Look at this

Sabtu, 21 Juli 2018

MAKALAH TENTANG TRIAGE

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Triage sebagai upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat.

Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triage modern yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey (1766 – 1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. System tersebut memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.

Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan. Pada perang dunia I, pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan triage dimana korban dirawat pertama kali dilapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk perawatan yang lebih baik. Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke medan perang.

Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hamper 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai system triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan.

Sistem triase biasanya sering ditemukan pada perawatan gawat darurat di suatu bencana. Dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien. Misalnya ada beberapa orang pasien yang harus ditangani oleh perawat tersebut.dimana setiap pasien dalam kondisi yang berbeda. Jadi perawat harus mampu menggolongkan pasien tersebut dengan sistem triase.

1.2 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengertian dan triage

b. Untuk mengetahui tujuan triage

c. Untuk mengetahui klasifikasi triage

d. Untuk mengetahui pengambilan keputusan dalam triage

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Triage

Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sederhana yang intensif.

Sistem triase biasanya sering ditemukan pada perawatan gawat darurat di suatu bencana. Misalnya ada beberapa orang pasien yang harus ditangani oleh perawat tersebut.dimana setiap pasien dalam kondisi yang berbeda. Jadi perawat harus mampu menggolongkan pasien tersebut dengan sistem triase. Pasien pertama kondisinya sudah tidak mungkin untuk diselamatkan lagi ( sudah meninggal), terdapat luka parah atau kebocoran di kepala, sehingga pasien tersebut digolongkan pada triase lampu hitam. pasien kedua kondisinya mengalami patah tulang, luka-luka dan memar pada tubuhnya, sehingga pasien berteriak, mungkin karena kejadian yang membuat pasien syok, maka pasien diklasifikasikan pada triase lampu hijau, tidak perlu penanganan cepat. Selanjutnya ditemui pasien dengan kondisi lemah, kritis, nadi lemah, serta pernafasan yang sesak. Maka pasien ini lah yang sangat membutuhkan pertolongan pada saat itu, yang tergolong pada triase lampu merah. Karena jika tidak diselamatkan, nyawa pasien bisa tidak tertolong lagi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga perawat benar-benar memberikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan, dimana keadaan pasien sangat mengancam nyawanya, namun dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut. Tidak membuang wakunya untuk pasien yang memang tidak bisa diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien yang membutuhkan.

2.2 Tujuan Triage

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.

Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :

  1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
  2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
  3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat

Sistem Triage dipengaruhi:

  1. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
  2. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
  3. Denah bangunan fisik unit gawat darurat
  4. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

2.3 Klasifikasi Triage

Klasifikasi berdasarkan pada :

a. pengetahuan

b. data yang tersedia

c. situasi yang berlangsung

Kode Warna International Dalam Triage :

Sistem triage dikenal dengan system kode 4 warna yang diterima secara internasional. Merah menunjukan perioris tinggi perawatan atau pemindahan, kuning menandakam perioritas sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk kasus kematian atau pasien menjelang ajal. Perawat harus mampu mampu mengkaji dan menggolongkan pasien dalam waktu 2 – 3 menit.

1. Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat)

Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, perdarahan berat, pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol)

  • Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
  • Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
  • Fraktur terbuka dan fraktur compound

· Luka bakar > 30 % / Extensive Burn

  • Shock tipe apapun

2. Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang)

Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area critical care.

  • Trauma thorax non asfiksia
  • Fraktur tertutup pada tulang panjang

· Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW )

  • Cedera pada bagian / jaringan lunak

3. Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan)

Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama, kondisi yang timbul sudah lama, area ambulatory / ruang P3.

  • Minor injuries
  • Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan

4. Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal)

  • Tidak ada respon pada semua rangsangan
  • Tidak ada respirasi spontan
  • Tidak ada bukti aktivitas jantung
  • Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

2.4 Proses Pengambilan Keputusan dan Tria g e

Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dan integral pada medis dan praktik keperawatan. Penilaian klinis tentang pasien membutuhkan baik pemikiran dan intuisi, dan keduanya harus didasarkan pada professional,pengetahuan dan keterampilan. Banyak praktisi berpendapat bahwa pengambilan keputusan kritis adalah hanya sekitar akal sehat dan pemecahan masalah, dan sampai batas tertentu mereka sudah benar. Itu, bagaimanapun, lebih dari ini dan membutuhkan tingkat keterampilan tertentu. Dalam proses pengambilan keputusan dokter diharapkan untuk:

1. menafsirkan

2. mendiskriminasikan

3. mengevaluasi


Strategi pengambilan keputusan :

Sejumlah strategi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan:

1. Pemikiran

Pada dasarnya ada dua tipe penalaran yang terlibat dalam berpikir kritis:

o Penalaran induktif adalah kemampuan untuk mempertimbangkan semua kemungkinan, dan ini sangat berguna untuk yang kurang berpengalaman. Melibatkan proses yang memakan waktu, mempertimbangkan semua informasi pasien yang dikumpulkan dalam rangka untuk mencapai keputusan tentang perawatan yang mereka butuhkan.

o Penalaran deductive adalah 'menyiangi' yang simultan dari solusi yang mungkin sementara aktif mengumpulkan informasi pasien, strategi ini sering tidak diketahui atau tidak dikenal dan menjadi bagian dari praktek ahli. Memungkinkan praktisi untuk cepat mengurutkan yang relevan dan tidak relevan dari informasi untuk mencapai keputusan.

