntik yang tidak steril dan pembuluh darah pecah.
c) Pada bekas suntikan dapat terjadi abses, nekrose atau hematoma
d) Dapat menimbulkan kelumpuhan.
6)
Keuntungan dan Kerugian
a) Keuntungan : Tidak mengalami tahap absorbsi, maka kadar obat dalam darah
diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikam langsung dengan respon
penderita. Larutan tertentu yang iriatif hanya dapat diberikan dengan cara
ini karena dinding pembuluh darah relative tidak sensitive dan bila di
suntikkan perlahan – lahan obat segera diencerkan oleh darah.
b) Kerugian : Efek toksik mudah terjadi karena keadaan obat yang tinggi
segera mencapai darah dan jaringan. Disamping itu, obat yang di suntikkan
tidak dapat ditarik kembali. Obat dalam larutan minyak yang mengendapkan
konstituen darah dan yang menyebakan hemolisis.
b.
Intramuscular (IM)
1)
Pengertian
Injeksi intramuscular adalah memasukkan atau memberikan obat masuk pada
otot skeletal. Rute Intramuscular memungkinkan absorbsi obat yang lebih
cepat dari pada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot
(Sanders et al., 2012). Salah satu yang harus diperhatikan adalah
pemilihan area suntik yang jauh dari syaraf besar dan pembuluh darah besar.
Adapun waktu pemberian obat subcutan sampai mendapatkan efeknya yaitu
sekitar 10-20 menit. Sedangkan, Jarum untuk injeksi
musculer berukuran 20 – 23 G dan panjangnya 5/8 – 1 ½ inchi.
2)
Lokasi
Lokasi pemberian obat melalui muscular dapat diberikan pada daerah :
i. M. Deltoid , menentukan lokasi dengan palpasi batas bawah
prosesus akromium, yang membentuk basis sebuah segitiga yang sejajar dengan
titik tengah bagian lateral lengan atas. Tempat injeksi terletak dibagian
tengah segitiga sekitar 2.5 sampai 5 cm dibawah prosesus akromium atau
dengan cara menempatkan empat jari diatas otot deltoid, dengan jari teratas
berada disepanjang prosesus akromium. Hati-hati terhadap saraf radialis,
ulnaris dan arteri brakhialis terdapat didalam lengan atas disepanjang
humerus.
ii. M. Dorsogluteal yaitu tempat biasa digunakan injeksi IM,
Daerah dorsogluteus berada dibagian atas luar kuadran ata atas luar bokong,
kira-kira 5 sampai 8 cm dibawah Krista iliaka untuk menemukan lokasinya,
palpasi spina iliaka posterior dan superior dan trokhantor mayor femur.
Sebuah garis khayal ditarik diantara dua penanda anatomi. Tempat injeksi
terletak diatas dan lateral terhadap garis. Pada anak-anak hanya boleh
digunakan jika usia lebih dari 3 tahun.
iii. M. Ventrogluteal, menemukan lokasi ini dengan klien disuruh
berbaring diatas salah satu sisi tubuh dengan menekuk lutut, kemudian cari
otot dengan menempatkan telapak tangan diatas trokanter mayor dan jari
telunjuk pada spina iliaka superior anterior panggul. Tangan kanan
digunakan untuk panggul kiri dan tangan kiri digunakan untuk panggul kanan
. Perawat menunjukan ibu jarinya kearah lipat paha klien dan jari lain
kearah kepala. Tempat injeksi terpajan ketika perawat melebarkan jari
tengah kebelakang sepanjang Krista iliaka kearah bokong. Jari telunjuk,
jari tengah, dan Krista iliaka membentuk sebuah segitiga dan tempat injeksi
berada ditengah segitiga tersebut.
iv. M. Vastus Lateralis yaitu terletak di bagian lateral anterior
paha, pada orang dewasa membentang sepanjang satu tangan diatas lutut
sampai sepanjang satu tangan dibawah trokanter femur atau sepertiga tengah
otot merupakan tempat terbaik injeksi.
