Look at this

Minggu, 11 Maret 2018

MAKALAH TENTANG OKSIGENASI, NEBULISASI DAN SUCTION

Tags



BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang

       Oksigen memiliki peranan yang penting dalam proses metabolisme tubuh dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Kebutuhan tubuh akanoksigen harus segera dipenuhi untuk mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan otak yang bahkan dapat menyebabkan kematian (Hidayat & Uliyah, 2005). Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh (Asmadi, 2008). Pemberian Oksigen dianggap sebagai obat. Pada pasien hipoksemia, pemberian oksigen dijadikan resep untuk meningkatkan tekanan oksigen alveolar dan mengurangi kerja pernafasan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2015).

      Kebutuhan oksigen dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah lingkungan, latihan fisik, emosi,m gaya hidup serta status kesehatan (Asmadi, 2008). Ada beberapa metode yang dapat digunakan sebagai langkah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, diantaranya pemberian oksigen dengan menggunakan kanula dan masker, fisioterapiu dada serta pengisapan lendir (suction). Banyaknya kadar oksigen yang diberikan pada klien disesuaikan dengan kebutuhan, jika tidak sesuai maka akan berakibat serius atau bahkan fatal (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2015).


B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana cara atau standar operasional oksigenasi, nebulisasi dan suction untuk memenuhi kebutuhan oksigen?



C.    Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui dan memahami cara atau standar operasional oksigenasi, nebulisasi dan suction untuk memenuhi kebutuhan oksigen,


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



A.    Kebutuhan Oksigenasi

Oksigen memiliki peranan yang penting dalam proses metabolisme tubuh dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Berdasarkan hierarki Maslow, pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis (Hidayat & Uliyah, 2005). Sel-sel tubuh dalam waktu tertentu akan mengalami kerusakan yang menetap bahkan dapat menimbulkan kematian tanpa oksigen dalam waktu tertentu. Kekurangan suplai oksigen yang dapat ditoleransi oleh otak berkisar tiga sampai lima menit, apabila lebih dari lima menit maka akan terjadi kerusakan sel otak secara permanen (Kozier & Erb, 1998 dalam Asmadi, 2008).

B.     Proses Respirasi

Oksigen akan dipasok ke dalam tubuh melalui proses pernapasan atau respirasi. Proses respirasi terdiri dari empat proses peristiwa fungsional, di antaranya (Asmadi, 2008):

1.      Ventilasi Paru-paru

Ventilasi Paru-paru merupakan keadaan masuk dan keluarnya udara pernapasan, melibatkan beberapa organ tubuh atau organ yang terlibat dalam pernapasan seperti hidung, faring, laring, trachea, bronchus, bronkiolus, alveolus dan paru. Udara yang masuk ke dalam rongga hidung akan melalui tiga proses, yaitu:

a.       Menyaring (filtrasi)

Pada proses ini partikel-partikel udaradisaring oleh silia, khususnya partikel-partikel berdiameter > 2 mm.

b.      Menghangatkan (heating)

Proses ini dilakukan oleh pembuluh darah yang terdapat di lapisan mukosa hidung.

c.       Melembapkan (humidifikasi)

Proses ini dilakukan mukosa hidung terhadap udara yang kering agar tidak mengiritasi saluran pernafasan.



Dari hidung, udara akan menuju faring. Faring adalah saluran yang menghubungkan rongga hidung ke saluran pernafasan dan pencernaan. Faring dibagi menjadi tiga, yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dari faring udara menuju ke laring. Pada laring terdapat kotak suara yang mengandung pita suara. Di antara pita suara tersebut terdapat ruang berbentuk segitiga yang disebut glotis dan bermuara kedalam trakhea. Saat menelan, glottis dan epiglotis akan menutup sehingga tidak terjadi aspirasi. Selanjutnya udara melewati trakhea. Trakhea bercabang menjadi bronkhus kanan dan kiri, percabangannya disebut karina, mengandung saraf dan dapat menimbulkan bronkospasme hebat serta batuk saat saraf-sarafnya terangsang.