2. Pengenalan pola

Ini adalah strategi yang paling umum digunakan oleh dokter, dan sangat penting ketika membuat keputusan yang cepat berdasarkan informasi terbatas yang diperlukan selama triase.

3. Hipotesa berulang

Hipotesa berulang digunakan oleh dokter untuk menguji penalaran diagnostik. Dengan mengumpulkan data untuk mengkonfirmasi atau menghilangkan hipotesis, keputusan dapat dibuat. Tergantung pada tingkat keahlian metode ini dapat berupa induktif atau deduktif.

4. Representasi mental

Representasi mental adalah metode menyederhanakan situasi untuk memberikan gambaran umum, dan memungkinkan fokus pada informasi yang relevan. Strategi ini sering digunakan ketika suatu masalah yang sangat kompleks atau besar. Penggunaan analogi membantu dokter memvisualisasikan situasi dengan menyederhanakan masalah dan memungkinkan perspektif yang berbeda. Triase keputusan harus cepat dan metode ini telah digunakan secara terbatas pada tahap dalam perawatan pasien.

5. Intuisi
Intuisi adalah terkait erat dengan keahlian, dan umumnya dipandang sebagai kemampuan praktisi untuk memecahkan masalah dengan data yang relatif sedikit. Intuisi jarang melibatkan analisis sadar dan sering dinyatakan sebagai 'firasat' atau 'firasat yang kuat'. Praktisi ahli melihat situasi secara holistik dan menggambarkan berdasarkan pengalaman masa lalu. Banyak pengetahuan mereka tertanam dalam praktek dan disebut sebagai lacit, di mana keputusan yang efektif yang dibuat dengan menggabungkan pengetahuan dengan teori-teori pengambilan keputusan dan berpikir intuitif. Perawat ahli banyak yang tidak menyadari proses mental yang mereka gunakan dalam penilaian dan pengelolaan pasien. Meskipun intition tetap terukur, nilai praktek klinis adalah mengakui dan didokumentasikan dengan baik.

Pengambilan Keputusan Selama Triase

1. Mengidentifikasi masalah

Ini dilakukan dengan mendapatkan informasi dari pasien, penjaga atau personil perawatan pra-rumah sakit. Fase ini memungkinkan diagram alur presentasi yang relevan untuk diidentifikasi.

2. Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang terkait dengan solusi.
Satu diagram alur telah diidentifikasi fase ini yang difasilitasi karena diskriminator dapat dicari pada setiap tingkat. Diagram aliran memfasilitasi penilaian cepat dengan menyarankan pertanyaan terstruktur. Pengenalan pola juga memainkan bagian di tahap ini.

3. Mengevaluasi semua alternatif dan memilih salah satu untuk pelaksanaa.
Dokter mengumpulkan sejumlah besar data tentang pasien mereka menangani. Ini disusun ke dalam database mental mereka sendiri dan disimpan dalam kompartemen untuk mengingat mudah, hal ini paling efektif bila terkait dengan penilaian atau kerangka kerja organisasi. Kerangka ini berfungsi sebagai panduan untuk penilaian dan diatur sebagai kompartemen dengan sub-judul. Diagram alur penyajian menyediakan kerangka organisasi untuk memesan proses pemikiran selama triase. Diagram alur telah berkunjung ke link proses pengambilan keputusan ke dalam pengaturan klinis. Mereka membantu pengambilan keputusan dengan menyediakan struktur, dan juga dukungan staf junior karena mereka memperoleh keterampilan pengambilan keputusan.

4. Mengimplementasikan alternatif yang dipilih

Hanya ada lima kategori triase mungkin untuk memilih. Ini memiliki nama spesifik dan defenitons. Praktisi triase menerapkan kategori tergantung pada urgensi dari kondisi pasien. Sekali prioritas dialokasikan jalur perawatan yang tepat dimulai.

5. Memantau pelaksanaan dan mengevaluasi hasil.

Triase adalah dinamis dan harus responsif terhadap kebutuhan pasien dan departemen. Metode triase yang diuraikan dalam buku ini memastikan bahwa proses mencapai keputusan itu diatur. Oleh karena itu perawat akan dapat mengidentifikasi bagaimana dan mengapa mereka mencapai hasil (kategori). Ini memfasilitasi penilaian ulang dan konfirmasi berikutnya atau mengubah dalam kategori.

