BAB I
PENDAHULUAN
Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia. Sebagai organ terluar pada tubuh manusia, kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh terhadap pengaruh luar, karena hal tersebut kulit rentan mengalami cedera seperti luka.
Luka adalah rusaknya kesatuan jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Luka tersebut dapat berupa luka yang disengaja (luka akibat pembedahan) maupun yang tidak disengaja (luka akibat cedera). Kulit yang terluka perlu di manajemen untuk meningkatkan penyembuhan mencegah kerusakan kulit lebih lanjut, mengurangi risiko infeksi, dan meningkatkan kenyamanan pasien (Mansjoer et al., 2000; Sjamsuhidajat & Jong, 1998 dalam Zulfa, 2008).
Jenis-jenis luka yang memerlukan manajemen khusus antara lain luka bakar, luka yang timbul akibat diabetes melitus, dan luka akibat kecelakaan. Luka-luka tersebut perlu dibersihkan dan selanjutnya perlu di balut untuk mencegah luka terkontaminasi dengan lingkungan.
Menurut Kristanto, (2005) dalam jurnal Dina Dewi (2008). Kejadian luka bakar terjadi kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar disetiap tahunnya, di kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit.Berdasarkan data statistik unit pelayanan khusus RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, jumlah kasus yang dirawat 1998 sebanyak 107 kasus atau 26,3% dari seluruh kasus bedah plastic yang dirawat. Dari kasus tersebut terdapat lebih 40% luka bakar derajat II-III dengan angka kematian 37,38%.
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikkan oleh hiperglikemia akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (American Diabetic Association, 2007). Komplikasi jangka panjang dari diabetes melitus salah satunya adalah ulkus diabetik (15%) (ADA, 2007; Clayton, 2009) dan 85% merupakan penyebab terjadinya amputasi pada pasien diabetes melitus (Clayton, 2009). Lebih lanjut Clayton (2009), Jeffcoate (2003) dan Frykberg (2000) mengungkapkan bahwa komplikasi lanjut ulkus diabetik adalah terjadinya infeksi (Wulandari, Yetti, & Hayati, 2012)
Jumlah kasus kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun terus meningkat. Menurut data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, pada tahun 2008 jumlah kasus kecelakaan lalu lintas terdapat 59.164 kasus, kemudian meningkat di tahun 2009 dengan jumlah 62.960 kasus, dan terus meningkat di tahun 2010 dengan jumlah 66.488 kasus kecelakaan lalu lintas. Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olahraga, dan korban kekerasan. 2 4 Kematian akibat cedera diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta (9,2% dari kematian secara keseluruhan) dan diestimasikan menempati peringkat ketiga disability adjusted life years (DALYs) pada tahun 2020. Masalah cedera memberikan kontribusi pada kematian sebesar 15% beban penyakit 25% dan kerugian ekonomi 5% growth development product (GDP) (Angela, Tomuka & Siwu, 2011).
Melihat angka kejadian luka diatas yang terus meningkat, maka manajemen luka dibutuhkan untuk merawat luka. Luka yang telah dibersihkan selanjutnya perlu untuk dilakukan pembalutan. Pembalutan luka berfungsi untuk menutupi luka, menghentikan pendarahan, menyerap cairan yang keluar dari luka/nanah, mengurangi rasa sakit, dan menyediakan perlindungan untuk pembentukan jaringan baru (Mutia & Eriningsih, 2012).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. LUKA BAKAR
1. Pengertian Luka Bakar dan Etiologinya
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frost bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Rendy & Margareth, 2012 dalam Purnomo, 2014).
Etiologi luka bakar digolongkan dalam beberapa jenis yaitu (Musliha, 2010 dalam Purnomo, 2014):
a. Flame (kobaran api ditubuh)
b. Flash (jilatan api ke tubuh)
c. Scold (terkena air panas)
d. Kontak panas
e. Sunburn (sengatan matahari)
f. Sengatan bahan listrik
g. Terkena bahan kimia
2. Manifestasi Klinis Luka Bakar
a. Luka bakar derajat 1
Luka bakar derajat 1 merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah, nyeri, sangat sensitive terhadap sentuhan, lembab, dan bengkak. Jika ditekan, daerah yang terbakar akan bengkak dan putih sertab belum terbentuk bolus.
b. Luka bakar derajat 2
Luka bakar derajat 2 merupakan luka bakar yang menyebabkan kerusakan lebih besar dari luka bakar derajat 1. Kulit yang terbakar menjadi melepuh, dasarnya tampak memerah atau keputihan dan berisi cairan yang kental dan jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
c. Luka bakar derajat 3
Luka bakar derajat 3 merupakan luka bakar yang paling parah. Kulit yang terbakar menjadi putih dan lembut atau menjadi hitam, hangus, dan kasar. Kerusakan sel darah merah yang terbakar bisa menyebabkan daerah yang terbakar menjadi berwarna merah terang. Daerah yang terbakar juga bisa melepuh dan bulu pada daerah yang terbakar menjadi mudah dicabut. Jika disentuh, daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena ujung sarafnya rusak. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan merembes dari pembuluh darah dan mengalami pembengkakan. Pada luka bakar yang luas, kehilangan cairan tersebut dapat menyebabkan syok. Tekanan darah juga sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke organ juga menjadi sedikit.
