Look at this

Minggu, 11 Maret 2018

MAKALAH PATOGRAF, MENOLONG PERSALINAN DAN IMD

Tags

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tinggi rendahnya kematian ibu dan perinatal menjadi ukuran kemampuan pelayanan obstetri suatu negara. Di Indonesia, pada tahun 2008 penyebab langsung kematian maternal terkait kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain yaitu eklamsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus 5%. Indonesia dengan Angka Kematian Ibu (AKI) 390/100.000 persalinan hidup, menunjukkan bahwa kemampuan pelayanan obstetri belum menyeluruh masyarakat dengan layanan yang bermutu dan menyeluruh (Manuaba, 2007).
 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2014) pada tahun 2013 AKI 119,15 per 100.000 kelahiran hidup. Sistem pelayanan ibu hamil belum mampu memeriksa atau merawat setiap ibu yang hamil. Oleh karena itu kita harus berusaha sekuat tenaga menjangkau para ibu hamil atau bersalin yang masih terdapat di luar sistim pelayanan kesehatan formal (Manuaba, 2007).
Ada 3 keterlambatan yang menjadi penyebab ibu hamil berisiko tidak tertolong, yaitu keluarga terlambat mengambil keputusan, terlambat sampai di tempat rujukan, dan terlambat mendapat penanganan. Dampak dari 3 keterlambatan tersebut dapat mempengaruhi jumlah AKI beserta 2 alasan medis dengan resiko tinggi seperti preeklampsia (KemenKes RI, 2014).
Manuaba (2007) menjelaskan bahwa World Health Organization (WHO) menciptakan sistem “Partograf” untuk menurunkan AKI. Sistem ini dapat memantau keadaan ibu maupun janin dikandungannya selama dalam persalinan. Jadi, dengan metoda yang baik dapat diketahui lebih awal adanya persalinan yang abnormal dan dapat dicegah terjadinya persalinan lama.
Menggunakan partograf diharapkan dapat menurunkan AKI karena sebagian besar ditujukan untuk persalinan dengan risiko rendah untuk menghindari prolong dan negleted labour, menghindari persalinan berlangsung lebih dari 24 jam dan menegakkan keadaan patologis sedini mungkin. Kegagalan persalinan sebagian besar disebabkan oleh disproporsi sefalopelvik sehingga tindakan seksio sesaria semakin meningkat. Setiap penyimpangan persalinan menurut pertograf harus dievaluasi secara menyeluruh (Manuaba, 2007). “PARTOGRAF” telah digunakan oleh banyak negara karena harganya tidak mahal, dan dapat dipakai pada tingkat pelayanan yang lebih rendah. Dapat dipakai di puskesmas, atau pun oleh petugas kesehatan seperti bidan yang bertugas di daerah. Dengan adanya partograf ini, maka  jika diperlukan dapat dengan tepat merujuk pasien ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Salah satu sebab tingginya kematian maternal dan perinatal di Indonesia dan negara berkembang lainnya adalah distosia yang menimbulkan partus lama dan kasep. Dalam rangka upaya menurunkan angka kematian tersebut, WHO menganjurkan untuk memasyarakatkan penggunaan partograf dalam memantau proses persalinan.
Persalinan merupakan salah satu peristiwa penting dan senantiasa diingat dalam kehidupan wanita. Setiap wanita memiliki pengalaman melahirkan tersendiri yang dapat diceritakan ke orang lain. Memori melahirkan, peristiwa dan orang-orang yang terlibat dapat bersifat negatif atau positif, dan pada akhirnya dapat menimbulkan efek emosional dan reaksi psikososial jangka pendek dan jangka panjang. (Henderson, 2006).
Aspek-aspek asuhan yang terbukti memengaruhi perasaan persalinan dan kepuasan pengalaman persalinan meliputi komunikasi dan pemberian informasi, penatalaksanaan nyeri, tempat melahirkan, dukungan sosial dan dukungan dari pasangan serta dukungan dari pemberi asuhan.
Salah satu tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian anak dengan target menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiga antara tahun 1990 hingga tahun 2015. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah melakukan strategi dan usaha, salah satunya yaitu melalui promosi pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif (Bappenas, 2005).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggerakkan seluruh masyarakat dalam upaya memberikan ASI Eksklusif pada bayi selama 6 (enam) bulan (Depkes, 2006). Untuk mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif diharapkan dapat tercapai maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan program inisiasi menyusu dini (IMD) (Roesli,2007).
 Inisiasi menyusu dini adalah proses alami untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri, dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya bayi. Inisiasi menyusu dini atau IMD merupakan program yang sedang gencar dianjurkan pemerintah Indonesia. WHO dan UNICEF telah merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22% nyawa bayi sebelum usia 28 hari. Untuk itu diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan, baik swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan suksesnya program tersebut (Depkes RI, 2008).
Inisiasi Menyusu Dini yaitu memberikan ASI kepada bayi baru lahir, bayi tidak boleh dibersihkan terlebih dahulu dan tidak dipisahkan dari ibu. Pada inisiasi menyusu dini ibu segera mendekap dan membiarkan bayi menyusu dalam 1 jam pertama kelahirannya (Roesli, 2008). Peran Millenium Devolepment Goals (MDGs) dalam pencapaian Inisiasi Menyusu Dini (IMD), yaitu Inisiasi Menyusu Dini dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif dan lama menyusui maka akan membantu mengurangi kemiskinan, membantu mengurangi kelaparan karena ASI dapat memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai usia dua tahun, membantu mengurangi angka kematian anak balita.
Pemberian ASI dikenal sebagai salah satu hal yang berpengaruh paling kuat terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Penelitian menyatakan bahwa inisiasi menyusu dini dalam 1 jam pertama dapat mencegah 22% kematian bayi di bawah umur 1 bulan di negara berkembang (APN, 2007).  Sedangkan di Indonesia, hanya 4 % bayi disusui ibunya dalam waktu 1 jam pertama setelah kelahiran dan 8 % ibu memberi ASI Eksklusif terhadap bayinya sampai 6 bulan. Padahal diperkirakan sekitar 30.000 kematian bayi baru lahir (usia 28 hari) dapat dicegah melalui inisiasi menyusu dini (Amori, 2007).
B.    Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari Partograf dan SOPnya?
2.    Apa pengertian dari Menolong Persalinan dan SOPnya?
3.    Apa pengertian dari Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan SOPnya?