2.5 START ( Simple triage And Rapid Treatment)

START adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan paramedic memilah korban dalam waktu yang singkat kira – kira 30 detik.

Yang perlu diobservasi : Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ).

System START di desain untuk membantu penolong untuk menemukan pasien yang menderita luka berat.

Tahap pertama dalam START adalah untuk memberitahu orang / korban yang dapat bangun dan berjalan untuk pindah ke area yang telah ditentukan. Supaya lebih mudah untuk dikendalikan, bagi korban yang dapat berjalan agar dapat pindah dari area tempat pertolongan korban prioritas utama (merah / immediate ). Korban ini sekarang ditandai dengan status Minor / prioritas 3 ( hijau ).

Jika korban protes disuruh pindah dikarenakan nyeri untuk berjalan, jangan paksa mereka untuk pindah.

Tahap ke dua: Mulai dari tempat berdiri. Mulailah tahap ke 2 dari tempat berdiri, bergeraklah pindah dengan pola yang teratur dan mengingat korban. Berhenti pada masing – masing individu dan melakukan assesment dan tagging dengan cepat.

Tujuannya adalah untuk menemukan pasien yang butuh penanganan segera (immediate, merah).

START didasarkan pada 3 observasi : RPM ( respiration, perfusion, and Mental Status )

2.5.1 Respiration / breathing

Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika lebih dari 30 / menit, korban ditandai Merah / immediate. Korban ini menujukkan tanda – tanda primer shock dan butuh perolongan segera.

Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang dari 30 / menit, segera lakukan observasi selanjutnya ( perfusion and Mental status ).

Jika pasien tidak bernafas, dengan cepat bersihkan mulut korban dari bahan – bahan asing.

Buka jalan nafas, posisikan pasien untuk mempertahankan jalan nafasnya, dan jika pasien bernafas tandai pasien dengan immediate, jika pasien tidak bernafas setelah dialkukan maneuver tadi, maka korban tersebut ditandai DEAD.

2.5.2 Perfusion or Circulating

Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki kemampuan untuk mensirkulasikan darah dengan adekuat, dengan cara mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban ditandai immediate. jika denyut nadi telah teraba segera lakukan obserbasi status mentalnya.

2.5.3 Mental status

Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memnberikan instruksi yang mudah pada korban tersebut :

“buka matamu” atau “ tutup matamu “.

Korban yang mampu mengikuti instuksi tersebut dan memiliki pernafasan dan sirkulasi yang baik, ditandai dengan Delayed

Korban yang tidak bisa mengikuti instruksi tersebut ditandai dengan Immediate

• Korban ‘D’ ditinggalkan di tempat mereka jatuh, ditutupi seperlunya.

• Korban ‘I’ merupakan prioritas utama dalam evakuasi karena korban ini memerlukan

Perawatan medis lanjut secepatnya atau paling lambat dalam satu jam (golden hour).

• Korban ‘DEL’ dapat menunggu evakuasi sampai seluruh korban ‘I’ selesai ditranspor.
• Jangan evakuasi korban ‘M’ sampai seluruh korban ‘I’ dan ‘DEL’ selesai dievakuasi. Korban ini dapat menunda perawatan medis lanjut sampai beberapa jam lamanya. Re-triase korban tetap dilakukan untuk melihat apakah keadaan korban memburuk.

BAB III

PENUTUP

Sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga perawat benar-benar memberikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan, dimana keadaan pasien sangat mengancam nyawanya, namun dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut. Tidak membuang wakunya untuk pasien yang memang tidak bisa diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien yang membutuhkan.

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.

Sistem triage dikenal dengan system kode 4 warna yang diterima secara internasional. Merah menunjukan perioris tinggi perawatan atau pemindahan, Kuning menandakam perioritas sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk kasus kematian atau pasien menjelang ajal. Perawat harus mampu mampu mengkaji dan menggolongkan pasien dalam waktu 2 – 3 menit.

Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dan integral pada medis dan praktik keperawatan. Penilaian klinis tentang pasien membutuhkan baik pemikiran dan intuisi, dan keduanya harus didasarkan pada professional,pengetahuan dan keterampilan.

DAFTAR PUSTAKA

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat, Plus Contoh Askep dengan Pendekatan NANDA, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika

Pan American Health Organization, ed. Palupi Widyastuti. 2000. Bencana Alam : Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC

Pradana, Berti. 2012. Sistem Triage. http://www.ziddu.com/download/18423338/ Sistemtriage.docx.html (online). Diakses oktober 2015

S. Khatien, dkk. 2000. Emergency Nursing Secrets. Jakarta : EGC


EmoticonEmoticon

About