Bronkhus akan bercabang menjadi segmen lobus, kemudian menjadi bronkiolus dengan jumlah tiga pada bronchus kanan dan berjumlah dua pada bronchus kiri. Percabangan terkecil disebut bronkiolus terminalis, tidak mengandung alveolus dan di luarnya terdapat asinus. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveoli dan sakus alveoli terminalis. Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas.

Setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus. Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus oleh pleura, yaitu pleura visceral yang langsung melapisi paru-paru dan pleura parietal pada bagian luarnya. Di antara kedua pleura tersebut terdapat ruang (rongga pleura) yang berisi cairan pleura dan berfungsi untuk memudahkan pergerakan paru selama fase respirasi.

Efektivitas mekanisme ventilasi paru-paru dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Asmadi, 2008):

a.       Konsentrasi oksigen atmosfer

Konsentrasi oksigen atmosfer di dataran tinggi lebih rendah dibandingkan di bawah permukaan laut. Kurangnya konsentrasi oksigen di dalam tubuh akan memunculkan tanda-tanda hipoksia.

b.      Kondisi jalan napas

Jalan napas merupakan tempat keluar masuknya udara pernapasan. Jalan napas yang tidak baik dapat mengakibatkan mekanisme ventilasi menjadi tidak efektif.

c.       Kemampuan compliance dan recoil paru-paru

Compliance adalah kemampuan paru untuk mengembang sedangkan recoil adalah kemampuan paru untuk kembali ke posisi semula. Ketidaksempurnaan paru untuk mengembang maupun kembali ke posisi semula dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan paru seperti edema, tumor, parase/paralise serta kifosis.

d.      Pengaturan pernapasan

Banyak atau sedikitnya oksigen yang masuk dan karbondioksida yang keluar dari paru dalam proses ventilasi dipengaruhi oleh irama, kedalaman serta frekuensi pernapasan yang bergantung pada kerja pusat pengaturan pernapasan, yaitu medulla dan pons.



2.      Difusi Oksigen dan Karbondioksida di antara Alveolus dan Darah

Difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah dan difusi karbondioksida dari pembuluh darah ke alveolus ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

a.       Ketebalan membran

Semakin tebal membran alveolus maka proses difusi semakin sulit.

b.      Luas permukaan membran alveolus

Penurunan luas permukaan paru akan mengakibatkan kemampuan paru untuk berdifusi mengalami penurunan. Semakin luas permukaan membran alveolus maka akan semakin banyak gas pernapasan yang berdifusi dan sebaliknya.

c.       Perbedaan tekanan adintara kedua sisi membran

Apabila tekanan gas dalam alveolus lebih besar daripada dalam darah makan akan terjadi difusi dai alveolus ke dalam darah dan sebaliknya.



3.      Transpor Oksigen dan Karbondioksida di dalam Darah dan Cairan Tubuh Menuju dan dari Sel

Saat oksigen berdifusi dari alveolus ke dalam darah paru, maka oksigen ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan, Oksigen akan dilepaskan untuk digunakan sel yang kemudian akan berubah menjadi karbondioksida setelah bereaksi dengan berbagai macam bahan makanan (reaksi metabolisme). Karbondioksida akan ditranspor kembali ke paru-paru dan dibuang melalui napas.

Dengan demikian, transport/pengangkutan oksigen dilakukan oleh heboglobin (Hb). I gr Hb dapat mengangkut 1,4 ml oksigen karena Hb memiliki daya afinitas terhadap oksigen. Daya afinitas Hb dipengaruhi oleh (Asmadi, 2008):

a.       pH darah

Nilai pH darah menunjukkan tingkat keasaman tubuh. Normalnya pH darah berkisar 7,35-7,45. Pada kondisi asidosis (pH darah menurun) afinitas Hb terhadap oksigen berkurang sehingga oksigen yang dapat ditranspor oleh darah berkurang begitu pula sebaliknya. transport oksigen yang meniungkat ketika kondisi alkalosis tetap menunjukkan bahwa tubuh tetap kekurangan oksigen.

b.      Kadar CO2 darah

Hal ini sejalan dengan keadaan pH darah yang mempengaruhikadar oksigen dalam tubuh.

c.       Kadar 2,3 difosfogliserat (2,3-DPG)

Kadar 2,3-DPG merupakan zat yang hanya ditemukan dalam sel eritrosit. Saat kadar ini banyak menyebabkan afinitas Hb terhadap oksigen menurun, biasanya terjadi pada penderita anemia.

d.      Temperatur tubuh

Peningkatan temperature tubuh menyebakan pelepasan oksigen karena terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen untuk proses metabolisme dan sebaliknya.



