BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut paradigma sehat, diharapkan orang tetap sehat dan lebih sehat, sedangkan yang berpenyakit lekas dapat di sembuhkan agar sehat. Untuk segera dapat disembuhkan, perlu di tentukan penyakitnya dan pengobatan yang tepat, serta prognosis atau ramalan yaitu ringan, berat, atau fatal.
Dalam menentukan diagnosis suatu penyakit, diperlukan beberapa uji laboratorim yaitu pemeriksaan spesimen yang diambil dari pasien. Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita. Sampel yang diambil dapat berupa darah, urin, feses, dahak, sekret vagina, dan sebagainya untuk menentukan diagnosa disertai dengan uji lainnya sebagai penunjang. Sekumpulan pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan tujuan tertentu misalnya untuk mendeteksi penyakit, menentukan risiko, memantau perkembangan penyakit, memantau perkembangan pengobatan, dan lain-lain. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak di jumpai dan potensial membahayakan.
Tes atau pemeriksaan dapat secara kimia klinik, hematologi, imunologi, serologi, mikrobiologi klinik, dan parasitologi klinik. Metode pemeriksaan terus berkembang dari kualitatif, semi kuantitatif, dan dilaksanakan dengan cara manual, semiotomatik, otomatik, sampai robotik. Hal ini berarti peralatan pun berkembang dari yang sederhana sampai yang canggih dan mahal hingga biaya tes pun dapat meningkat.
Dalam menunjang diagnosa suatu penyakit adalah dengan pemeriksaan laboratorium yang baik. Salah satu pemeriksan laboratorium yang sering digunakan dalam pemeriksaan darah adalah pemeriksaan hemoglobin. Pengumpulan atau pengambilan sampel darah yang baik merupakan langkah awal dalam menjamin ketelitian dan kepercayaan terhadap hasil pemeriksaan laboratorium. Spesimen darah untuk pemeriksaan hematologi (pemeriksaan hemoglobin) dapat diperoleh dari darah vena ataupun darah kapiler.
Hal lainnya juga pada urine, kita selalu menemui dan melakukan pembuangan urine atau metabolisme tubuh melalui urine yang biasa kita sebut buang air kecil (BAK). Buang air kecil merupakan suatu hal yang normal namun kenormalan tersebut dapat menjadi tidak normal apabila urine yang kita keluarkan tidak seperti biasanya.
Mengalami perubahan warna atau merasakan nyeri saat melakukan proses buang air kecil. Jika hal itu terjadi maka yang perlu kita lakukan adalah dengan cara melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan atau spesimen urine. Pemeriksaan pada urine dapat menentukan penyakit apa yang sedang diderita oleh seseorang.
Selain itu, pemeriksaan feses adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern, dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses, cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi.
Salah satu pemeriksaan di laboratorium mikrobiologi adalah pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum diperlukan juga jika diduga terdapat penyakit paru-paru. Membran mukosa saluran pernafasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Sputum berbeda dengan sputum yang bercampur dengan air liur. Cairan sputum lebih kental dan tidak terdapat gelembung busa di atasnya, sedangkan cairan sputum yang bercampur air liur encer dan terdapat gelembung busa di atasnya. Sputum diambil dari saluran nafas bagian bawah sedangkan sputum yang bercampur air liur diambil dari tenggorokan.
Ada beberapa penyakit saluran penapasan yang mulai banyak menyerang masyarakat indonesia. Seperti tuberkulosis pulmonal, bakteri pneumonia, bronkitis kronis, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tes terhadap spesimen guna menentukan penyakit-penyakit tersebut yaitu dengan menggunakan dahak atau sputum.
Oleh karena itu, bagi masyarakat yang berprofesi dalam bidang kesehatan, misalnya Dokter, Perawat, Bidan dan tenaga kesehatan lainnya harus mengetahui dan memahami cara pengambilan spesimen.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan spesimen darah arteri dan vena
2. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan spesimen urin
3. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan spesimen feses
4. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan spesimen sputum
C. Manfaat
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan klien atau pasien secara umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengambilan spesimen darah vena
1. Pengertian
Suatu tindakan memasukkan jarum ke dalam pembuluh darah vena klien untuk mendapat spesimen darah.
a. Pengertian pembuluh balik (vena)
Pembuluh balik (vena) adalah pembuluh darah yang menghantar darah menuju ke jantung. Darah dari kapiler dalam jaringan tubuh kembali ke jantung melalui venula, setelah itu ke pembuluh balik atau vena. Pembuluh balik memiliki dinding lebih tipis, tidak elastis, dan berdiamater lebih lebar dari pada pembuluh nadi. Ini terjadi karena darah dalam perjalanannya kembali ke jantung memiliki tekanan yang sangat rendah.
Tekanan yang rendah tersebut menyebabkan darah cenderung mengalir kembali meninggalkan jantung. Untuk mencegah peristiwa itu, pembuluh balik memiliki banyak katup yang memastikan darah mengalir ke satu arah menuju jantung. Tekanan darah yang rendah dalam pembuluh balik menyebabkan tidak terasa adanya denyutan sehingga darah hanya menetes (tidak memancar) apabila pembuluh balik terluka. Pembuluh balik terletak di dekat dengan permukaan tubuh tampak kebiru-biruan. Pembuluh balik berfungsi menyalurkan darah dari seluruh tubuh menuju ke jantung. Pembuluh ini dilalui darah yang mengandung banyak karbondioksida, kecuali pada pembuluh balik dari paru-paru menuju ke jantung (pembuluh balik paru-paru atau vena pulmonalis) yang dilalui darah mengandung banyak oksigen.
Gambar: Pembuluh Balik (Vena)
Pembuluh balik yang besar ada dua macam, yaitu pembuluh balik besar atas (vena kava superior) dan pembuluh balik besar bawah (vena kava inferior). Pembuluh balik besar atas menerima darah dari tubuh bagian atas, yaitu kepala dan lengan. Pembuluh balik besar bawah menerima darah dari tubuh bagian bawah, yaitu badan dan kaki.
b. Fungsi pembuluh balik (Vena)
Menyalurkan darah dari seluruh tubuh menuju jantung
c. Jenis-jenis pembuluh balik (Vena)
• Vena Pulmonalis
Pembuluh darah yang banyak mengandung oksigen dari paru-paru menuju ke antrium kiri jantung. Vena pulmonalis terbagi atas dua macam atau jenis yakni vena pulmonalis kanan dan vena pulmonalis kiri.