3)
Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat melalui subcutan bisa dilakukan pada pasien
yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk
diberikan obat secara oral, pemberian vit.k pada bayi, lokasi injeksi yang
sesuai dengan obat yang diprogramkan, bebas dari infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf besar dibawahnya
(Faradila, 2014).
4)
Kontraindikasi
Kontraindikasi dalam pemberian obat secara intramuskular yaitu: infeksi,
lesi kulit, jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf besar
dibawahnya (Faradila, 2014).
5)
Komplikasi
Komplikasi yang banyak terjadi akibat kesalahan pada injeksi intramuscular
adalah sebagai berikut: abses, necrosis, dan kulit mengelupas, kerusakan
syaraf, nyeri berkepanjangan, dan periositis.
c.
Subcutan (SC)
1)
Pengertian
Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area
bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis (Aziz,
2006). Injeksi subkutan diberikan di bawah kulit ke dalam jaringan ikat
atau lemak di bawah dermis dan hanya untuk volume obat sedikit (0,5 mL atau
kurang) yang tidak mengiritasi jaringan (Sanders et.al.,2012). Jarum untuk
Subcutan berukuran 25 – 27 G dan panjangnya ½ - 7/8 inchi Jarum yang paling
biasa digunakan untuk injeksi subcutan adalah ukuran 25 gauge, 5/8 inci.
Tehnik ini digunakan apabila kita ingin obat yang disuntikan akan
diabsorbsi oleh tubuh dengan pelan dan berdurasi panjang ( slow and sustained absorption). Adapun waktu pemberian obat
subcutan sampai mendapatkan efeknya yaitu sekitar 15-30 menit.
2)
Lokasi
Lokasi injeksi pada subcutan adalah sebagai berikut : lengan atas sebelah
luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha sebelah luar,
daerah dada dan daerah sekitar umbilikus.
3)
Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat melalui subcutan bisa dilakukan pada pasien
diabetes melitus dengan suntik insulin, pasien tidak sadar, tidak mau
bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral,
tidak alergi. Biasanya teknik ini digunakan untuk pemberian vaksin dan tes
tuberculin.
4)
Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian obat melalui subcutan adalah pasien alergi,
infeksi pada kulit dan area injeksi subcutan terdapat luka dan berbulu.
Selain itu, Area injeksi terdapat jaringan yang terluka atau tempat dimana
terjadi edema.
d.
Intracutan (IC)
1)
Pengertian
Pemberian obat melalui intracutan diberikan dibawah dermis, pemberian obat
melalui cutan merupakan cara pertama untuk tes alergi dan pemberian
anastesi lokal. Obat melalui rute ini tidak diabsobsi kedalam sirculasi
umum (Sanders et al., 2012). Keunggulan rute intracutan
untuk test ini penegakan diagnosa adalah bahwa reaksi tubuh terhadap zat
yang disuntikkan mudah dilihat dan berdasarkan studi perbandingan tingkat
reaksi juga diketahui. Jarum untuk Intracutan berukuran 26 G.
2)
Lokasi
Lokasi injeksi obat melalui intracutan dalah sebagai berikut : Lengan
bagian atas, kaki bagian atas, dan daerah disekitar pusar.
3)
Indikasi
Indikasi pemberian obat intracutan adalah klien untuk test alergi (skin
test) yaitu klien yang diresepkan atau diberikan antibiotik untuk pertama
kali dan dapat juga pada klien suspect TB.
4)
Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian obat intracutan yaitu klien yang memilki riwayat
alergi terhadap obat, terdapat luka atau infeksi di sekitar area injeksi.
e.