C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari Partograf dan bagaiman SOPnya.
2.    Untuk mengetahui pengertian dari Menolong Persalinan dan bagaimana SOPnya.
3.    Untuk mengetahui pengertian dari Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan bagaimana SOPnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Partograf
1.    Pengertian
Partograf adalah alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan menatalaksana persalinan (Depkes, 2008). Partograf dapat dipakai untuk memberikan peringatan awal bahwa suatu persalinan berlangsung lama, adanya gawat ibu dan janin, serta perlunya rujukan (Saifuddin, 2002).
2.    Waktu pengisian partograf
Waktu yang tepat untuk pengisian partograf adalah saat dimana proses persalinan telah berada dalam kala I fase aktif yaitu saat pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm dan berakhir pada pemantauan kala IV (Saifuddin, 2002).
3.    Isi partograf
Partograf dikatakan sebagai data yang lengkap bila seluruh informasi ibu, kondisi janin, kemajuan persalinan, waktu dan jam, kontraksi uterus, kondisi ibu, obat-obatan yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dicatat secara rinci sesuai cara pencatatan partograf (Depkes, 2008).
Isi partograf antara lain:
a.    Informasi tentang ibu
1)    Nama dan umur.
2)    Gravida, para, abortus.
3)    Nomor catatan medik/nomor puskesmas.
4)    Tanggal dan waktu mulai dirawat.
5)    Waktu pecahnya selaput ketuban.
b.    Kondisi janin:
1)    Denyut jantung janin.
2)    Warna dan adanya air ketuban.
3)    Penyusupan(molase) kepala janin.
c.    Kemajuan persalinan
1)    Pembukaan serviks.
2)    Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin.
3)    Garis waspada dan garis bertindak.
d.    Waktu dan jam
1)    Waktu mulainya fase aktif persalinan.
2)    Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
e.    Kontraksi uterus
1)    Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit.
2)    Lama kontraksi (dalam detik).
f.     Obat-obatan yang diberikan
1)    Oksitosin.
2)    Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
g.    Kondisi ibu
1)    Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh.
2)    Urin (volume, aseton atau protein).
4.    Cara pengisian partograf
Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan berakhir titik dimana pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Kondisi ibu dan janin dinilai dan dicatat dengan cara:
a.    Denyut jantung janin : setiap ½ jam.
b.    Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam.
c.    Nadi : setiap ½ jam.
d.    Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
e.    Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
f.    Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam.
g.    Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.
(Depkes, 2008).
Cara pengisian partograf yang benar adalah sesuai dengan pedoman pencatatan partograf. Menurut Depkes RI (2008) cara pengisian partograf adalah sebagai berikut:
1) Lembar depan partograf.
a) Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan ditulis sebagai jam. Catat waktu pecahnya selaput ketuban, dan catat waktu merasakan mules.
b) Kondisi janin.
(1) Denyut Jantung Janin.
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika terdapat tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Kisaran normal DJJ tertera diantara garis tebal angka 180 dan 100. Penolong persalinan harus waspada jika DJJ mengarah di bawah 120 per menit (bradicardi) atau diatas 160 permenit (tachikardi).
Beri tanda ‘•’ (tanda titik) pada kisaran angka 180 dan 100. Hubungkan satu titik dengan titik yang lainnya.
(2)  Warna dan adanya air ketuban.
Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina, menggunakan lambang-lambang berikut:
U    : Selaput ketuban Utuh.
J    : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih.
M    : Air ketuban  bercampur Mekonium.
D     : Air ketuban bernoda Darah.
K     : Tidak ada cairan ketuban/Kering.
(Saifuddin, 2002)
(3)  Penyusupan/molase tulang kepala janin.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut:
0 : Sutura terpisah.
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki.
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
Sutura/tulang kepala saling tumpang tindih menandakan kemungkinan adanya CPD ( cephalo pelvic disproportion).
c) Kemajuan persalinan.
Angka 0-10 di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
(1) Pembukaan serviks.
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam. Cantumkan tanda ‘X’ di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
(2) Penurunan bagian terbawah janin.
Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka 1-5 yang sesuai dengan metode perlimaan.
Tuliskan turunnya kepala janin dengan garis tidak terputus dari 0-5. Berikan tanda ‘0’ pada garis waktu yang sesuai.
(3) Garis waspada dan garis bertindak.
(a) Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke 0), dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap (6 jam). Pencatatan dimulai pada garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada, maka harus dipertimbangkan adanya penyulit.
(b) Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam) pada garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelasaikan persalinan. Sebaiknya ibu harus berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
d) Jam dan waktu.
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan.
Cantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan.
e) Kontraksi uterus.
Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama kontraksi dengan:
(1)         : Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya < 20 detik.
(2)       : Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40 detik.
(3)      : Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya > 40 detik.
f) Obat-obatan dan cairan yang diberikan.
(1) Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan dan dalam satuan tetes per menit.
(2) Obat lain dan cairan IV. Catat semua dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
g) Kondisi ibu.
(1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.
(a) Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pada kolom yang sesuai.
(b) Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika diduga ada penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai.
(c) Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih sering jika terjadi peningkatan mendadak atau diduga ada infeksi. Catat suhu tubuh pada kotak yang sesuai.
(2) Volume urine, protein dan aseton.
Ukur dan catat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap ibu berkemih). Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urine.
2) Lembar belakang partograf.
Lembar belakang partograf merupakan catatan persalinan yang berguna untuk mencatat proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III,  kala IV, bayi baru lahir (terlampir).
a) Data dasar.
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat merujuk, pendamping saat merujuk dan masalah dalam kehamilan/persalinan ini.
b) Kala I.
Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada, masalah lain yang timbul, penatalaksanaan, dan hasil penatalaksanaannya.
c) Kala II.
Kala II terdiri dari episiotomy, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu dan masalah dan penatalaksanaannya.
d) Kala III.
Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri, kelengkapan plasenta, retensio plasenta > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya.
e) Kala IV.
Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
f) Bayi baru lahir.
Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.