• Vena Cava atau vena sistemik
Pembuluh darah yang membawa darah dari seluruh tubuh menuju ke jantung bagian antrium kanan. Vena cava terbagi atas dua yakni vena cava superior dan vena cava interior.
• Vena Superfisialis
Pembuluh balik yang terletak dekat dengan permukaan kulit dan tidak terletak dekat dengan arteri yang tepat.
• Vena Dalam atau deep
Pembuluh darah vena yang menyertai arteri dan biasanya tersimpan dalam selubung pembungkus vena dan arteri.
d. Ciri-ciri pembuluh balik (Vena)
• Pembuluh balik yang dinding lebih tipis
• Pembuluh yang tidak elastis, dan berdiamater lebih lebar daripada pembuluh nadi
• Pada umumnya terletak didekat dengan permukaan tubuh dan tampak kebiru-biruan
• Memiliki ukuran yang berdiamater i hingga 1,5 centimeter
• Mengandung banyak karbondioksida
2. Tujuan
1. Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan.
2. Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi, needle stick injury) akibat vena punctie bagi petugas maupun penderita.
3. Untuk petunjuk bagi setiap petugas yang melakukan pengambilan darah (phlebotomy).
3. Indikasi
Semua klien yang membutuhkan pemeriksaan spesimen darah
4. Kontraindikasi
1. Pengambilan darah vena pada sebelah tangan yang mengalami gangguan sirkulasi darah pada klien dengan mastektomi (operasi pengangkatan payudara)
2. Daerah edema
3. Hematome
4. Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
5. Daerah bekas luka atau terdapat tanda tanda infeksi , infiltrasi, atau thrombosis pada tempat penusukan.
6. Daerah bekas cangkokan vascular (avsan) pada penderita gangguan ginjal
7. Daerah intra-vena lines. Pengambilan darah pada daerah ini dapat menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu.
8. Lengan yang mengalami gangguan atau kelumpuhan (kelumpuhan otot dan saraf)
9. Lengan dengan gangguan sirkulasi ataupun neurologi
5. Prosedur pengambilan darah vena
1. Pengambilan spesimen darah vena dengan syring (alat suntik)
Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring) merupakan cara yang masih sering dilakukan di berbagai laboratorium klinik dan tempat-tempat pelayanan kesehatan. Alat suntik ini adalah sebuah pompa piston sederhana yang terdiri dari sebuah sebuah tabung silinder, pendorong, dan jarum. Berbagai ukuran jarum yang sering dipergunakan mulai dari ukuran terbesar sampai dengan terkecil adalah : 21G, 22G, 23G, 24G dan 25G. Pengambilan darah dengan suntikan ini baik dilakukan pada pasien usia lanjut dan pasien dengan vena yang tidak dapat diandalkan (rapuh atau kecil).
Alat dan bahan:
1. 1 pasang sarung tangan bersih
2. 1 botol kecil alkohol
3. Kapas (secukupnya)
4. Satu buah bantal kecil sebagai penopang
5. 1 buah pengalas
6. 1 buah tourniquet
7. 1 buah spuit (sesuaikan ukuran spuit dengan dengan jumlah darah yang akan diambil)
8. Plester (secukupnya)
9. 1 buah kertas label
10. 1 berkas form permintaan pemeriksaan laboratarium
11. 1 buah wadah spesimen dan tutupnya
12. 1 buah plastik spesimen
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Beri klien posisi fowler di tempat tidur atau posisi duduk di kursi
4. Cuci tangan
5. Pakai sarung tangan bersih
6. Pasang pengalas di bawah tangan klien
7. Pilih lokasi yang akan dilakukan pengambilan (biasanya di fossa antecubital)
8. Pasang tourniquet 5-10 cm di atas vena yang dipilih
9. Bersihkan lokasi penusukan dengan kapas alkohol dengan arah sirkuler dari dalam ke luar (± 5 cm). biarkan kulit mongering
10. Tempatkan jari telunjuk tangan non domianant di bawah lokasi penusukan (± 2,5 cm) dan tarik kulit secara perlahan.
11. Masukkan jarum suntik dengan arah 15-30 derajat dengan perlahan
12. Lakukan aspirasi sampai jumlah darah mencukupi
13. Lepaskan tourniquet
14. Cabut jarum suntik dan tutup lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol
15. Pasang plester di lokasi penyuntikan
16. Lepaskan jarum suntik dari syingernya
17. Masukkan darah ke dalam wadah spesimen
18. Berikan label pada wadah spesimen ( nama klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama ruangan)
19. Masukkan wadah spesimen kedalam palstik spesimen
20. Rapikan alat dank klien
21. Lepaskan sarung tangan
22. Cuci tangan
23. Dokumentasi tindakan
24. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan laboratarium
2. Pengambilan spesimen darah vena dengan vakum
Tabung vakum pertama kali dipasarkan oleh perusahaan AS BD (Becton-Dickinson) di bawah nama dagang Vacutainer. Jenis tabung ini berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca atau plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai.
Jarum yang digunakan terdiri dari dua buah jarum yang dihubungkan oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi anterior digunakan untuk menusuk vena dan jarum pada sisi posterior ditancapkan pada tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan dari karet sehingga dapat mencegah darah dari pasien mengalir keluar. Sambungan berulir berfungsi untuk melekatkan jarum pada sebuah holder dan memudahkan pada saat mendorong tabung menancap pada jarum posterior.
Keuntungan dan Kekurangan pengambilan darah dengan vakum
Keuntungan menggunakan metode pengambilan ini adalah tidak perlu membagi-bagi sampel darah ke dalam beberapa tabung. Cukup sekali penusukan, dapat digunakan untuk beberapa tabung secara bergantian sesuai dengan jenis tes yang diperlukan. Untuk keperluan tes biakan kuman, cara ini juga lebih bagus karena darah pasien langsung dapat mengalir masuk ke dalam tabung yang berisi media biakan kuman. Jadi, kemungkinan kontaminasi selama pemindahan sampel pada pengambilan dengan cara manual dapat dihindari.
Kekurangannya sulitnya pengambilan pada orang tua, anak kecil, bayi, atau jika vena tidak bisa diandalkan (kecil, rapuh), atau jika pasien gemuk. Untuk mengatasi hal ini mungkin bisa digunakan jarum bersayap (winged needle). Jarum bersayap atau sering juga dinamakan jarum “kupu-kupu” hampir sama dengan jarum vakutainer seperti yang disebutkan di atas. Perbedaannya adalah antara jarum anterior dan posterior terdapat dua buah sayap plastik pada pangkal jarum anterior dan selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior. Jika penusukan tepat mengenai vena, darah akan kelihatan masuk pada selang (flash).
