BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transfusi darah adalah proses manyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Reaksi transfusi adalah reaksi yang terjadi selama transfuse darah yang tidak diinginkan berkaitan dengan transfusi itu. Sejak dilakukan tes komatibilitas untuk menentukan adanya antibody terhadap antigen sel darah merah, efek samping transfuse darah umumnya disebabkan oleh leokosit, trombosit, dan protein plasma. Gejala bervariasi mungkin tidak terdapat gejala atau gejalanya tidak jelas, ringan, sampai berat (Asusil, 2014).
Pada tahun 1900 Dr. Loustiner menemukan 4 macam golongan darah : golongan darah A, golongan darah B, golongan darah AB, dan golongan darah O. Sejak itu tahun 1940 ditemukan golongan darah baru yaitu rhesus faktor positif dan rhesus faktor negatif pada sel darah merah (erythrocyt). Rhesus faktor positif banyak terdapat pada orang Asia dan negatif pada orang Eropa, Amerika, Australia. Transfusi diberikan untuk meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen, memperbaiki volume darah tubuh, memperbaiki kekebalan, memperbaiki masalah pembekuan. Tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah lengkap atau komponen darah (misalnya sel darah merah, trombosit, faktor pembekuan, plasma segar yang dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah putih). Transfusi darah akan lebih baik diberikan hanya terdiri dari komponen darah yang diperlukan oleh resipien (Yazhid, 2013).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah apa saja pengertian, indikasi, kontraindikasi, jenis, dan reaksi yang terjadi dari transfusi darah serta bagaimana penatalaksanaan transfusi darah sesuai standar operasional prosedur (sop).
C. Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui tentang transfusi darah dan dapat melakukan transfuse darah sesuai standar operasional prosedur (sop)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien/pasien yang membutuhkan darah dan/atau produk darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi (Hidayat, 2004).
Indikasi dari transfusi darah :
1. Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelaianan darah).
2. Pasien dengan syok hemoragi
3. Pasien dengan sepsis yang tidak berespon dengan antibody (khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif, demam persisten/ 38,3o C dan granulositopenia).
4. Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)
5. Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan.
6. Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.
Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia berat atau trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit darah. Orang yang menderita hemophilia atau penyakit sel sabit mungkin memerlukan transfusi darah sering. Awal transfusi darah secara keseluruhan digunakan, tetapi praktek medis modern umumnya hanya menggunakan komponen darah.
Kontraindikasi dari transfusi darah :
1. Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal
2. Pasien yang bertekanan darah rendah
3. Transfuse darah dengan golongan darah yang berbeda
4. Transfuse dengan darah yang mengandung penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis B.
Tujuan transfusi darah yaitu :
1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma, atau perdarahan).
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia berat
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misal faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemophilia) (Hidayat, 2004).
Manfaat dari transfusi darah adalah :
1. Dapat mengetahui golongan darah
2. Dapat menambah cairan darah yang hilang dalam tubuh
3. Dapat menyelamatkan jiwa pasien
B. Jenis Transfusi Darah
Jenis transfusi darah yaitu :
a) Transfusi PRC (Packed Red Cell)
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah penuh adalah :
1) Kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan
2) Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
3) Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
4) Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang.
5) Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain,
b) Transfusi Suspensi Trombosit
Tujuan transfusi suspensi trombosit adalah menaikkan kadar trombosit darah. Dosis suspensi trombosit yang diperlukan dapat dihitung kira-kira sebagai berikut : 50 ml suspense trombosit menaikkan kadar trombosit 7500-10.000/mm pada resipien yang beratnya 50 kg. Suspensi trombosit diberikan pada penderita trombositopeni bila:
a. Didapat perdarahan
b. Untuk mencegah perdarahan pada keadaan dimana ada erosi yang dapat berdarah bila kadar < 35.000/mm
c. Untuk mencegah perdarahan spontan bila kadar trombosit < 15.000/mm
c) Transfusi dengan Suspensi Plasma atau FFP (Fresh Frozen Plasma)
Plasma segar yang dibekukan mengandung sebagian besar faktor pembekuan di samping berbagai protein yang terdapat di dalamnya, karena itu selain untuk mengganti plasma yang hilang dengan perdarahan dapat dipakai sebagai pengobatan simptomatis kekurangan faktor pembekuan darah. Fresh Frozen Plasma (FFP) tidak digunakan untuk mengobati kebutuhan faktor VIII dan faktor IX (Hemofilia), untuk ini digunakan plasma Cryoprecipitate. Pada transfusi dengan FFP biasanya diberikan 48 kantong (175225 ml) tiap 68 jam bergantung kebutuhan.
d) Transfusi dengan darah penuh (whole blood)
Transfusi dengan darah penuh diperlukan untuk mengembalikan dan mempertahankan volume darah dalam sirkulasi atau mengatasi renjatan.
Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama tergantung pada sumber mereka yaitu :
a) Transfusi homolog atau allogenic : transfusi darah yang disimpan menggunakan orang lain.
b) Transfusi autologus : transfusi yang menggunakan darah pasien sendiri disimpan.
C. Macam-Macam Komponen Darah
1. Darah Lengkap (Whole Blood)
Transfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Infuskan selama 2 sampai 3 jam, maksimum 4 jam/unit. Dosis pada pediatric rata-rata 20 ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi. Bisanya tersedia dalam volume 400-500 ml dengan masa hidup 21 hari. Hindari memberikan transfusi saat klien tidak dapat menoleransi masalah sirkulasi. Hangatkan darah jika akan diberikan dalam jumlah besar.
Indikasi :
a) Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma, luka bakar
b) Klien dengan perdarahan massif dan telah kehilangan lebih dari 25 % dari volume darah total.
2. Packed Red Blood Cells (RBCs)
Komponen ini mengandung sel darah merah, sel darah putih, trombosit karena sebagian plasma telah dihilangkan (80%). Tersedia volume 250 ml. diberikan selama 2 sampai 4 jam, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui. Hindari menggunakan komponen ini untuk anemia yang mendapat terapi nutrisi dan obat. Masa hidup komponen ini 21 hari.
Indikasi :
a) Pasien dengan kadar Hb rendah
b) Pasien anemia karena kehilangan darah saat pembedahan
c) Pasien dengan masa sel darah merah rendah.
3. White Blood Cells (WBC atau leukosit)
Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti RBCs, plasma yang dihilangkan 80%, biasanya tersedia dalam volume 150 ml. dalam pemberian perlu diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan injeksi, berikan transfuse dan disambung dengan antibiotic.
Indikasi : pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotic (khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif, demam persisten/38,3oC dan granulositopenia).
4. Leukosit – poor RBCs
Komponen ini sama dengan RBCs, tapi leukosit dihilangkan sampai 95% digunakan bila kelebihan plasma dan antibody tidak dibutuhkan. Komponen ini tersedia dalam volume 200 ml, waktu pemberian 1,5 jam – 4 jam.
Indikasi : pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise).
5. Platelet/Trombosit
Komponen ini biasanya digunakan untuk mengobati kelainan perdarahan atau jumlah trombosit yang rendah. Volume bervariasi biasanya 35-50 ml/unit, untuk pemberian biasanya memerlukan beberapa kantong. Komponen ini diberikan secara cepat. Hindari pemberian trombosit jika klien sedang demam. Klien dengan riwayat reaksi transfuse trombosit, berikan premedikasi antipiretik dan antihistamin. Shelf life umumnya 6 sampai 72 jam tergantung pada kebijakan pusat dimana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24 jam setelah pemberian.
Indikasi :
a) Pasien dengan trombositopenia (karena penurunan trombosit, peningkatan pemecahan trombosit)
b) Pasien dengan leukemia dan marrow aplasia.
6. Fresh Frozen Plasma (FFP)
Komponen ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan darah akut. Komponen ini mengandung semua faktor pembekuan darah (faktor V, VIII, dan IX). Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Shelf life 12 bulan jika dibekukan dan 6 jam jika sudah mencair. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan Rh.
Indikasi :
a) Pencegahan perdarahan postoperasi dan syok
b) Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang bisa ditentukan
c) Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.
7. Albumin 5% dan Albumin 25%
Komponen ini terdiri dari plasma protein, digunakan sebagai ekspander darah dan pengganti protein. Komponen ini dapat diberikan melalui piggybag. Volume yang diberikan bervariasi tergantung kebutuhan pasien. Hindarkan untuk mencampur albumin dengan protein hydrolysate dan larutan alkohol.
Indikasi : pasien yang mengalami syok karena luka bakar, trauma, pembedahan atau infeksi. Pasien yang terapi hyponatremi.