B.    Menolong Persalinan
1.    Pengertian
Menolong persalinan merupakan pekerjaan yang banyak dilakukan karena jumlah orang yang akan melahirkan di Indonesia diperkirakan 5000 orang pertahun. Oleh karena itu konsep dasar pertolongan persalinan normal perlu diketahui sehingga pertolongan persalinan dapat dilakukan (Manuaba, 2004).
Persalinan adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang variabel melalui jalan lahir biasa (Mochtar, 2002).
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi pada sistem reproduksi wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum persalinan dimulai (Bobak dkk, 2011 ).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Suparyanto, 2011).
WHO mendefinisikan persalinan normal seperti spontan pada saat bersalin, beresiko rendah pada awal persalinan dan apa yang tersisa hingga seluruh persalinan selesai. Bayi lahir spontan diposisi titik antara 37 dan 42 minggu hingga selesai proses kehamilan. Setelah kelahiran ibu dan bayi berada dalam kondisi baik (Ahira, 2012).
Menurut definisi ini, maka beberapa banyak jenis kelahiran dapat dianggap normal (dalam pengertian umum), tetapi ini akan sangat bergantung pada penilaian resiko regional dan local dan yang menjadi tingkat rujukan (dalam hal ini Indonesia). Persalinan normal itu mengacu pada perawatan, tujuan dari perawatan ini adalah untuk mencapai taraf ibu dan anak sehat dengan tingkat intervensi yang paling mungkin dan kompetibel dengan keselamatan (Ahira, 2012).
Sepanjang persalinan normal, bagi wanita kenyamanan fisik dan emosional harus diperhatikan secara berkala, ini termasuk mengukur suhu, nadi dan tekanan darah, memeriksa asupan cairan dan output urin, menilai rasa sakit sepanjang kehamilan, dan bilamana hal semacam itu membutuhkan pertolongan awal (Ahira, 2012).