Intraosseuos (IO)
1)
Pengertian
Kanulasi intraosseous adalah penyisipan jarum ke tulang untuk memungkinkan
pengiriman terapi intravena (obat) dalam situasi darurat. Menurut The Royal Children’s Hospital Melbouren, Rute Intraosseous (IO)
merupakan rute yang efektif untuk resusitasi cairan, pemberian obat dan
evaluasi laboratorium yang dapat dilakukan pada semua kelompok umur dan
tingkat safety yang dapat diterima. Injeksi intraosseous diberikan
langsung kedalam sumsum tulang melalui sistem intraosseous infusion (Sanders et al., 2012).
Menurut County of San Mateo (2009) rute intraosseous (IO)
merupakan sarana alternatif yang efektif memberikan cairan dan obat-obatan
untuk pasien sakit parah yang mana akses obat tidak dapat melalui
intravena. Selain itu IO dapat dianggap upaya pertama pada pasien dengan cardiopulmonary arrest atau pasien kondisi ekstrem yang harus
diberikan cairan atau obat sesegera mungkin.
Menurut Sanders et al. (2012) obat atau agen yang diberikan dengan
metode ini diperkirakan melalui rongga medula tulang, kemudian masuk ke
pembulu vena pada tulang panjang selanjutnya masuk sirkulasi sentral.
Lamanya waktu untuk injeksi masuk ke dalam sirkulasi sistemik diduga sama
bahwa dari rute intravena. Obat darurat diketahui efektif bila diberikan
melalui rute intraosseous seperti amiodarone (cordaron),
epinephrin, atropin, sodium bicarbonat, dopamine, dobutamine, dan lidocaine
2)
Lokasi
Lokasi pada insersi IO baik pada dewasa maupun anak-anak yaitu padaproximal tibia (area penyisipan terletak sekitar 2 cmmedial ke tuberositas tibialis sepanjang aspek datar tibia), distal tibia ( letakkan satu jari
langsung di atas maleolus medial), dan proksimal humerus
(terletak langsung di daerah yang paling menonjol dari tuberkulum
besar).
3)
Indikasi
Indikasi pemberian obat intraoseous yaitu pada klien sebagai berikut :
a) Rute intraosseous direkomendasikan jika tidak ada akses lain setelah dua
menit pertama serangan jantung.
b) Terjadinya shock dekompensasi, akses IO harus dibentuk jika akses
vaskular tidak cepat dicapai (jika upaya lain di akses vena gagal, atau
jika memakan waktu lebih lama dari sembilan puluh detik).
c) Rute IO dilakukan jika akses intravena tidak tercapai (seperti:
diabetes, penyakit ginjal tahap akhir, kanker, HIV/AIDS, kistik fibrosis,
penyakit cardiovaskuler, mutipel sklerosis, hemofilia, rematoid artitis,
penyakit crohn, PPOK, kolitis ulseratif, keracunan obat-obatan, trauma
mayor, henti jantung atau henti nafas, dan sepsis.
d) Setiap pasien Advanced Life Support (Bantuan Hidup lanjutan) yang memerlukan cairan
atau pengobatan medis segera dan harus memiliki setidaknya salah satu dari
berikut: perubahan status mental, respiratory compromise,
ketidakstabilan hemodinamik.
4)
Kontraindikasi
a) Akses intravena yang masih bisa dilakukan
b) Bayi yang baru lahir, di mana akses vena umbilikalis terus menjadi rute
pilihan.
c) Fraktur tulang didaerah yang akan dilakukannya IO
d) Insersi IO tidak dilakukan untuk profilaksis.
e) Riwayat prosedur orthopedic
f) Penyakit tulang didaerah yang akan dilakukannya IO
g) Infeksi atau luka bakar pada daerah insersi IO
5)
Komplikasi
Komplikasi yang memungkinkan terjadi terhadap tindakan pemberian obat
intraosseous adalah sebagai berikut :
a) Emboli
b) Infiltrasi subcutan
c) Fraktur
d) Osteomyelitis (Infeksi tulang)
e) Extravasasi
f) Sindrom Kompartmen
g) Infeksi atau nyeri pada lokasi insersi
h) Nekrosis kulit
B. Prinsif 12 benar obat
Oknum yang memberikan obat-obatan bertanggung jawab atas
kesalahan-kesalahan yang mnungkin terjadi dalam pemberian obat-obatan.