Alat dan Bahan:
• Jarum vakutainer atau winged needle (jarum bersayap)
• Kapas
• Alkohol 70%
• Tali pembendung (turniket)
• Plester
• Tabung vakum
• Kontainer khusus benda tajam (wadah sampah)
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Cuci tangan
3. Pakai sarung tangan bersih
4. Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
5. Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.
6. Minta pasien mengepalkan tangan.
7. Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
8. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
9. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
10. Dengan hati-hati buka tutup jarum, masukkan ke dalam holder dan sekrupkan
11. Angkat pelindung jarum dan buka tutup jarun
12. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Jika memerlukan beberapa tabung, setelah tabung pertama terisi, cabut dan ganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya.
13. Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
14. Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas beberapa saat, lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.
15. Lipat pelindung jarum kembali ke tempatnya
16. Buang jarum ke kontainer khusus benda tajam
17. Rapikan alat dan klien
18. Lepaskan sarung tangan
19. Cuci tangan
20. Dokumentasi tindakan
21. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan laboratarium
6. Hal- hal yang perlu diperhatikan:
1. Pemasangan turniket (tali pembendung)
• Pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/ PCV dan elemen sel), peningkatan kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
• Melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma
2. Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga mengakibatkan masukknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah merah.
3. Penusukan
• Penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu, penusukan yang berkali-kali juga berpotensi menyebabkan hematoma.
• Tusukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma
4. Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis sampel akibat kontaminasi oleh alkohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan.
7. Menampung darah dalam tabung
Beberapa jenis tabung sampel darah yang digunakan dalam praktek laboratorium klinik adalah sebagai berikut :
• Tabung tutup merah. Tabung ini tanpa penambahan zat additive, darah akan menjadi beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, serologi dan bank darah (crossmatching test)
• Tabung tutup kuning. Tabung ini berisi gel separator (serum separator tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Setelah pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi dan serologi
• Tabung tutup hijau terang. Tabung ini berisi gel separator (plasma separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah pemusingan, plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah.
• Tabung tutup ungu atau lavender. Tabung ini berisi EDTA. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch)
• Tabung tutup biru. Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan koagulasi (mis. PPT, APTT)
• Tabung tutup hijau. Tabung ini berisi natrium atau lithium heparin, umumnya digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, kimia darah.
• Tabung tutup biru gelap. Tabung ini berisi EDTA yang bebas logam, umumnya digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper, mercury) dan toksikologi.
• Tabung tutup abu-abu terang. Tabung ini berisi natrium fluoride dan kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
• Tabung tutup hitam ; berisi bufer sodium sitrat, digunakan untuk pemeriksaan LED (ESR).
• Tabung tutup pink ; berisi potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan imunohematologi.
• Tabung tutup putih ; potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan molekuler/PCR dan bDNA.
• Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas; berisi media biakan, digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi - aerob, anaerob dan jamur.
B. Pengambilan sampel darah arteri
1. Pengertian
Pengambilan darah arteri adalah suatu tindakan untuk mengambil darah arteri yaitu pembuluh darah yang berasal dari bilik jantung yang berdinding tebal dan kaku.
a. Pengertian pembuluh nadi (arteri)
Pembuluh nadi (arteri) adalah pembuluh darah yang berotot dan membawa darah ke jantung. Dinding pembuluh nadi tersusun dari tiga lapisan,yakni lapisan luar yang bersifat elastis, lapisan tengah yang berupa sel-sel otot polos, dan lapisan dalam yang disusun oleh selapis sel berdinding tipis.
Pembuluh nadi memiliki dinding tebal, kuat, dan elastis, yang membantu tenaga pemompaan jantung untuk menyalurkan darah ke seluruh tubuh. Pemompaan oleh jantung menyebabkan darah didorong untuk mengalir. Hal itu memberi tekanan di sepanjang dinding pembuluh yang dilaluinya dan menimbulkan denyutan. maka terjadi, darah akan memancar keluar apabila pembuluh nadi terluka.
Pada umumnya, pembuluh nadi berada di bagian dalam tubuh. Pembuluh nadi yang paling besar disebut aorta. Pembuluh ini berpangkal pada bilik kiri jantung dan bertugas membawa darah yang mengandung banyak oksigen (darah bersih) ke seluruh tubuh. Pembuluh ini memiliki sebuah katup yang terletak tepat di luar jantung.
Selanjutnya, aorta bercabang dua, satu cabang menuju kekepala dan satu cabang lagi menuju ke tubuh bagian bawah. Kedua pembuluh nadi (arteri). yang keluar dari jantung tersebut kemudian bercabang-cabang lagi menjadi pembuluh nadi yang lebih kecil. Pembuluh nadi yang paling kecil, disebut arteriol. Arteriol berukuran lebih tipis dari satu sisir rambut. Arteriol ini bercabang-cabang lagi menjadi pembuluh kapiler.
Gambar: pembuluh nadi (arteri)
Selain aorta, pembuluh nadi lain yang membawa darah meninggalkan jantung adalah pembuluh nadi paru-paru (arteri pulmonalis). Pembuluh itu berpangkal pada bilik kanan jantung dan berukuran lebih kecil daripada aorta. Tugasnya membawa darah yang mengandung karbon dioksida (darah kotor). dan uap air ke paru-paru. Melalui pembuluh nadi, darah dari jantung diedarkan ke seluruh jaringan tubuh termasuk jaringan penyusun jantung.