4.      Pengaturan Pernapasan

Ada tiga pusat pengendalian/pengaturan pernapasan normal, yaitu:

a.       Pusat respirasi

Terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi, terletak padaformatio retikularis medulla oblongata sebelah kaudal.

b.      Pusat apneustik

Terletak pada pons bagian bawah. Pusat ini memiliki pengaruh toniuk terhadap pusat inspirasi, dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen vagus dari reseptor paru.

c.       Pusat pneumotaksis

terletak pada pons bagian atas, menghambat pusat apneustik secara periodic bersama dengan vagus.


C.    Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan oksigen antara lain (Asmadi, 2008):

1.      Lingkungan

Pada kondisi lingkungan yang panas, respon tubuh yang terjadi berupa vasodilatasi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan darah banyak mengalir ke kulit. Sehingga curah jantung meningkat dan kebutuhan oksigenpun demikian, begitu pula sebaliknya. Pengaruh lingkungan juga ditentukan oleh ketinggian tempat. Pada tempat tinggi, tekanan barometer akan menurun dan tekanan oksigenpun menurun. Dampaknya tekanan oksigen alveoli berkurang (oksigen dalam paru-paru sedikit). Selain cuaca dan ketinggian tempat, polusi udara juga mempengaruhi. Konsentrasi oksigen akan rendah dalam udara dengan lingkungan yang berpolusi, sehingga kebutuhan tubuh akan oksigen tidak terpenuhi secara optimal. Respon tubuh terhadap lingkungan dengan polusi udara di antaranya mata perih, sakit kepala, batuk dan merasa tercekik.

2.      Latihan fisik

Dengan adanya latihan fisik atau peningkatan aktivitas maka akan meningkatkan denyut jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan oksigen semakin tinggi.

3.      Emosi

Keadaan takut, marah dan cemas akan mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen akan meningkat.



4.      Gaya Hidup

Kebiasaan merokok mempengaruhi status oksigenasi. Nikotin dalam rokok menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner, sehingga suplai darah ke jaringan menurun.

5.      Status Kesehatan

Status kesehatan yang baik akan menunjukkan sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat dan sebaliknya.



D.    Suara dan Pola Napas

Menurut Somantri (2007), suara napas normal dihasilkan melalui getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih. Sedangkan, Pola pernafasan normal dikenal dengan eupnea (Widayati, 2009). Frekuensi pernapasan normal pada dewasa berkisar 12-20 kali per menit.

Beberapa jenis suara napas normal antara lain:

1.      Bronkhial (tubular sound), merupakan suara yang dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa). Terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut dengan fase ekspirasi lebih panjang dari pada inspirasi, tidak ada jeda antara kedua fase tersebut. Jenis suara ini normalnya terdengar diatas trachea atau daerah lekuk suprasternal.

2.      Bronkovesikular merupakan gabungan antara jenis napas bronchial dengan vesicular. Intensitas sedang dan terdengar nyaring, Fase inspirasi dan ekspirasi terdengar sama panjang. Normalnya terdengar di daerah dada (bagian bronchus).

3.      Vesikular merupakan suara yang terdengar lembut dan halus(seperti angin sepoi-sepoi), fase ekspirasi lebih panjang dari pada ekspirasi. Ekspirasi terdengar seperti tiupan.

Adapun jenis suara napasan, antara lain:

1.      Wheezing : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara nyaring, musical dan terus-menerus akibat aliran udara melalui jalan napas yang menyempit.

2.      Ronchi : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara terdengar perlahan, nyaring dan suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.

3.      Pleural frinction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara kasar, berciut dan suara seperti gesekan akibat inflamasi pada daerah pleura. Saat bernapas dalam, pasien sering kali merasa nyeri.