2.    Konsep Asuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan Normal (APN) adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi baru lahir serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia dan asfeksia bayi baru lahir.
a.    Tujuan Asuhan Persalinan Normal
Tujuan asuhan persalinan normal adalah tercapainya kelangsungan hidup dan kesehatan yang tinggi bagi ibu serta bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap namun menggunakan intervensi seminimal mungkin sehingga prinsip keamanan dan kualitas layanan dapat terjaga pada tingkat yang seoptimal mungkin. pendekatan seperti ini berarti bahwa: dalam asuhan persalinan normal harus ada alasan yang kuat dan bukti manfaat apabila akan melakukan intervensi terhadap jalannya proses persalinan yang fisiologis/alamiah (Suparyanto, 2011).


b.     Tugas Penolong Persalinan Pada Asuhan Persalinan Normal
Tugas penolong persalinan pada asuhan persalinan normal yaitu (Suparyanto, 2011):
1)    Memberikan dukungan pada ibu, suami dan keluarganya selama proses persalinan, saat akan melahirkan bayi dan pada masa sesudahnya.
2)    Melakukan pemantauan terhadap ibu dan janin dalam proses persalinan dan setelah persalinan; menilai adanya faktor risiko; melakukan deteksi dini terhadap komplikasi persalinan yang mungkin muncul.
3)    Melakukan intervensi minor bila diperlukan seperti melakukan amniotommi; episotomi pada kasus gawat janin; melakukan penatalaksanaan pada bayi baru melahirkan dengan asfiksi ringan.
4)    Melakukan rujukan pada fasilitas yang lebih lengkap sesuai dengan masalah kasus yang dirujuk bila didapatkan adanya faktor risiko atau terdeteksi adanya komplikasi selama proses persalinan. Selain tugaaastugas di atas, seorang penolong persalinan harus mendapatkan kualifikasi  sebagai tenaga pelaksana penolong persalinan melalui serangkaian latihan, bimbingan langsung dan kesempatan untuk mempraktekkan keterampilannya pada suasana sesungguhnya. Dalam kualifikasi tersebut, penolong persalinan dapat melakukan penilaian terhadap faktor risiko, mendeteksi secara dini terjadinya komplikasi persalinan, melakukan pemantauan terhadap ibu maupun janin, dan juga bayi setelah dilahirkan. Penolong persalinan harus mampu melakukan penatalaksanaan awal terhadap komplikasi terhadap bayi baru lahir. Ia juga harus mampu untuk melakukan rujukan baik ibu maupun bayi bila komplikasi yang terjadi memerlukan penatalaksanaan lebihlanjut yang membutuhkan keterampilan di luar kompetensi yang dimilikinya. Tidak kalah pentingnya adalah seorang penolong persalinan harus memiliki kesabaran, kemampuan untuk berempati dimana hal ini amat diperlukan dalam memberikan dukungan bagi ibu dan keluarganya.