Pembuluh nadi yang bertugas mengalirkan oksigen dan zat makanan ke jantung disebut nadi tajuk (arteri koronaria). Pembuluh ini berukuran sangat kecil sehingga mudah tersumbat oleh gumpalan lemak. Penyumbatan aliran darah menyebabkan sebagian sel-sel pada organ jantung menjadi kekurangan makanan dan oksigen. Peristiwa penyumbatan pembuluh nadi jantung ini disebut koronariasis.
b. Fungsi pembuluh nadi (arteri)
• Mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh
• Menghantarkan oksigen dan nutrisi ke semua sel
• Mengangkut zat buangan misalnya karbon dioksida
• Menjaga keseimbangan mobilitasi protein, kimia, unsur-unsur dari sistem kekebalan tubuh dan sel.
c. Jenis-jenis pembuluh nadi (arteri)
• Arteri Pulmonalis
Arteri pulmonalis atau nadi paru-paru adalah pembuluh yang dilewati darah dari bilik menuju ke paru-paru. Pembuluh ini mengandung banyak karbon dioksida yang akan dilepaskan keparu-paru yakni di alveolus
• Arteri Sistemik
Arteri sistemik adalah pembulu yang mengantar darah ke arteriol setelah itu ke pembuluh kapiler tempat dimana zat nutrisi dan oksigen ditukarkan
• Aorta
Aorta adalah pembuluh terbesar yang ada dalam tubuh dan keluar dari ventrikel yang membawa banyak oksigen
• Arteriol
Arteriol adalah pembuluh nadi yang paling kecil yang berhubungan dengan pembuluh kapiler
• Pembuluh Kapiler
Pembuluh kapiler adalah tempat pertukaran zat yang menjadi fungsi utama dalam sistem sirkulasi, pembuluh kapiler merupakan pembuluh yang bukan sesungguhnya. Pembuluh kapiler merupakan pembuluh yang menghubungkan cabang-cabang dan cabang-cabang dari pembuluh balik dengan sel-sel tubuh.
d. Ciri-ciri pembuluh arteri
• Dinding pembuluh nadi tersusun atas tiga lapis
• Lapisan luar berupa sel-sel otot elastis
• Lapisan tengah berupa sel-sel otot polos
• Lapisan dalam yang hanya disusun oleh selapis sel berdinding tipis.
• Pembuluh nadi memiliki dinding tebal, kuat, dan elastik
• Membawa darah yang bersih
• Mempunyai satu kutup yaitu awal pembuluh yang berada di dekat jantung
• Jika terluka, darah akan memancar
• Umumnya terletak dibagian dalam tubuh
e. Lokasi pengambilan darah arteri
Mengidentifikasi arteri untuk pengambilan sampel. Arteri yang paling sering unutk pengambilan sampel termasuk arteri radialis, arteri brachialis, dan arteri femoralis. Dari ketiganya, arteri radial adalah area sampling yang paling disukai karena tiga faktor utama:
a) Mudah untuk mengakses
b) Arteri radial adalah arteri dangkal dan karena itu lebih mudah untuk diraba, stabil, dan mudak ditusuk,
c) Memiliki jaminan aliran darah.
Jika kerusakan pada arteri radial terjadi atau menjadi terhambat, arteri ulnaris akan memasok darah ke jaringan biasanya dipasok oleh arteri radial. Untuk menilai arteri radial untuk sampling, harus melakukan tes Allen dimodifikasi untuk menjamin patensi arteri ulnaris.
Adapun cara melakukan tes Allen adalah sebagai berikut:
a) Melenyapkan denyut radial dan ulnar secara bersamaan dengan menekan di kedua pembuluh darah di pergelangan tangan.
b) Minta pasien untuk mengepalkan tangan dan melepaskannya sampai kulit terlihat pucat.
c) Lepaskan tekanan arteri ulnaris sementara mengompresi arteri radial. Perhatikan kembalinya warna kulit dalam waktu 15 detik.
Jika tes Allen adalah negatif untuk kedua tangan dan arteri radial tidak dapat diakses, maka arteri brakialis dapat digunakan. Potensi untuk mendapatkan sampel vena lebih besar bila menggunakan arteri brakialis karena ada pembuluh darah besar terletak di dekat arteri brakialis. Selain itu, saraf medial terletak sejajar dengan arteri brakialis dan akan menyebabkan rasa sakit pasien jika Anda secara tidak sengaja mengenainya dengan jarum.
Arteri femoralis adalah area sampling arteri yang paling tidak disukai karena merupakan arteri relatif dalam; terletak berdekatan dengan saraf femoralis dan vena, dan tidak memiliki jaminan aliran darah. Tusukan dari arteri femoralis biasanya digunakan untuk situasi muncul atau untuk pasien hipotensi parah yang memiliki perfusi perifer yang buruk.
2. Tujuan
Pengambilan darah arteri dilakukan untuk pemeriksaan analisa gas darah yang digunakan untuk mendiagnosa dan mengevaluasi penyakit pernafasan serta kondisi yang mempengaruhi seberapa efektif paru-paru mengirimkan oksigen ke darah dan mengeleminasi karbondioksida dari darah.
Tekanan parsial oksigen (PO2) normal : 75-100 mmHg, biasanya menurun sesuai pertambahan usia
Tekanan parsial karbondioksida (PCO2) normal : 35-45 mmHg
pH normal : 7,35-7,45
Saturasi oksigen (SaO2) : 94-100%
Kandungan oksigen (O2CT) : 15-23 volume%
Konsentrasi Bikarbonat (HCO3-) : 22-26 millimols per liter (mEq/liter)
Perubahan pH disebabkan oleh:
1. Fungsi pernafasan abnormal.
2. Fungsi ginjal abnormal.
3. Jumlah asam atau basa yang berlebihan.
Perubahan dalam pH, PaCO2, dan bikarbonat standar
pada gangguan asam-basa
pH PaCO2 Bikarbonat standar
Asidosis Respiratory Rendah Tinggi Normal-tinggi
Alkalosis Respiratory Tinggi Rendah Normal-tinggi
Asidosis Metabolik Rendah Normal-rendah Rendah
Alakalosis Metabolik Tinggi Normal Tinggi
3. Indikasi
Pada pasien dengan penyakit paru, bayi prematur dengan penyakit paru, Diabetes Melitus berhubungan dengan kondisi asidosis diabetik.
4. Kontraindikasi
Pada pasien dengan penyakit perdarahan seperti hemofilia dan trombosit rendah.
5. Komplikasi
Pengambilan darah arteri akan minimal terjadi jika dilakukan dengan benar. Namun dapat terjadi perdarahan atau perdarahan yang tertunda atau memar pada area tusukan jarum atau yang jarang terjadi, kerusakan sirkulasi di sekitar area tusukan.