Mereka dapat dituntut atas kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan,
sehingga dalam pelaksanaan pemberian obat kepada klien harus memperhatikan
prinsip benar obat yang telah mengalami perubahan mejadi 12 prinsip benar
pemberian obat.
Prinsip 12 benar obat ini berkembang dari lima tepat yaitu tepat pasien (right client), tepat obat (right drug), tepat dosis ( right dosis), tepat waktu (right time)
dan tepat cara (right route). Menurut Kee dan Hayes (2006, dikutip
Maynafi et. al., 2012); Cathleen Mcgovern (1988, dikutip Maynafi et. al., 2012) terdapat 12 prinsip benar dalam pemberian obat
yaitu: right client (benar pasien), right drug (benar
obat), right dose (benar dosis), right time (benar
waktu), right route (benar rute), right assessment (benar
pengkajian), right documentation (benar pencatatan), client’s right to education (hak klien mendapatkan pendidikan atau
informasi), right evaluation (benar evaluasi),client’s right to refuse (hak pasien untuk menolak), be aware of potential drug-drug (waspada terhadap interaksi
obat-obat) dan drug-food interactions (waspada terhadap interaksi
obat-makanan).
C. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat
1. Tahap Prainteraksi
a. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan obat dengan benar
d. Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
c. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
3. Tahap Kerja
a. Perawat melakukan tindakan perawatan berdasarkan SOP dan memperhatikan
prinsip12 benar
4. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c. Membereskan alat-alat
d. Berpamitan dengan klien
e. Mencuci tangan
f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
BAB III
PEMBAHASAN
A. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intravena
|
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
JUDUL :
PEMBERIAN OBAT INTRAVENA
|
|
|
||
Pengertian | Pemberian obat intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam pembuluh darah vena menggunakan spuit. | |
Tujuan | - Mendapat reaksi yang lebih cepat, sehingga sering
digunakan pada pasien yang sedang gawat darurat . - Menghindari kerusakan jaringan. - Memasukkan obat dalam volume yang lebih besar |
|
Lokasi Injeksi | - lengan (v. medianan cubitus dan v .cephalika).
- tungkai (v. saphenous) - leher (v. jugularis) - kepala (v. frontalis / temporalis) |
|
Indikasi | - Klien dengan penyakit berat seperti sepsis.
- Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas atau hanya tersedia dalam sediaan intravena. - Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat menelan obat - Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi - Klien dengan kejang-kejang. - Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai. |
|
Kontraindikasi | - Inflamasi atau infeksi di lokasi
injeksi intravena. - Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal. - Obat – obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil yang aliran darahnya lambat. |
|
Alat dan bahan | - Spuit sesuai ukuran (Spuit : 2cc-5cc)
- Obat sesuai kebutuhan - Pembendung vena (torniquet) - Sarung tangan sekali pakai - Kapas alkohol atau Kasa steril - Plester - Perlak pengalas - Bak steril - Baki obat - Bengkok - Buku catatan pemberian obat |
|
Prosedur | - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat
pada