4.      Crackles:

a.       Fine crackles, sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab (alveoli atau bronkhiolus). Suara seperti rambut yang digesekkan.

b.      Coarse crackles, lebih sering terdengar ketika ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang besar.



E.     Gangguan Oksigenasi

Sistem respirasi baik secara anatomi maupun fisiologis akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigen. Gangguan yang ada akan menyebabkan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi secara adekuat. Gangguan respirasi dikelompokkan menjadi 3, yaitu (Asmadi, 2008):

1.      Gangguan irama/frekuensi pernapasan

a.       Gangguan irama pernapasan, meliputi:

1)      Pernapasan Cheyne-stokes yaitu siklus pernapasan dengan permukaan amplitudo yang dangkal, naik, menurun dan berhenti. Kemudian terjadi lagi siklus baru. Perapasan ini secara fisiologis terdapat pada orang di ketinggian 12.000-15.000 kaki di atas permukaan laut dan pada bayi saat tidur.

2)      Pernapasan Biot yaitu pernapasan yang mirip dengan cheyne-stokes tapi disertai amplitudo rata disertai apnea.

3)      Pernapasan Kussmaul yaitu pernapasan yang jumlah kedalamannya meningkat, sering melebihi dua puluh kali permenit.

b.      Insufisiensi pernapasan

1)      Takipnea / hiperpnea yaitu pernapasan dengan peningkatan jumlah frekuensi di atas frekuensi normal.

2)      Bradipnea yaitu pernapasan dengan penurunan jumlah frekuensi di bawah frekuensi normal.

2.      Insufisiensi pernapasan

Penyebab terjadinya insufisiensi pernafasan dibagi menjadi:

a.       Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus

b.      Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru

c.       Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan

3.      Hipoksia

Hipoksia merupakan kekurangan kadar oksigen di jaringan. Hipoksia dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

a.       Hipoksemia

Hipoksemia yaitu kekurangan oksigen di darah arteri. Hipoksemia dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia anoksik) dan hipoksemia isotonik (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi saat tekanan oksigen darah arteri lebih rendah karena karbondioksida dalam darah tinggi dan hipoventilasi. hipoksemia isotonik terjadi saat kadar oksigen yang ada normal, tapi oksigen yang diikat heboglobin sedikit (anemia).

b.      Hipoksia hipokinetik (stagnan anoksia / anoksia bendungan)

Hipoksia hipokinetik yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bendungan atau sumbatan, dibagi menjadi dua yaitu hipoksia hipokinetik ischemic dan hipoksia hipokinetik kongestif. Hipoksia hipokinetik ischemic terjadi karena kekurangan oksigen pada jaringan akibat kurangnya suplai darah ke jaringan akibat arteri yang menyempit sedangkan hipoksia hipokinetik kongestif terjadi karena penumpukan darah secara berlebihan (abnormal) baik lokal maupun umum dan mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan terganggu sehingga jaringan kekurangan oksigen.


c.       Overventilasi hipoksia

Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yangterjadi karena aktivitas yang berlebihan, akibatnya kemampuan penyediaan oksigen lebihrendah dari penggunaannya.

d.      Hipoksia histotoksik

Hipoksia histotoksik yaitu keadaan dimana jaringan tidak dapat menggunakan oksigen meskipun darah di kapiler jaringan mencukupi. Hal ini terjadi karena racun sianida. Akibatnya oksigen kembali dalam darah vena dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena meningkat).

F.     Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik kebutuhan oksigenasi meliputi (Asmadi, 2008):

1.      Pemeriksaan Gas Darah Arteri (Analisis Gas Darah)

Pemeriksaan ini akan menunjukkan oksigenasi darah arteri, pertukaran gas alveoli, dan keseimbangan asam basa.

2.      Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb), leukosit, eritrositdan laju endap darah.

3.      Mantoux Test (Tes Tuberculin)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi invasi dan berkembangnya Mycobacterium tuberculosa.

4.      Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan jika diperlukan, yaitu saat diduga terdapat penyakit paru-paru.