3. Klasifikasi Luka Bakar
a. Berat ringan luka bakar
1) Berat/kritis
a) Derajat 2 dengan luas luka >25%
b) Derajat 3 dengan luas luka >10% atau terdapat di muka, kaki, dan telapak tangan
c) Luka bakar disertai trauma jalan nafas atau jaringan lunak luas, dan fraktur
d) Luka bakar akibat sengatan listrik
2) Sedang
a) Derajat 2 dengan luas 15-25%
b) Derajat 3 dengan luas <10%, kecuali muka, kaki, dan tangan
3) Ringan
a) Derajat 2 dengan luas <10%
b) Derajat 3 dengan luas <2%
b. Luas luka bakar berdasarkan perhitungan rule of nine dari Wallace
1) Kepala dan leher 9%
2) Ekstrimitas atas 2x9% (kiri dan kanan)
3) Paha dan betis – kaki 4x9% (kiri dan kanan)
4) Dada, perut, punggung, dan bokong 4x9%
5) Perineum dan genitalia 1%
Untuk bayi permukaan tubuhnya lebih kecil. Oleh karena itu digunakan rumus 10 untuk bayi, dan 10-20 dari Lund dan Browder untuk anak-anak.
c. Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Luka bakar derajat 1
a) Hanya mengenai lapisan epidermis
b) Luka tampak berwarna pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat)
c) Kulit tampak memucat bila ditekan, edema minimal
d) Tidak ada blister, kulit kering
e) Terasa nyeri dan nyeri berkurang dengan pendinginan
f) Dapat sembuh kurang lebih dalam 3-7 hari
2) Luka bakar derajat 2
a) Lebih dalam dari ketebalan partial dan superfisial dalam
b) Penyebabnya kontak dengan air panas, jilatan api pada pakaian, jilatan langsung kimiawi, dan sinar UV
c) Terdapat gelembung (blister/bula) lembab, dan bertambah besar dan pucat bila ditekan. Bila gelembung tersebut pecah akan terlihat kulit yang berwarna kemerah-merahan.
d) Terasa sangat nyeri
e) Pada superfisial partial thickness dapat sembuh kurang lebih 14-21 hari, sedangkan pada deep partial thickness dapat sembuh dalam 21-28 hari. Apabila kerusakan mengenai kelenjar keringat, kelenjar lemak, atau akar rambut waktu penyembuhan mencapai 2-3 minggu dan dapat menimbulkan bekas luka.
3) Luka bakar derajat 3
a) Luka bakar derajat 3 mengenai seluruh lapisan kulit, lemak subkutan, permukaan otot, persarafan, pembuluh darah, dan tulang.
b) Penyebab dapat berasal dari bahan cair atau padat, jilatan api, bahan kimia, maupun kontak dengan listrik.
c) Luka bakar tampak kering disertai kulit yang mengelupas, dengan tekstur kasar atau keras, pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit, jarang ada gelembung, dinding sangat tipis, tidak membesar, dan tidak pucat bila ditekan
d) Sedikit terasa nyeri bahkan tidak terasa nyeri karena saraf telah rusak
e) Waktu penyembuhan antara 3-5 bulan dan dan memerlukan transplantasi kulit.
4. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
Pembuluh darah yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitasnya meningkat yang menyebabkan edema dan terbentuk bula dengan membawa serta elektrolit sehingga volume cairan intravaskuler berkurang.
b. Edema laring
Pada kebakaran diruang tertutup atau di muka, dapat terjadi kerusakan di mukosa jalan napas. Gejalanya antara lain stridor, takipneu, sesak napas, suara serak, dan dahak berwarna gelap.
c. Keracunan gas
Keracunan gasdapat terjadi apabila CO mengikat Hb. Tanda-tandanya antara lain lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah.
d. SIRS (Systemic Inflamatory Respone Syndrome)
Luka bakar yang terkontaminasi sulit mengalami penyembuhan karena tidak terjangkau oleh pembiluh darah yang mengalami trombosis.
e. MOF (Multi Organ Failure)
Gangguan perfusi menyebabkan penyebab metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses perubahan metabolisme anaerob yang diikuti peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat menimbulkan asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemi akan berakhir dengan nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan ganguan perfusi ke jaringan-jaringan organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, ginjal, yang selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsinya.
f. Kontraktur
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka, terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit yang sehat disekitar luka, yang tertarik kesisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan.