6. Alat dan Bahan
1. Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa
2. Heparin
3. Yodium-povidin
4. Penutup jarum (gabus atau karet)
5. Kasa steril
6. Kapas alkohol
7. Plester dan gunting
8. Pengalas
9. Handuk kecil
10. Sarung tangan sekali pakai
11. Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
12. Wadah berisi es
13. Kertas label untuk nama
14. Bengkok
7. Prosedur pelaksanaan
1. Cek alat-alat yang akan digunakan
2. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
3. Perkenalkan nama perawat
4. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
5. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
6. Jaga privasi klien
7. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
8. Posisikan klien dengan nyaman
9. Cuci tangan dan pakai sarung tangan sekali pakai
10. Pasang pengalas
11. Letakkan handuk kecil di bawah pergelangan tangan
12. Palpasi arteri radialis
13. Lakukan allen’s tes
Tujuan uji allen tes adalah untuk menilai sistem kolateral arteri radialis. Penderita diminta mengepalkan tangan dengan kencang. Pengambil darah dengan jari menekan kedua arteri radialis dan ulnaris. Penderita diminta membuka dan mengepalkan beberapa kali hingga jari-jari pucat, kemudian biarkan telapak tangan terbuka. Pengambil darah melepaskan tekanan jarinya dari arteri ulnaris, telapak tangan akan pulih warnanya dalam 15 detik bila darah dari arteri ulnaris mengisi pembuluh kapiler tangan.
Bila terdapat gangguan kolateralisasi pada arteri ulnaris (uji Allen negative), arteri radialis tidak boleh digunakan untuk pengambilan darah arteri. Bila tidak terdapat kolateralisasi arteri radialis dan arteri ulnaris (uji Allen negative), arteri radialis tidak boleh digunakan.
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
14. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
15. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
16. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas alkohol
17. Berikan anestesi lokal jika perlu
18. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
19. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45° sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain
20. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
21. Ambil darah 1 sampai 2 ml
22. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
23. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
24. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
25. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
26. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
27. Kirim segera darah ke laboratorium
28. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
29. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
30. Cuci tangan
31. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
32. Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari sebelah mana darah diambil dan respon klien
8. Hal yang perlu diperhatikan
1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah darah membeku
3. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi lokal
4. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri
5. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri
6. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku
7. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada vena).
8. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus.
9. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil.
10. Segera kirim ke laboratorium (sito).
C. Pengambilan spesimen urin
1. Pegertian pengambilan spesimen urin
Suatu prosedur melakukan pengambilan contoh urin dari klien untuk pemeriksaan diagnostik.
a. Pengertian urin
Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
b. Komposisi urin
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos.
c. Fungsi urin
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril.
Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat.
2. Tujuan pengambilan spesimen urin
1. Melakukan pemeriksaan kesehatan klien secara umum dan memeriksa apakah urin klien normal atau tidak. Urin normal adalah urin yang tidak terdapat bakteri, keton, darah, protein atau zat obat adiktif.
2. Mendiagnosa penyakit metabolik atau sistemik yang mempengaruhi fungsi ginjal.
3. Mendiagnosa kelainan endokrin. Untuk tes ini dilakukan pemeriksaan urin 24 jam.
4. Mendiagnosa kelainan atau penyakit ginjal atau saluran kemih.
5. Melakukan monitoring klien dengan Diabetes.
6. Melakukan tes kehamilan.
3. Indikasi
Efektif dilakukan jika:
1. Memastikan apakah urin klien terdapat bakteri, keton, darah, protein atau zat obat adiktif.
2. Adanya dugaan penyakit tertentu misalnya penyakit yang berkaitan dengan system perkemihan, endokrin.
3. Adanya penyakit-penyakit metabolic atau sistemik yang mempengaruhi fungsi ginjal.
4. Ingin memastikan apakah klien dalam keadaan hamil atau tidak.
4. Kontraindikasi
Tidak ada
5. Jenis pengambilan sampel urine:
a. Urin bersih (clean voided urine spesimen)
Urin bersih diperlukan untuk pemeriksaan urinalisa rutin
b. Urin tengah (clean-catch or midstream urin spesimen)
Urin tengah merupakan cara pengambilan spesiman untuk pemeriksaan kultur urin yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih. Sekalipun ada kemungkinan kontaminasi dari bakteri di permukaan kulit, namun pengambilan dengan menggunakan kateter lebih berisiko menyebabkan infeksi.Perlu mekanisme khusus agar spesimen yang didapat tidak terkontaminasi.
c. Urin tampung (timed urin specimen/waktu tertentu)
Beberapa pemeriksaan urin memerlukan seluruh produksi urin yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu, rentangnya berkisar 1-2 jam – 24 jam. Urin tampung ini biasanya disimpan di lemari pendingin atau diberi preservatif (zat aktif tertentu) yang mencegah pertumbuhan bakteri atau mencegah perubahan/kerusakan struktur urin.Biasanya urin ditampung di tempat kecil lalu dipindahkan segera ke penampungan yang lebih besar.
d. Urin acak
Pengambilan urin secara acak tanpa memperhatikan waktu dan kandungan urin
e. Kateter indwelling
Urin steril dapat diperoleh dengan mengambil urin melalui area kateter yang khusus disiapkan untuk pengambilan urin dengan jarum suntik.Klem kateter selama kurang lebih 30 menit jika tidak diperoleh urin waktu pengambilan. Untuk kultur urin diperlukan 3 mL, dan 30 mL untuk urinalisa rutin. Untuk kultur urin, hati-hati dalam pengambilan agar tidak terkontaminasi.
6. Prosedur pengambilan urin
a. Pengambilan spesimen urin sewaktu (random urine)
Alat dan Bahan:
1. 1 pasang sarung tangan bersih
2. 1 buah handuk kecil/ tisu
3. 1 buah pakaian mandi
4. 1 buah sabun
5. 1 buah kertas label
6. 1 berkas form permintaan pemeriksaan laboratarium
7. 1 buah wadah spesimen dan tutupnya
8. 1 buah plastik spesimen
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Cuci tangan
4. Berikan klien handuk kecil, pakaian mandi, wadah spesimen dan sabun
5. Minta klien untuk membersihkan area perineal dengan sabun dan mengeringkannya dengan handuk kecil.
6. Minta klien untuk menampung urinnya di dalam wadah.
7. Minta klien menutup wadah spesimen tanpa menyentuh bagian dalam tutup.
8. Pasang sarung tangan bersih
9. Keringkan bagian luar wadah dengan tisu
10. Berikan label pada wadah spesimen (nama klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama ruangan)
11. Masukkan wadah spesimen ke dalam plastik spesimen
12. Rapikan alat dank lien
13. Lepaskan sarung tangan
14. Cuci tangan
15. Dokumentasi tindakan
16. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan laboratarium.
b. Pengambilan spesimen urine midstream (clean- voided)
Alat dan Bahan:
1. 1 pasang sarung tangan bersih
2. 1 buah handuk kecil/ tisu
3. 1 buah pakaian mandi
4. 1 buah sabun
5. Bedpan (untuk pasien non ambulatory) atau spesimen hat (untuk pasien ambulatory)
6. Air secukupnya
7. Tisu antiseptik
8. 1 buah kertas label
9. 1 berkas form permintaan laboratarium
10. 1 buah plastik spesimen
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Cuci tangan
4. Pasang sarung tangan bersih
5. Berikan klien handuk kecil, pakaian mandi, wadah spesimen dan sabun
6. Minta klien untuk membersihkan area perineal dengan sabun dan mengeringkannya dengan handuk kecil.
7. Tampung urinnya di dalam wadah, dengan cara:
a. Laki- laki: pegang penis dengan 1 tangan non dominan, bersihkan perineum dengan gerakan sirkular dari arah dalam kearah luar dengan menggunakan tissue antiseptik.
b. Perempuan: regangkan labia minora dengan jari tangan non-dominan dengan tissue antiseptic dari arah depan (di atas orifisium uretra) kearah belakang (menuju anus).