pasien) - Menyiapkan obat yang dibutuhkan - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Identifikasi klien - Jelaskan prosedur yang akan dilakukan - Cuci tangan - Atur posisi klien dan pilih area penusukan - Bebaskan daerah yang disuntik dengan cara membebaskan daerah yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian dan apabila tertutup buka atau ke ataskan. - Ambil obat dalam tepatnya dengan spuit sesuai dengan takaran/dosis yang akan di berikan. Bila obat dalam sediaan bubuk maka larutkan dengan cairan pelarut (aquadest steril). Tempatkan obat yang telah diambil pada bak instrumen. - Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan penyuntikan. - Pakai sarung tangan - Desinfeksi dengan kapas alkohol. - Lakukan pengikatan dengan karet pembendung ( torniquet) pada bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan/minta bantuan atau membendung di atas vena yang akan dilakukan penyuntikan. - Ambil spuit yang berisi obat. - Lakukan penusukkan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke pembuluh darah dengan sudut penyuntikan 150 - 300 - Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan obat hingga habis. - Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada daerah penusukkan dengan kapas, dan spuit yang telah digunakan letakkan ke dalam bengkok. - Lepaskan sarung tangan dan masukkan ke bengkok - Tanyakan perasaan klien setelah mendapatkan injeksi intravena. - Cuci tangan, bereskan peralatan yang telah digunakan dan berpamitan dengan klien - Lakukan pendokumentasian |
|
Dokumentasi | Catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada) |
B. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intramuscular
|
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
JUDUL :
PEMBERIAN OBAT INTRAMUSCULAR
|
|||
Pengertian | Injeksi intramuscular adalah memasukkan atau memberikan obat masuk pada otot skeletal. | |||
Tujuan | Pemberian obat kedalam otot sesuai dengan program pengobatan. | |||
Lokasi Injeksi | - M. Deltoid,
- M. Dorsogluteal, - M. Ventrogluteal, - M. Vastus Lateralis. |
|||
Indikasi | - Pasien yang tidak sadar
- Pasien tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, - Lokasi injeksi baik - Pemberian Vit. K pada Bayi |
|||
Kontraindikasi | - Infeksi
- Lesi kulit - Jaringan parut, - Benjolan tulang, - Benjolan otot atau saraf besar dibawahnya |
|||
Alat dan bahan | - Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan (Spuit :3cc)
- Obat sesuai program terapi - Handscoon - Bak Instrumen - Kapas alkohol dalam kom (secukupnya) - Perlak dan pengalas - Plester - Kasa steril - Bengkok |
|||
Prosedur | - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat
pada
pasien) - Menyiapkan obat yang dibutuhkan - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Identifikasi klien - Jelaskan prosedur yang akan dilakukan - Pasang sampiran terutama pada daerah injeksi yang bersifat privasi - Cuci tangan - Atur posisi klien dan pilih area penusukan - Memasang perlak - Pakai handscoon -Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah dalam ke luar diameter ±5cm) - Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit - Memasukkan spuit dengan sudut 90 derajat, jarum masuk 2/3 - Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit - Memasukkan obat yang telah disiapkan dan dimasukkan dalam bak instrumen - Mencabut jarum dari tempat penusukan - Menekan daerah tusukan dengan kasa steril atau kapas - Membuang spuit ke dalam bengkok - Melepaskan handcoon dan memasukkan ke bengkok - Tanyakan perasaan klien setelah mendapatkan injeksi IM - Cuci tangan dan bereskan peralatan yang telah digunakan dan berpamitan dengan klien - Lakukan pendokumentasian |
|||
Dokumentasi | Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan. |
C. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Subcutan
|
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN OBAT SUBCUTAN
|
|||
|
||||
Pengertian | Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis (Aziz, 2006). | |||
Tujuan | Agar obat dapat menyebar dan diserap secara perlahan-lahan (contoh: Injeksi Insulin) | |||
Lokasi Injeksi | - Lengan atas sebelah luar atau 1/3