C.    Inisisai Menyusui Dini (IMD)
1.    Pengertian IMD
Inisiasi Menyusu Dini (early iniatiation/the best crawl) atau permulaan menyusu dini adalah bayi setelah lahir dari rahim ibu dapat menyusu dengan sendirinya. Sedangkan menurut Depkes (2009), Inisiasi Menyusu Dini (IMD) didefinisikan suatu kesempatan yang diberikan kepada bayi segera setelah lahir dengan cara meletakkan bayi di perut ibu, kemudian dibiarkannya bayi untuk menemukan puting susu ibu dan menyusu hingga puas. Proses ini dilakukan paling kurang 60 menit (1 jam) pertama setelah bayi lahir.
Bayi yang baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam, semua bayi akan melalui lima tahap perilaku (pre-feeding behaviour) sebelum ia berhasil menyusu (Roesli,2008). Pada waktu inisiasi dini, bayi akan mendapatkan kolostrum yang berguna untuk kesehatannya. Inisiasi Menyusu Dini berpengaruh dalam tingkat angka kematian bayi yang disebabkan oleh infeksi neonatal.
Inisiasi menyusu dini (IMD) disebut sebagai tahap ke empat persalinan yaitu tepat setelah persalinan sampai satu jam setelah persalinan, meletakkan bayi baru lahir dengan posisi tengkurap setelah dikeringkan tubuhnya namun belum dibersihkan, tidak dibungkus di dada ibunya segera setelah persalinan dan memastikan bayi mendapat kontak kulit dengan ibunya, menemukan puting susu dan mendapatkan kolostrom atau ASI yang pertama kali keluar. Kesimpulan dari berbagai pengertian diatas adalah pelaksanaan IMD adalah suatu rangkaian kegiatan dimana bayi segera setelah lahir di taruh di dada ibu dan setelah tali pusat dipotong, bayi tidak dibersihkan dahulu dan bayi akan melakukan aktivitas yang diakhiri dengan menemukan puting susu ibu yang telah dicarinya dan manyusu pada satu jam pertama kelahirannya.
2.    Tahapan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
a.    Perilaku Bayi Sebelum Menyusu
Menurut Roesli (2008) ada beberapa tahapan prilaku bayi sebelum ia berhasil menemukan puting susu, yaitu :
1)    Perilaku pertama
Dalam 30 menit pertama. Bayi dalam keadaan diam, namun diam siaga (rest quite alert stage). Dalam tahapan ini, bayi sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa ini adalah masa penyesuaian bayi dari keadaan dalam kandungan ke keadaan luar kandungan.
2)    Perilaku kedua
Dalam 30 - 40 menit selanjutnya. Bayi mengelurkan suara, menggerakkan mulut seperti mau minum serta mencium tangannya yang basah oleh cairan ketuban. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini yang akan membimbing bayi mulai merayap untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.
3)    Perilaku ketiga
Bayi mengeluarkan air liur. Secara naluriah bayi yang sudah siap dan menyadari terdapat makan disekitarnya, bayi mengeluarkan air liur.
4)    Perilaku keempat
Bayi mulai merayap bergerak ke arah payudara dengan areola (kalang payudara) sebagai sasaran dan kaki bayi menendang-nendang perut ibu. Bayi menjilat-jilat kulit ibu dan menghentak-hetakkan kepalanya ke dada ibu sambil menoleh ke kiri dan ke kanan. Selanjutnya tangan bayi mulai menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya.
5)    Perilaku kelima
Ketika menemukan puting susu, bayi akan menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar dan melekat dengan baik pada puting susu dan mulai menyusu.
b.    Proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Tahap-tahap dalam Inisiasi Menyusu Dini adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2009 dan www.dinkes.kulonprogokab.go.id ) :
1)    Ibu disarankan untuk mengurangi atau tidak menggunakan obat-obat yang banyak mengandung bahan kimia dalam waktu proses melahirkan
2)    Petugas kesehatan menjelaskan terlebih dahulu kepada ibu dan suami/keluarga sebelum proses persalinan tentang apa yang harus dilakukan.
3)    Suami/keluarga harus mendampingi ibu sampai proses IMD selesai, tidak hanya mendampingi saat proses persalinan saja.
4)    Dengan mengajak suami/keluarga membantu ibu secara aktif melakukan IMD dan dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu. Bersama ibu, perhatikan bayi merayap di dada ibu, biarkan bayi menjilati kulit ibu, dan kenali tanda-tanda bayi siap menyusu, yaitu bayi menghisap tangannya, membuka mulutnya mencari puting, dan keluar air liurnya.
5)    Segera setelah bayi lahir, menangis, mulai bernafas, dan dipotong tali pusatnya, maka :
a)    Secepatnya keringkan seluruh tubuh bayi dengan handuk lembut, kecuali kedua telapak tangannya, karena tangan yang basah oleh cairan ketuban, baunya sama dengan bau cairan yang dikeluarkan dari payudara ibu. Bau dan rasa ini yang akan membimbing bayi mulai merayap untuk menemukan payudara dan puting susu ibu. Jangan hilangkan lemak putih (vernix) ditubuh bayi karena vernix mencegah panas tubuh bayi keluar dan juga berfungsi pelindung bayi agar tetap hangat.
b)    Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan topi, jika perlu, bayi dan ibu diselimuti.
c)    Dengan posisi tengkurap di dada ibu, biarkan bayi merayap mencari sendiri puting susu ibu. Ibu dapat membantu dengan sentuhan lembut tapi jangan memaksa bayi untuk menuju puting susu.
d)    Biarkan bayi menendang-nendang perut ibu. Tendangan lembut ini akan menekan perut ibu dan membantu kontraksi rahim. Kontraksi rahim berperan penting untuk mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan pasca persalinan.
e)    Biarkan tangan bayi meremas puting ibu. Remasan tangan bayi, hentakan kepala bayi di dada ibu, dan perilaku bayi menoleh ke kiri dan ke kanan sambil menggesek payudara ibu dapat merangsang pengeluaran ASI lebih cepat dan kontraksi rahim.
f)    Ketika bayi dekat puting susu ibu, bayi akan mengeluarkan air liur, menjilati puting, dan membuka mulut secara lebar. Biarkan bayi mengulum puting ibu dan menghisapnya. Isapan bayi pada puting akan merangsang pengeluran hormon oksitosin yang akan membantu kontraksi rahim, pengeluaran plasenta, dan mengurangi perdarahan pasca persalinan.
g)    Biarkan bayi tengkurap menempel pada dada ibu sampai bayi selesai menyusu pertama dan melepas puting ibu.
h)    Saat menyusu pertama kalinya, bayi memperoleh kolostrum yang kaya akan protein dan zat kekebalan tubuh.
i)    Proses IMD minimal satu jam dan berlangsung segera setelah bayi lahir.
j)    Proses IMD ini sebaiknya harus tetap berlangsung walaupun terjadi pemindahan ibu dari kamar bersalin atau kamar operasi.
6)    Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung ini memungkinkan bayi tetap dalam jangkauan ibu dan ibu dapat memberikan ASI-nya kapan saja jika bayi mengiginkannya (karena kegiatan menyusu tidak boleh dijadwal). Selain itu, rawat-gabung ini dapat meningkatkan hubungan batin antara ibu dan bayinya.
7)    Proses IMD ini hanya dilakukan pada pasien dengan kondisi yang stabil (ibu dan bayi).