8. Sambil memegang penis atau menahan bagian labia, klien diminta untuk miksi lalu menahan sesaat.
9. Ambil urin midstream 30-60 cc
10. Pindahkan wadah spesimen sebelum aliran urin berhenti sambil tetap menahan labia atau penis dan klien menyelesaikan miksinya.
11. Tutup wadah spesimen tanpa menyentuh bagian dalam tutup
12. Keringkan bagian luar wadah dengan tissue
13. Berikan label pada wadah spesimen (nama klien,tanggal, jenis pemeriksaan, nama ruangan)
14. Masukkan wadah spesimen ke dalam plastic spesimen
15. Rapikan alat dan klien
16. Lepaskan sarung tangan
17. Cuci tangan
18. Dokumentasi tindakan
19. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan laboratarium.
c. Pengambilan spesimen urin dari kateter
Alat dan Bahan:
1. 1 pasang sarung tangan bersih
2. 1 buah spuit 3 cc dengan jarum ukuran 21-25 (untuk urin kultur)
3. 1 buah spuit 20 cc dengan jarum ukuran 21- 25 (untuk urin rutin)
4. 1 buah klem
5. Kapas alkohol
6. Tissue
7. 1 buah kertas labelnya
8. 1 buah wadah spesimen (non steril untuk urin rutin dan steril untuk kultur)
9. 1 berkas form permintaan pemeriksaan laboratarium
10. 1 buah plastik spesimen
Prosedur pelaksanaan:
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Cuci tangan
4. Pasang sarung tangan bersih
5. Klem kateter selama 30 menit sebelum pengambilan spesimen
6. Bersihkan entry port posisi penusukan jarum suntik dengan kapas alkohol
7. Masukkan jarum suntik di entry port dengan arah 30 derajat
8. Aspirasi urin 3 cc untuk kultur atau 20 cc untuk urin rutin
9. Pindahkan urin dari syringe ke wadah non steril (untuk urin rutin)atau pindahkan ke wadah steril (untuk kultur)
10. Tutup wadah urin tanpa menyentuh bagian dalam tutup
11. Buka klem kateter dan biarkan urin mengalir ke urin-bag
12. Keringkan bagian luar wadah dengan tissue
13. Berikan label pada wadah spesimen (nama klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama ruangan)
14. Masukkan wadah spesimen ke dalam plastik spesimen
15. Rapikan alat dan klien
16. Lepaskan asarung tangan
17. Cuci tangan
18. Dokumentasi tindakan
19. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan laboratarium.
D. Pengambilan spesimen feses
1. Pengertian
Pemeriksaan feses merupakan cara yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan, yaitu pemeriksan lengkap dan pemeriksaan kultur, jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya.
a. Pengertian feses
Feses adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian feses ini juga mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernapasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya. Feses juga merupakan hasil pemisahan dan terdiri dari: sisa - sisa makanan; air; bakteri; zat warna empedu.
b. Perkiraan komposisi feses tanpa urine
Komponen
|
Kandungan (%)
|
Air
Bahan organik (dari berat kering)
Nitrogen (dari berat kering)
Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering)
Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering)
Karbon (dari berat kering)
Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering)
C/N rasio (dari berat kering)
|
66-80
88-97
5,7-7,0
3,5-5,4
1,0-2,5
40-55
4-5
5-10
|
c. Kuantitas feses dan urin
Tinja/Air Seni
|
Gram/orang/hari
|
|
Berat Basah
|
Berat Kering
|
|
Tinja
|
135-270
|
35-70
|
Air Seni
|
1.000-1.300
|
50-70
|
Jumlah
|
1.135-1.570
|
85-140
|
d. Feses normal
Orang dewasa normal mengeluarkan 100-300 g feses per hari dari jumlah tersebut 70% merupakan air dan separuh dari sisanya mungkin berupa kuman dan sisa - sisa kuman. Selebihnya adalah sisa makanan berupa sisa sayur mayur sedikit lemak, sel - sel epitel yang rusak dan unsur unsur lain. Konsistensi tinja normal (semi solid silinder) agak lunak, tidak cair seperti bubur maupun keras, berwarna coklat dan berbau khas. frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.
2. Tujuan
Mendapatkan spesimen feses yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan feses rutin. Pemeriksaan dengan menggunakan spesimen feses bertujuan untuk mendeteksi adanya kuman, seperti kelompok salmonela, sigela, sherichia coil, stafilokokus, dan lain-lain.
3. Indikasi
1. Adanya diare dan konstipasi
2. Adanya ikterus
3. Adanya gangguan pencernaan
4. Adanya lendir dalam feses
5. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
6. Adanya darah dalam feses
4. Kontraindikasi
Tidak ada
5. Waktu
Pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dan sebaiknya sebelum pemberian antibiotik. Feses yang diambil dalam keadaan segar.