bagian dari bahu
- Paha sebelah luar - Daerah dada - Daerah sekitar umbilikus. |
|||
Indikasi | - Pasien Diabetes Melitus
- Pasien yang tidak sadar, - Pasien tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. - Tidak alergi. - Pemberian vaksin - Diduga Suspect TB |
|||
Kontraindikasi | - Area injeksi terdapat jaringan yang terluka atau tempat
dimana
terjadi edema. - Infeksi pada kulit - Area injeksi subcutan terdapat luka dan berbulu. |
|||
Alat dan bahan | - Spuit sesuai ukuran (contoh : spuit Insulin 1cc)
- Obat sesuai kebutuhan - Sarung tangan sekali pakai - Kapas alkohol - Kasa steril - Plester - Bak steril - Baki - Bengkok - Buku catatan pemberian obat |
|||
Prosedur | - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat
pada pasien) - Menyiapkan obat dengan benar - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Identifikasi klien - Jelaskan prosedur yang akan dilakukan - Cuci tangan - Atur posisi klien dan pilih area penusukan - Bebaskan daerah yang akan dilakukan injeksi. Bebaskan daerah suntikan bila pasien menggunakan pakaian berlengan - Pakai sarung tangan - Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol - Pegang kapas alkohol dengan jari tengah pada tangan non dominan - Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non dominan dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan tangan dominan,masukkan jarum dengan sudut 450 atau 900 . - Lepaskan tarikan tangan non dominan - Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit. - Jika tidak ada darah,masukan obat perlahan-lahan. Jika ada darah tarik kembali jarum dari kulit tekan tempat penusukan selama 2 menit,dan observasi adanya memar, jika perlu berikan plester, siapkan obat yang baru. - Cabut jarum dengan sudut yang sama ketika jarum dimasukan, sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan. - Jika ada perdarahan, tekan area itu dengan menggunakan kasa steril sampai perdarahan berhenti. - Kembalikan posisi klien - Buka sarung tangan - Letakkan alat yang sudah dipakai kedalam bengkok. - Tanyakan perasaan klien setelah mendapatkan injeksi . - Cuci tangan dan Benarkan peralatan yang telah digunakan dan berpamitan dengan klien - Lakukan pendokumentasian |
|||
Dokumentasi | Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat, serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada) |
D. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intracutan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
JUDUL :
PEMBERIAN OBAT INTRACUTAN
|
||||
|
||||
Pengertian | Pemberian obat dengan cara intracutan adalah pemberian obat dengan caramemasukkan obat kedalam permukaan kulit. | |||
Tujuan | - Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan
dokter. - Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya tuberculin tes). - Menghindarkan pasien dari efek alergi obat ( skin test). |
|||
Lokasi Injeksi | - Lengan bagian atas,
- Kaki bagian atas, - Daerah disekitar pusar. |
|||
Indikasi | - Test alergi (skin test) yaitu klien yang
diresepkan atau diberikan
antibiotik untuk pertama kali. - Klien suspect TB. |
|||
Kontraindikasi | - Klien yang memilki riwayat alergi terhadap obat
- Terdapat luka atau infeksi di sekitar area injeksi. |
|||
Alat dan bahan | - Spuit sesuai ukuran (spuit : Insulin 1cc)
- Obat sesuai kebutuhan - Kapas alkohol - Sarung tangan sekali pakai - Pulpen atau spidol - Bak spuit - Baki obat - Kasa steril - Bengkok - Buku catatan pemberian obat |
|||
Prosedur | - Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat
pada pasien) - Menyiapkan obat dengan benar - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Identifikasi klien - Jelaskan prosedur yang akan dilakukan - Cuci tangan - Atur klien pada posisi yang nyaman - Pilih area penusukan - Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang buka dan ke ataskan. - Pasang perlak/ pengalas di bawah bagian yang disuntik. - Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades (cairan pelarut) kemudian ambil 0,1 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc, dan siapkan pada bak injeksi atau steril. - Pakai sarung tangan - Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan. - Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik. - Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 50 – 200 dengan permukaan kulit. - Semprotkan obat hingga terjadi gelembung atau sekitar 0,1 cc. - Setelah obat telah masuk semua, cabut jarum dengan cepat. Usap perlahan area penusukan dengan kapas alkohol (bila imunisasi, gunakan kapas hangat/steril. Jangan gunakan kapas alkohol). - Jangan massage daerah injeksi - Bila injeksi intrakutan dilakukan untuk test antibiotik, lakukan penandaan pada area penyutikan dengan melingkari area penyuntikan dengan diameter kira- kira 1inchi atau diameter 2,5cm. - Buang spuit pada tempatnya dalam kondisi jarum tertutup. - Buka sarung tangan, cuci tangan dan bereskan alat. - Lakukan pendokumentasian Hasil : - Penilaian reaksi dilakukan 15 menit setelah penyuntikan. Nilai positif jika terdapat tanda tanda rubor, dolor, kalor melebihi daerah yang sudah ditandai, artinya pasien alergi dengan antibiotik Tersebut. - Bila injeksi ditujukan untuk mantoux test ( tuberkulin test), dapat dinilai hasilnya dalam 2 sampai 3 kali 24 jam, positif bila terdapat rubor dolor kalor melebihi diameter 1 cm pada area penyuntikan. |
|||
Dokumentasi | Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan. |
E. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intraosseous
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
JUDUL :
PEMBERIAN OBAT INTRAOSSEOUS
|
||
|
||
Pengertian | Injeksi intraosseous diberikan langsung kedalam sumsum tulang melalui sistem intraosseous infusion (Sanders et al., 2012). | |
Tujuan | - Mendapat reaksi yang lebih cepat, sehingga sering
digunakan pada pasien yang sedang gawat darurat yang tidak bisa melalui akses intravena . |
|
Lokasi Injeksi | - Proximal tibia
- Distal tibia - Proximal Humerus |
|
Indikasi | - Tidak ada akses lain setelah dua menit pertama serangan
jantung
- Terjadinya shock dekompensasi - Kondisi dimana akses intravena tidak tercapai - Setiap pasien Advanced L ife Support (Bantuan Hidup lanjutan) yang memerlukan cairan atau pengobatan medis segera dan memiliki salah satu dari berikut: perubahan status mental, respiratory compromise, ketidakstabilan hemodinamik. |
|
Kontraindikasi | - Akses intravena masih bisa dilakukan
- Bayi yang baru lahir - Fraktur tulang didaerah yang akan dilakukannya IO - Insersi IO tidak dilakukan untuk profilaksis. - Riwayat prosedur orthopedic - Penyakit tulang didaerah yang akan dilakukannya IO - Infeksi atau luka bakar pada daerah insersi IO |
|
Alat dan bahan | - Jarum EZ-IO AD sesuai ukuran (Pink : 15mm,3-39kg untuk
infant
atau anak-anak yang masih kecil; Biru 25mm, 40kg atau lebih untuk anak-anak dan orang dewasa; dan Kuning, 45mm, 40kg atau lebih untuk orang dewasa yang lebih besar dan insersi humerus) - EZ-IO Power Driver - EZ-Connect or peralatan tambahan - IVDF set yang sudah siap - 2% lidocaine (lidocaine pada 100 mg/5 mL) jika diperlukan - Kapas Alcohol - 10 cc normal saline dalam spuit - 2 puit kosong - Handscoon - Bak Instrumen - Bengkok - Perlak |
|
Prosedur | PROSEDUR PEMASANGAN