3.    Manfaat Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
a.    Bagi Bayi
1)    Dada ibu berfungsi sebagai termoregulator yang dapat mencegah risiko hipotermia dan menghangatkan bayi.
2)    Isapan bayi pada puting ibu sewaktu Inisiasi Menyusu Dini merangsang pengeluran hormon oksitosin yang membuat ibu lebih tenang. Dengan begitu bayi juga akan merasa lebih tenang sehingga pernapasan dan detak jantung bayi menjadi lebih stabil.
3)    Saat bayi menjilati kulit ibu, bakteri non patogen akan ikut tertelan. Bakteri ini akan berkembangbiak dan selanjutnya akan membangun sistem kekebalan bayi terhadap berbagai penyakit.
4)    Kontak kulit bayi dengan kulit ibu meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi. Kontak kulit dalam 1-2 jam pertama ini sangat penting, karena setelah itu bayi akan tertidur.
5)    Bayi dapat langsung menghisap kolostrum yang mengandung protein dan immunoglobulin yang akan membantu tubuh bayi membentuk daya tahan tubuh terhadap infeksi sekaligus penting untuk pertumbuhan usus dengan membuat lapisan yang melindungi dan mematangkan dinding usus bayi.
6)    Bayi yang mendapatkan ASI melalui IMD sejak awal kelahirannya dapat mengurangi risiko alergi.
7)    Dengan IMD, produksi ASI menjadi lancar dan banyak, dan memudahkan bayi mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan tetap menyusu sampai berusia 2 tahun (Kemenkes, 2009).