G.    Masalah Keperawatan yang Berkaitan dengan Kebutuhan Oksigen

Masalah keperawatan yang muncul terkait dengan kebutuhan oksigen, antara lain (Asmadi, 2008):

1.      Tidak efektifnya jalan napas

Hal ini menggambarkan kondisi jalan napas yang tidak bersih, misalnya karena ada sumbatan, penumpukan secret, penyempitan jalan napas, dan lain-lain.

2.      Tidak efektifnya pola napas

Hal ini menunjukkan kondisi dimana pola napas (inspirasi dan ekspirasi) tidak normal, misalnya karena kelemahan neuromuscular, adanya sumbatan di trakheo-bronkhial, dan lain-lain

3.      Gangguan pertukaran gas

Hal ini menunjukkan terjadi ketidakseimbangan antara oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang dikeluarkan pada pertukaran gas, misalnya karena perubahan membran alveoli, kondisi anemia, proses penyakit dan sebagainya.

4.      Penurunan perfusi jaringan

Hal ini merupakan suatu keadaan dimana sel kekurangan suplai nutrisi dan oksigen, misalnya karena kondisi hipovolemia, hipervolemia, retensi karbondioksida dan sebagainya.

5.      Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas, misalnya dikarenakan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, produksi energi yang dihasilkan menurun dan sebagainya.



H.    Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigen

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen antara lain (Asmadi, 2008):

1.      Inhalasi Oksigen (Pemberian Oksigen)

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2015), terapi oksigen dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

a.       Terapi oksigen kadar tinggi

Penggunaan teknik ini tidak dipengaruhi tipe pernapasan dengan konsentrasi oksigen yang lebih stabil. Menggunakan sungkup muka ventury.

b.      Terapi oksigen kadar rendah (terapi oksigen terkontrol)

Terapi oksigen aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal, diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Dapat menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong nonbreathing (Asmadi, 2008).



1)      Nasal kanula/Binasal kanula

Alat ini digunakan untuk memberikan oksigen dengan aliran 1-6 liter / menit (Hidayat & Uliyah, 2005). Konsentrasi oksigen sebesar 24%-44%. Ada pun keuntungan dan kerugian pengunaan nasal kanula antara lain (Asmadi, 2008):

a)      Keuntungan: penyesuaian klien baik, pemasangannya mudah, harga lebih murah serta klien dapat dengan bebas untuk makan dan minum.

b)      Kerugian: mudah lepas, tidak dapat digunakan untuk konsentrasi oksigen lebih dari 44%, mengiritasi selaput lendir (nyeri sinus) dan suplai oksigen akan berkurang saat klien bernapas dari mulut.

2)      Sungkup muka sederhana

Aliran oksigen yang dapat diberikan dengan menggunakan alat ini sekitar 5-8 liter/menit dengan konsentrasi 40-60%. Adapun keuntungan dan kerugian penggunaan alat ini adalah (Asmadi, 2008):

a)      Keuntungan: konsentrasi oksigen lebih tinggidari nasal kanula, sistem humidifikasidapat ditingkatkan.

b)      Kerugian: umunya klien merasa tidak nyaman, membuat rasa panas (mulut dan pipi dapat teriritasi), aktivitasmakan dan bicara terganggu, dapat menyebabkan penumpukan karbondioksida, dapat menyebabkan mual dan muntah.



3)      Sungkup muka dengan kantong rebreathing

Konsentrasi oksigen 60%-80% dengan aliran oksigen 8-12 liter/menit. Adapun keuntungan dan kerugiannya adalah (Asmadi, 2008):

a)      Keuntungan: konsentrasi oksigen lebih rendah daripada sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir.

b)      Kerugian: Kantong oksigen bisa terlipat, penumpukan oksigen dapat terjadi jika aliran lebih rendah.

4)      Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing

Aliran oksigen sama seperti kantong rebreathing, konsentrasi oksigen hingga 99%. Adapun keuntungan dan kerugiannya antara lain (Asmadi, 2008):

a)      Keuntungan: Konsentrasi oksigen hampir 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.

b)      Kerugian: Kantong oksigen bisa terlipat, tidak nyaman bagi klien, beresiko keracunan oksigen.