- Verifikasi data (menghindari kesalahan pemberian obat pada pasien) - Cuci tangan - Menyiapkan obat dengan benar - Menempatkan obat dan peralatan didekat klien dengan benar - Jelaskan prosedur - Pakai Handscoon - Hubungkan spuit yang berisi 10ml NS dengan EZ-Connect. Letakkan di Bak instrumen - Persiapkan IO driver dan Jarum sesuai kebutuhan. - Pilih daerah insersi - Pasang perlak - Desinfeksi dengan kapas alkohol dan buang kapas di bengkok - Sambungkan IO driver dengan jarum sesuai dengan kebutuhan - Pegang IO driver disatu tangan dan pertahankan kaki yang akan diinsersi dengan tangan berlawanan - Posisi IO driver di lokasi insersi dengan jarum pada 90 o ke- permukaan tulang. - Sebelum menyalakan IO driver masukkan jarum kedalam kulit sampai jarum menyentuh tulang, pastikan garis hitam 5mm pada IO drive masih terlihat diatas kulit. - Nyalakan IO driver dan beri tekanan minimal. - Masukkan jarum sampai terjadi perubahan resistansi. - Lepas jarum dari IO driver, - Lepaskan stilet dari kateter dan buang di bengkok - Sambungkan kateter dengan EZ-Connect yang telah disambungkan dengan spuit berisi cairan NS. - Suntikkan 10 ml Normal Salin. - Nilai area yang dilakukan insersi IO - Jika tidak terjadi infiltrasi, lepaskan Spuit dan sambungkan dengan IVDF set (infus cairan atau pemberian obat lainnya). - Lepaskan Handscoon - Cuci tangan dan benarkan peralatan yang telah digunakan. - Lakukan pendokumentasian PROSEDUR PERAWATAN - Aturlah pemberian IVDF sesuai order - Pantau daerah yang di insersi terhadap komplikasi tindakan - Pendokumentasian setiap pemberian obat, komplikasi dan tindakan yang diberikan selama pemberian obat secara IO PROSEDUR PELEPASAN - Jelaskan prosedur tindakan - Cuci tangan dan pasang Handscoon - Hentikan pemberian cairan melalui IVDF - Lepaskan EZ-Connect dari kateter - Gunakan Spuit 10ml untuk membantu melepaskan kateter - Hubungkan Spuit 10ml dengan kateter dan pegang jarum suntik dan terus berputar searah jarum jam dengan menarik lembut kateter keluar (mempertahankan sudut 90 derajat ke tulang). - Buang jarum IO pada wadah yang tepat - Bila diperlukan beri sedikit tekanan pada daerah yang di insersi dengan merekatkan kapas dan plester pada daerah insersi - Benarkan peralatan yang telah digunakan dan berpamitan dengan klien - Cuci tangan dan lakukan pendokumentasian |
|
Dokumentasi | Catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada) |
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Perawat Sebagai bagian pelayanan kesehatan yang profesional harus mampu
menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Tindakan perawatan dalam pemberian
obat baik secara Intra vena, intramuscular, subcutan, intracutan maupun
intraosseous tidak hanya mampu melakukan tindakan esuaidengan standar
operasional prosedur tetapijuga prinsip yang mendasari pemberian tindakan
seperti prinsi 12 benar obat. Perawat dalam tindakannya dituntut berpikir
kritis yaitu dengan mempertimbangkan tujuan dari tindakan serta indikasi
dan kontraindikasi dari tindakan yang dilakukan.
B. Saran
Sebaiknya perawat dalam menjalankan fungsinya memperhatikan fungsi dan
perannya dengan terus memperhatikan standar dalam setiap tindakan perawat
serta mampu berpikir kritis untum memberikan pelayanan kesehatan yang
optimal
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz.H. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba
Medika
County of San Mateo. (2009). Intraosseous Infusion Adult and Pediatric-
EZIO. (Online),
(http://www.smchealth.org/sites/default/files/pictures/EMS/EMS_Proc_8_IO_3_29_
2012.pdf, diakses pada 11 Oktober 2015)
Faradila, W. (2014). Laporan Pendahuluan Injeksi Intramuscular.
Nganjuk : Akbid
Wiyata Mitra Husada
Kusnanto. (2004). Pengantar profesi dan praktik keperawatan profesional. Jakarta :
EGC
Sanders et al., (2012). Mosby’s paramedic text book. USA : Ascend
Learning Company.
Syamsuni. (2006). Farmasetika dasar dan hitungan farmasi. Jakarta
: EGC
EmoticonEmoticon