D. Reaksi Transfusi Darah
Reaksi transfusi darah adalah reaksi yang terjadi selama transfusi darah yang tidak diinginkan berkaitan dengan transfusi itu. Reaksi atau efek yang terjadi selama transfusi darah :
1. Alergi
a) Penyebab :
1) Alergen di dalam darah yang didonorkan
2) Darah hipersensitif terhadap obat tertentu
b) Gejala :
Anaphilaksis (dingin, bengkak pada wajah, edema laring, pruritus, urtikaria, wheezing), demam, nausea dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac arrest, kolaps sirkulasi.
c) Intervensi
1) Lambatkan atau hentikan transfuse
2) Berikan normal saline
3) Monitor vital sign dan lakukan RJP jika diperlukan
4) Berikan oksigenasi jika diperlukan
5) Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasi berikan epineprin dan kortikosteroid
6) Apabila diresepkan, sebelum pemberian transfuse berikan diphenhidramin.
2. Anafilaksis
a) Penyebab :
Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi IgA.
b) Gejala :
Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen, terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa militer darah atau plasma.
c) Intervensi :
1) Hentikan transfusi darah
2) Lanjutkan pemberian infus normal saline
3) Beritahu dokter dan bank darah
4) Ukur tanda vital setiap 15 menit
5) Berikan ephineprine jika diprogramkan
6) Lakukan RJP jika diperlukan
d) Pencegahan :
Transfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan plasma dari SDM tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defisiensi IgA.
3. Sepsis
a) Penyebab :
Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin.
b) Gejala :
Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok.
c) Intervensi :
1) Hentikan transfusi
2) Ambil kultur darah pasien
3) Pantau tanda vital setiap 15 menit
4) Berikan antibody, cairan iv, vasoreseptor dan steroid sesuai program.
d) Pencegahan :
Jaga jarak sejak dari donasi sampai pemberian
4. Urtikaria
a) Penyebab :
Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donor.
b) Gejala :
Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam.
c) Intervensi :
1) Hentikan transfusi
2) Ukur vital sign setiap 15 menit
3) Berikan antihistamin sesuai program
4) Transfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi.
d) Pencegahan :
Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian transfusi.
5. Kelebihan sirkulasi
a) Penyebab :
Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat.
b) Gejala :
Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis meningkat.
c) Intervensi :
1) Tinggikan kepala klien
2) Monitor vital sign
3) Perlambat atau hentikan aliran transfusi sesuai program
4) Berikan morfin, diuretic, dan oksigen sesuai program.
d) Pencegahan :
Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien, berikan komponen SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan minimalkan pemberian normal saline yang dipergunakan untuk menjaga kepatenan iv.
6. Hemolitik
a) Penyebab :
Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing bukan dalam system ABO.
b) Gejala :
Cemas, nadi, pernafasan, suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea, mual dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan. Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lamabat dapat terjadi 2 hari atau lebih setelah transfusi.
c) Intervensi :
1) Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok.
2) Hentikan transfuse
3) Lanjutkan infuse normal saline
4) Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria
5) Ambil sample darah dan urine
6) Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah transfuse, pantau pemeriksaan darah untuk anemia yang berlanjut.
d) Pencegahan :
Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan golongannya dan saat darah diberikan untuk transfuse (pemberian paling sering karena salah mengidentifikasi).
7. Demam Non-Hemolitik
a) Penyebab :
Antibody anti HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang ditransfusikan .
b) Gejala :
Demam, flushing, menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit kepala.
c) Intervensi :
1) Hentikan transfuse
2) Lanjutkan pemberian infuse normal saline
3) Berikan antipiretik sesuai program
4) Pantau suhu tiap 4 jam
d) Pencegahan :
Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi).
8. Hiperkalemia
a) Penyebab :
Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel.
b) Gejala :
Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS melebar, kelemahan ekstremitas, nyeri abdominal.
9. Hipokalemia
a) Penyebab :
Berhubungan dengan alkalosis metabolic yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat dipengaruhi oleh alkalosis respiratorik.
b) Gejala :
Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria, kelemahan otot, bising usus menurun.
10. Hipotermia
a) Penyebab :
Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin diberikan dengan kateter vena sentral.
b) Gejala :
Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest
c) Intervensi :
1) Hentikan transfuse
2) Hangatkan pasien dengan selimut
3) Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien
4) Hangatkan darah sebelum ditransfusikan
5) Periksa EKG
Perhitungan kebutuhan transfusi darah yaitu:
a. Whole Blood : delta (y-x) dikali BB dikali 6
b. Packed Red cell : delta x BB x 3
c. Fresh Frozen plasma : delta x BB x 10
d. Konsentrat/Kriopresipitat : delta x BB x 0,5
Keterangan : dimana y = kadar Hb yang diinginkan setelah transfusi darah dan dimana x = kadar Hb pasien yang akan ditransfusi sekarang.