b.    Bagi Ibu
1)    Proses IMD akan membantu kontraksi rahim, pengeluaran plasenta, dan mengurangi perdarahan pasca persalinan.
2)    Proses IMD merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang membuat ibu merasa tenang, rileks, dan bahagia. Oksitosin juga menyebabkan refleks pengeluaran ASI dan kontraksi rahim yang mengurangi perdarahan pasca persalinan (Kemenkes, 2009).

 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dengan menggunakan partograf pada setiap menolong persalinan, bidan ataupun perawat dapat mendeteksi masalah dan penyulit sesegera mungkin, menatalaksana masalah dan merujuk ibu dalam kondisi gawatdarurat, sehingga terjadinya kematian ibu dapat dicegah dan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi akibat persalinan.
Inisiasi menyusu dini IMD disebut sebagai tahap ke empat persalinan yaitu tepat setelah persalinan sampai satu jam setelah persalinan, meletakkan bayi baru lahir dengan posisi tengkurap setelah dikeringkan tubuhnya namun belum dibersihkan, tidak dibungkus di dada ibunya segera setelah persalinan dan memastikan bayi mendapat kontak kulit dengan ibunya, menemukan puting susu dan mendapatkan kolostrom atau ASI yang pertama kali keluar.
Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).

B.    Saran
Dengan adanya makalah ini diharapakan perawat dapat melakukan tindakan keperawatan seperti menolong persalinan, melakukan inisiasi menyusui dini dan menggunakan partograf sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan agar tidak terjadi kelalaian dalam melakukan tindakan keperawatan. 
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, J. (2013). Gambaran Pelatihan Asuhan Persalinan Normal terhadap Penerapan Langkah-langkah Pertolongan Persalinan oleh Bidan di Puskesmas Kembang Tanjong Kabupaten Pidie. Karya Tulis Ilmiah. Banda Aceh: Program Pendidikan Diploma III Kebidanan U’budiyah.

Anonim. (2008). Pelatihan Asuhan Persalinan Normal. (online) (https://fkunmul04.files.wordpress.com/2008/11/60_langkah_apn.pdf, diperoleh 9 Oktober 2015).

Baridah. (2012). Partograf. (online) (https://baridah62.files.wordpress.com/2012/11/partograf-makalahku.doc, diperoleh 8 Oktober 2015 .)

Bobak, Lowdermik & Jensen. (2012). Buku Ajar Keperawatan Komunitas E/4. Jakarta: EGC

Muskendar, P. (2015). SOP Inisiasi Menyusu Dini. (online) (file:///C:/Users/PC/Downloads/PRA%20KK/SOP%20IMD%20-%20Documents.html, diperoleh 7 Oktober 2015).

Setiawan, D. (2015). Panduan Medik Blok Kehamilan Dan Masalah Reproduksi 3.1 Partograf. (online) (http://docplayer.info/292946-Panduan-medik-blok-kehamilan-dan-masalah-reproduksi-3-1-partograf.html, diproleh 7 Oktober 2015).

Yusnita, V. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) oleh Bidan di 12 Puskesmas Agam Timur Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Agam Provinsi Sumatra Barat. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.







EmoticonEmoticon

About