6. Alat dan Bahan
1. 1 pasang sarung tangan
2. Alat pengambil feses
3. Wadah atau penampung spesimen
4. Hand scoon bersih
5. Vasseline
6. Kapas
7. Pot tinja (pispot)
8. Bengkok
9. Perlak pengalas
10. Tissue
11. Sampiran
12. Label
7. Prosedur
Prosedur pengambilan feses pada dewasa:
1. Jelaskan prosedur pada klien dan meminta persetujuan tindakan
2. Meminta klien untuk defekasi di pispot, hindari kontak dengan urine
3. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
4. Dengan alat pengambil feses, ambil dan ambil feses ke dalam wadah specimen kemudian tutup dan bungkus
5. Observasi warna, konsistensi, lendir, darah, telur cacing dan adanya parasit pada sampel
6. Buang alat dengan benar
7. Cuci tangan
8. Beri label pada wadah spesimen dan kirimkan ke labolatorium
9. Lakukan pendokumentasian dan tindakan yang sesuai
Prosedur pengambilan feses pada dewasa dalam keadaan tidak mampu defekasi sendiri:
1. Mendekatkan alat
2. Jelaskan prosedur pada klien dan meminta persetujuan tindakan
3. Mencuci tangan
4. Memasang sampiran
5. Melepas pakaian bawah klien
6. Memakai handscoon
7. Mengatur posisi miring dengan lutut flexi
8. Beri vaselin atau jelly pelumas pada jari telunjuk
9. Masukkan jari ke dalam rektum dan dorong perlahan-lahan sepanjang dinding rektum kearah umbilikus (kearah masa feses yang impaksi)
10. Secara perlahan-lahan lunakkan massa dengan massage daerah feses yang impaksi (arahkan jari pada inti yang keras)
11. Gunakan pispot bila klien ingin buang air besar
12. Dengan alat pengambil feses, ambil feses dan masukkan kedalam wadah spesimen kemudian tutup
13. Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan tissue.
14. Melepas hand scoon
15. Merapikan pasien
16. Mencuci tangan
Prosedur pengambilan feses pada bayi:
1. Jelaskan prosedur pada ibu bayi dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan pada bayinya
2. Menyiapkan alat yang diperlukan
3. Memantau feses yang dikeluarkan oleh bayi di popoknya, hindari kontak dengan urine
4. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
5. Dengan alat pengambil feses, ambil dan ambil feses ke dalam wadah specimen kemudian tutup dan bungkus
6. Observasi warna, konsistensi, lendir, darah, telur cacing dan adanya parasit pada sampel
7. Buang alat dengan benar
8. Cuci tangan
9. Beri label pada wadah specimen dan kirimkan ke labolatorium
10. Lakukan pendokumentasian dan tindakan yang sesuai
8. Hal- hal yang perlu diperhatikan
1. Klien dapat melakukan pengambilan feses secara mandiri tetapi klien perlu diajarkan cara pengambilan spesimen dengan teknik antiseptic
2. Usahakan feses yang diambil tidak bercampur dengan urin, darah menstruasi, kertas tissue atau air. Akan lebih baik jika klien BAK terlebih dahulu sebelum pengambilan spesimen feses. Jika feses tercampur dengan air, maka feses tersebut tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan adanya bakteri dalam feses.
3. Spesimen feses yang sudah diambil sebaiknya sesegera mungkin dibawa ke laboratorium karena yang fresh atau baru dikeluarkan oleh klien akan menghasilkan analisa yang jauh lebih akurat.
4. Gunakan sarung tangan untuk mencegah kontaminasi tangan perawat dengan feses klien. Usahakan feses tidak menyentuh bagian luar penampung feses. Gunakan alat bantu untuk memindahkan feses kedalam penampung feses. Jika sudah bungkus terlebih dahulu alat bantu tersebut sebelum dibuang ke kantong plastik sampahkhusus untuk mencegah penyebaran mikroorganisme.
5. Feses yang diambil kurang lebih sepanjang 2,5 cm atau sekitar 15-30 cc (jika dalam bentuk cair). Jika feses terdapat lendir, darah atau pus maka sertakan pula dalam pemeriksaan spesimen.
E. Pengambilan spesimen sputum
1. Pengertian
Proses pengambilan sekresi sputum dari paru-paru, bronkus dan trakea yang dihasilkan oleh klien yang sakit.
a. Pengertian sputum
Sputum adalah lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-paru, bronkus dan trakea yang mungkin dibatukkan dan dimuntahkan atau ditelan. Kata “sputum” yang dipinjam langsung dari bahasa Latin “meludah,” disebut juga dahak.
Sputum (dahak) adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea melalui mulut biasanya juga disebut dengan ecpectoratorian. Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistennya karena kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri. Pemeriksaan sputum diperlukan jika diduga terdapat penyakit paru-paru. Membran mukosa saluran pernafasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung mikroorganisme penyebab penyakit.
Sputum berbeda dengan sputum yang bercampur dengan air liur. Cairan sputum lebih kental dan tidak terdapat gelembung busa diatasnya, sedangkan cairan sputum yang bercampur air liur encer dan terdapat gelembung busa diatasnya. Sputum diambil dari saluran nafas bagian bawah sedangkan sputum yang bercampur air liur diambil dari tenggorokan. Sputum diproduksi oleh Trakheobronkhial tree yang secara normal memproduksi sekitar 3 onsmucus setiap hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal (Normal Cleaning Mechanism) tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Sputum ialah materi yang di ekspetorasi dari saluran nafas bawah oleh batuk, yang tercampur bersama ludah.
b. Proses terbentuknya sputum
Orang dewasa normal bisa memproduksi mucus sejumlah 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mukus ini banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominalyang tinggi, dibatukkan udara keluar dengan akselerasi yang cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar sebagai sputum. Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistensinya, kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri.
c. Klasifikasi sputum
Klasifikasi sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson:
a. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan berasal dari sinus atau saluran hidung bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
b. Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif.
c. Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda bronchitis/ bronkhiektasis.
d. Sputum kekuning - kuningan kemungkinan proses infeksi.
e. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah, warna hijau ini dikarenakan adanya verdoperoksidase, sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
f. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.
g. Sputum berlendir, lekat, abu- abu/putih kemungkinan tanda bronkitis kronik.
h. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/ bronkhiektasis.
i. Berdarah atau hemoptisis sering ditemukan pada Tuberculosis
j. Berwarna biasanya disebabkanoleh pneumokokus bakteri (dalam pneumonia)
k. Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk untuk pengobatan yang efektif pada pasien bronchitis kronis.
l. Warna (mukopurulen) berwarna kuning- kehijauan menunjukkan bahwa pengobatan dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.
m. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase
n. Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak akan efektif dalam mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau virus meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.
o. Berbusa putih- mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.
d. Kriteria kondisi sputum yang baik
Untuk memperoleh kondisi sputum yang baik petugas Laboratorium harus memberikan penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan sputum baik pemeriksaan pertama maupun pemeriksaan sputum ulang. Memberi penjelasan tentang batuk yang benar untuk mendapatkan sputum yang dibatukkan dari bagian dalam paru-paru setelah beberapa kali bernafas dalam dan tidak hanya air liur dari dalam mulut. Teliti pula volume sputumnya yaitu 3-5ml, kondisi sputum untuk pemeriksaan Labolatorium adalah penting, sputum yang baik mengandung beberapa partikel atau sedikit kental dan berlendir kadang- kadang malah bernanah dan berwarna hijau kekuningan.