2.      Fisioterapi Dada

Merupakan suaturangkaian tindakan keperawatan yang terdiri dari perkusi (clapping), vibrasi dan postural drainage. Tindakan drainase postural dilakukan dengan memposisikan klien dalam berbagai posisi untuk mengalirkan sekret di saluran pernapasan, diikuti dengan clapping dan vibrasi. Tindakan ini tidak dilakukan pada pasien penyakit jantung, hipertensi, peningkatan tekanan intracranial, dispnea berat serta lansia. Clapping dilakukan dengan menepuk dada bagian posterior dan memberikan vibrasi (getaran) tangan pada daerah tersebut saat pasien ekspirasi. Clapping tidak dilakukan pada pasien emboli paru, hemoragi, eksaseberasi dan nyeri hebat (pasien kanker) (Hidayat & Uliyah, 2005).

3.      Napas dalam dan batuk efektif

Napas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri dari pernapasan abdominal dan purse lips breathing sedangkan batuk efektif yaitu latihan untuk mengeluarkan sekret (Asmadi, 2008).

4.      Suctioning (pengisapan lendir)

Pengisapan lendir merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara mandiri dengan menggunakan alat penghisap (Hidayat & Uliyah, 2005). Cara ini dapat diterapkan pada oral, nasofaringeal, tracheal serta endotrakheal atau takheostomi tube.



Selain penggunaan metode di atas, dapat pula dilakukan dengan nebulizer. Nebulizer merupakan alat inhalasi yang mengubah sediaan obat cair menjadi bentuk uap. Akibatnya obat tersebut lebih mudah untuk masuk ke dalam paru-paru (Kresnawati, 2012). Nebulizer merupakan tindakan untuk memobilisasi sekresi paru dengan cara humidifikasi yang meningkatkan hidrasi membran mukosa melalui transudasi. Tindakan ini dilakukan dengan cara penguapan pada saluran pernapasan sehingga lendir encer, mudah keluar atau dihisap (Hidayat, 2008).

BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan

Pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan salah satu kebutuhan fisiologis manusia yang harus dipenuhi untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan yanag bahkan dapat menyebabkan kematian. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab ketidakseimbangan oksigenasi dalam tubuh seperti gangguan irama/frekuensi pernapasan, insufisiensi pernapasan serta keadaan hipoksia. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen akibat ketidakseimbangan oksigenasi dalam tubuh, terdapat beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan oksigen tersebut. Di antaranya adalah inhalasi oksigen atau pemberian oksigen, fisioterapi dada, napas dalam dan batuk efektif, suction serta pemberian nebulizer.



B.     Saran

Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dan dapat dijadikan salah satu referensi sebagai tugas maupun bahan praktikum.













DAFTAR PUSTAKA



Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Diakses dari http://books.google.co.id/books?id, tanggal 8 Oktober 2015.

Antara, N.J. (2014). SOP Pemberian Nebulizer. Diakses dari http://ngurahjayaantara.blogspot.co.id/2014/04/sop-pemberian-nebulizer.html, tanggal 10 oktober2015.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. 3.6 Oksigen, Diakses dari http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/36-oksigen, pada tanggal 9 Oktober 2015.

Budiarti, F. (2014). SOP Terapi Oksigen. Diakses dari http://fitria-budiarti-fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-94746-maret-SOP%20TERAPI%20OKSIGEN.html, tanggal 10 oktober 2015.

Hidayat, A.A.A. (2008). Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Diakses dari http://books.google.co.id/books?id, tanggal 8 Oktober 2015.

Hidayat, A.A.A & Uliyah, M. (2005). Buku Saku Praktikum: Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

Kresnawati, W. (2012). Nebulizer. Diakses dari http://milissehat.web.id/?p=2072, tanggal 10 oktober 2015.

Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Diakses dari http://books.google.co.id/books?id, tanggal 8 Oktober 2015.

Widayati, S. (2009). Gangguan Pola Pernafasan. Diakses dari http://www.g-excess.com/gangguan-pola-pernafasan.html, tanggal 10 oktober 2015.



EmoticonEmoticon

About