Pedoman untuk mengatasi reaksi transfuse yang dibuat oleh American of Blood Banks adalah:
1. Hentikan transfuse untuk membatasi jumlah darah yang diinfuskan
2. Beritahu dokter
3. Pertahankan jalur IV tetap terbuka dengan infuse normal saline
4. Periksa semua label, formulir, dan identifikasi pasien untuk menentukan apakah pasien menerima darah atau komponen darah yang benar
5. Segera laporkan reaksi transfuse yang dicurigai pada petugas bank darah
6. Kirimkan sample darah yang diperlukan ke bank darah sesegera mungkin, bersama-sama dengan kantong darah yang telah dihentikan, set pemberian, larutan IV yang diberikan, dan semua formulir dan label yang berhubungan.
7. Kirim sampel lainnya (misal urin)
8. Lengkapi laporan institusi atau formulir “reaksi transfuse yang dicurigai”
9. Peralatan yang harus disiapkan (obat-obatan seperti : aminophilin, difenhidramin, hidroklorida, dopamine, epinefrin, heparin, hidrokortison, furosemid, asetaminofen, aspirin, set oksigenasi, kit kateter foley, botol kultur darah, cairan IV, selang IV)
Hal – hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Kondisi pasien sebelum ditransfusi
2. Kecocokan darah yang akan dimasukkan
3. Label darah yang akan dimasukkan
4. Golongan darah klien
5. Periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak)
6. Homogenitas (darah bercampur semua atau tidak)
Persiapan pasien pada transfuse darah :
a) Jelaskan prosedur dan tujuan transfuse yang akan dilakukan
b) Jelaskan kemungkinan reaksi transfuse darah yang kemungkinan terjadi dan pentingnya melaporkan reaksi dengan cepat kepada perawat atau dokter
c) Jelaskan kemungkina reaksi lambat yang mungkin terjadi, anjurkan untuk segera melaporkan apabila reaksi terjadi.
d) Apabila klien sudah dipasang infuse, cek apakah set infusenya bisa digunakan untuk pemberian transfuse
e) Apabila klien belum dipasang infuse, lakukan pemasangan dan berikan normal saline terlebih dahulu.
f) Pastikan golongan darah pasien sudah teridentifikasi
E. Donor Darah
Donor darah adalah orang yang memberikan darah secara sukarela untuk maksud dan tujuan transfuse darah bagi orang lain yang membutuhkan.
Syarat – syarat seseorang yang dapat menjadi pendonor darah, yaitu :
1. Umur 17 – 60 tahun (pada usia 17 tahun diperbolehkan mendonor darah bila mendapat izin tertulis dari orang tua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter).
2. Berat badan 50 kg atau lebih
3. Temperature tubuh : 36,5-37,5oC
4. Kadar Hemoglobin 12,5 g/dl atau lebih
5. Tekanan darah (terendah 90/50 mmHg dan tertinggi 180/100 mmHg)
6. Nadi 50-100 x/menit teratur
7. Tidak berpenyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit perdarahan, kejang, kanker, penyakit kulit kronis.
8. Tidak hamil, menyusui, menstruasi (bagi wanita)
9. Bagi donor tetap, penyumbangan 5 (lima) kali setahun
10. Kulit lengan donor sehat
11. Tidak menerima transfuse darah/komponen darah 6 bulan terakhir
12. Tidak menderita penyakit infeksi, malaria, hepatitis, HIV/AIDS
13. Bukan pencandu alkohol/narkoba
14. Tidak mendapat imunisasi dalam 2/4 bulan terakhir
15. Beritahu petugas bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir
16. Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurang 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan oleh trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Dalam pemberian darah harus diperhatikan kondisi pasien, kemudian kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golongan darah, dan periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak), homogenitas (bercampur rata atau tidak).
Tujuan transfuse darah yaitu :
1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma, atau perdarahan).
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia berat
3. Memberikan komponen selular tertentu sebagai terapi sulih (misal faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemophilia.
B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan dapat menambah wawasan dan dapat digunakan dalam melakukan tindakan keperawatan di rumah sakit.
EmoticonEmoticon