Kondisi sputum yang baik ada 5 kriteria yang didapatkan ketika menerima spesimen sputum yaitu :
a. Purulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental dan lengket
b. Mukopurulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental, berwarna kuning kehijauan.
c. Mukoid yaitu kondisi sputum dalam keadaan berlendir dan kental.
d. Hemoptisis yaitu kondisi sputum dalam keadaan bercampur darah.
e. Saliva yaitu Air liur.
2. Tujuan
1. Sputum kultur: mengidentifikasi jenis mikroorganisme secara spesifik sehingga dapat diketahui penyebab masalah kesehatan klien dan menentukan jenis terapi yang tepat (uji sensitivitas).
2. Sputum sitologi: mengidentifikasi bentuk, struktur, fungsi dan patologi sel. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya sel kanker di dalam paru-paru serta spesifikasi sel tersebut. Spesimen umtuk kepentingan sitolgi sering dilakukan secara berseri sebanyak 3 kali setiap pagi.
3. Sputum AFB (Acid-Fast Bacillus, Bakteri Tahan Asam/BTA): mengidentifikasi adanya penyakit TBC (Tuberculosis paru). Pemeriksaan ini dilakukan secara berseri sebanyak 3 hari berturut-turut.
4. Menilai efektifitas terapi yang sudah dilakukan.
3. Indikasi
Efektif dilakukan pada klien dengan suspect penyakit pernafasan, seperti: bronchitis, TBC, kanker paru dan lain-lain
4. Kontraindikasi
Tidak ada
5. Alat dan Bahan
1. Wadah spesimen steril dengan penutup
2. Sarung tangan
3. Desinfektan
4. Tissue
5. Label terlengkap
6. Slip permintaan laboratorium
7. Obat kumur
8. Sikat gigi (jika dibutuhkan)
9. Bengkok (jika dibutuhkan)
10. Plastik spesimen
6. Prosedur
1. Jaga privasi klien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3. Beri klien posisi semi fowler atau dudukdi sisi tempat tidur/ kursi
4. Jumlah sputum yang diperlukan 1- 2 sendok teh ( 5 -10 ml)
5. Cuci tangan
6. Pasang sarung tangan bersih
7. Dekatkan bengkok di dekat klien
8. Minta klien untuk tidak menyentuh bagian dalam tempat penampung sputum
9. Lakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif
10. Minta klien mengeluarkan sputum dalam penampung spesimen. Lakukan berulang kali sampai jumlah sputum terpenuhi atau sekitar 2-10 cc.
11. Tutup penampung spesimen
12. Bersihkan dengancairan desinfektan jika terdapat sputum di bagian luar penampung spesimen.
13. Berikan klien tissue dan buang bekas tissue dalam bengkok.
14. Lakukan perawatan mulut (sikat gigi) atau meggunakan obat kumur jika diperlukan.
15. Berikan label pada wadah spesimen (nama, klien, tanggal, jenis pemeriksaan, nama ruangan)
16. Simpan penampung spesimen dalam plastic spesimen
17. Rapikan alat dan klien
18. Lepas sarung tangan
19. Cuci tangan
20. Dokumentasi
21. Antarkan wadah spesimen ke laboratarium beserta form permintaan pemeriksaan laboratarium.
7. Hal hal yang perlu diperhatikan
1. Lakukan pengambilan spesimen sputum di pagi hari karena akumulasi secret paling banyak di pagi hari. lakukan sebelum melakukan aktivitas harian, termasuk makan dan minum.
2. Jika klien menggunakan gigi palsu, maka lepaskan alat tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan prosedur.
3. Lakukan perawatan mulut sebelum pengambilan sputum karena spesimen dapat terkontaminasi dengan mikroorganisme yang ada di mulut.
4. Minta klien untuk menarik nafas panjang kemudian melakukan batuk efektif. Keluarkan sputum sebanyak kurang lebih 2 sendok makan atau 15-30 cc.
5. Gunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan sputum yang dihasilkan klien.
6. Yakinkan sputum yang dikeluarkan klien masuk ke dalam penampung sputum dan tidak menyentuh bagian luar penampung sputum. Jika bagian luar penampung sputum terkontaminasi dengan sputum, bersihkan dengan cairan desinfektan.
7. Lakukan perawatan mulut kembali setelah pengambilan sputum untuk menghilangkan bau atau rasa yang tidak enak
8. Pemeriksaan sputum kultur membutuhkan waktu beberapa hari. untuk kultur bakteri diperlukan waktu 2-3 hari untuk tumbuh, sedangkan pertumbuhan jamur membutuhkan waktu satu minggu atau lebih. Tes sensitivitas untuk menentukan terapi (misalnya antibiotic) yang tepat, memerlukan waktu tambahan 1-2 hari.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pengambilan spesimen atau bahan pemeriksaan merupakan langkah awal yang sangat menentukan hasil pemeriksaan dalam rangka memperoleh jawaban yang menentukan penyebab infeksi. Hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik sangat ditentukan oleh cara pengambilan, saat pengambilan dan seleksi spesimen. Pengambilan spesimen dilakukan dengan standar prosedur yang ada. Menyediakan dan mengirim bahan pemeriksaan laboratarium sesuai dengan tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap pasien atau klien yang bersangkutan. Bahan pemeriksaan dapat segera dikirimkan ke laboratarium untuk diperiksa. Sehingga hasilnya secepatnya dapat digunakan untuk menentukan dan mengetahui perkembangan penyakit pasien atau klien bersangkutan.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan yang profesional dituntut mampu untuk mengerjakan segala sesuatunya dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kita harus selalu mengupdate ilmu dalam segala hal terutama dalam hal keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Andika, R. (2011). Skripsi. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Metode Cyanmeth antara Darah Kapiler dan Vena Pada Mahasiswa Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
Aryani, dkk. (2009). Prosedur Klinik Keperawatan Kebutuahan Dasar Manusia. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.
Dini, N. (2013). Pengambilan Sampel Feses. (Online). http://kebidananfull.blogspot.co.id/2013/04/pengambilan-sampel-feses.html. Diakses 9 Oktober 2015.
Hidayat, A Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah.(2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Putri, S.A. (2013). Makalah Pemeriksaan Spesimen. (Online). http://www.scribd.com/doc/124730845/makalah-pemeriksaan-spesimen-docx#scribd. Diakses 12 Oktober 2015.
EmoticonEmoticon