5. Penatalaksanaan
Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengalir. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajam suhu tinggi berlangsung terus walau api telah dipindahkan, sehingga distruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka bakar >10% karena dapat menyebabkan hipotermi. Tindakan selanjutnya menurut Randy M Clevo (2012) adalah:
a. Periksa jalan napas, bila ada obstruksi jalan napas buka jalan napas dengan cara membersihkan jalan napas. Bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi dan berikan oksigen.
b. Pasang IV line, beri RL untuk mengatasi syok
c. Pasang kateter untuk mengatsi diuresis
d. Pasang pipa lambunguntuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik
e. Pasang pemantau tekanan vena sentral untuk luka bakar >40%
f. Periksa cidera untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas, dan derajat luka bakar. Kebutuhan cairan dapat dihitung dengan:
1)Cara evans
a) Bb x luka bakar x 1 cc NaCl
b) Bb x luka bakar x 1 cc larutan koloid
c) Cc glukosa 5%
Separuh dari point a, b, dan c diberikan pada 8 jam pertama, sisanya berikan 16 jam berikutnya. Pada hari kedua beri setengah jumlah cairan pada hari pertama, pada hari ketiga beri setengah jumlah cairan padahari pertama. Lakukan penghitungan diuresis untuk untuk monitor pemberian cairan
2)Cara baxter
% luka bakar x Bb x 4 cc. Separuh diberikan pada 8 jam pertama dan sisanya diberikan 16 jam berikutnya. Hari pertama berikan elektrolit (RL). Hari kedua diberikan sejumlah dari hari pertama.
g. Berikan analgesik (morfin atau petidin secara IV)
h. Cuci luka setelah sirkulasi stabil dengan cara dembridemen dan mandikan pasien menggunakan larutan antiseptik (betadine atau nitras argenti 0,5%)
i. Beri antibiotik topikal (silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, silver sulfadiazine 1%)
j. Balut luka dengan kasa gulung steril, berii serum anti tetanus toksin 3000 unit pada orang dewasa dan separuhnya untuk anak-anak.
B. Luka Diabetes Mellitus
1. Pengertian Luka Diabetes Melitus dan Etiologinya
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gejala yang ditunjukkan dengan kondisi hiperglikemia, dimana kadar gula darah seseorang berada diatas batas normal (dalimartha, 2003 dalam Garnita, 2012). Menurut WHO, nilai rujukan untuk DM adalah >200 mg/dl, normal jika <140 mg/dl, dan toleransi glukosa terganggu (TGT) 140-200 mg/dl. Luka diabetes melitus merupakakan komplikasi jangka panjang dari diabetes melitus (15%) (ADA, 2007 dalam Wulandari, Yetti, & Hayati, 2010)
2 . Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
a. polyfagia
b. poliuria
c. polidipsi
d. kelelahan
e. pandangan kabur
f. infeksi pada ginjal, kandung kemih, dan kulit
3 . Klasifikasi Diabetes Melitus
a. DM tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh defisiensi hormon insulin karena kerusakan sel β pankreas. Penderita DM tipe 1 sangat bergantung pada asupan insulin dari luar. Oleh karena itu DM tipe ini disebut juga IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus). Dm tipe ini biasa terjadi pada usia muda sebelum usia 30-40 tahun namun dapat menyerang berbagai usia. Kasus DM tipe 1 merupakan 5-10% dari keseluruhan kasus diabetes.
b. DM tipe 2
DM tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin dan atau kurangnya sekresi insulin, atau dapat juga disebabkan karena genetik, gaya hidup, dan lingkungan. Pada DM tipe 2, insulin yang dihasilkan tidak mencukupi, yang berakibat hiperglikemi. Selain itu, kurangnya reseptor insulin juga menyebabkan terjadinya DM tipe 2 meskipun jumlah insulin yang dihasilkan cukup karena jumlah resptor yang mengangkut insulin kurang (resistensi insulin). DM tipe 2 disebut juga NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus). Kasus DM tipe 2 merupakan 80-90% dari keseluruhan kasus DM.
c. DM tipe lainnya
DM tipe ini disebut juga dengan DM sekunder. DM ini disebabkan oleh kelainan fungsi sel beta dan kelenjar insulin akibat gangguan genetik, penyakit pada kelenjar eksokrin pankreas, zat kimia, infeksi, kelainan genetik, dan penyakit imunologi lainnya.
d. DM gestasional
DM gestasional terjadi jika seorang wanita mengalami DM pada masa kehamilan.
4. Komplikasi Diabetes Melitus
a. Komplikasi akut dari DM antara lain ketoasidosis diabetik (KAD) dimana kadar gula darah mencapai 300-600mg/dl, Status Hiperglikemia Hiperosmolar (SHH) dimana kadar gula darah mencapai 600-1200 mg/dl. Keadaan hipoglikemi juga merupakan komplikasi akut dari DM (glukosa <60 mg/dl)
b. Komplikasi kronik dari DM adalah rusaknya pembuluh darah dan saraf. Jika pembuluh darah yang rusak adalah pembuluh darah yang besar, misalnya pembuluh darah jantung akan mengakibatkan jantung koroner, jika yang rusak adalah pembuluh darah tepi terutama pada tungkai maka akan terjadi luka akibat iskemia pada kaki dan jika yang rusak adalah pembuluh darah di otak maka akan menyebabkan stroke. Kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dapat menyebabkan kebutaan jika mengenai pembuluh darah retina, dan dapat menyebabkan nefropati diabetikum jika merusak pembuluh darah ginjal. Saraf yang rusak (paling sering adalah saraf perifer) akan menyebabkan terjadinya kebas atau baal pada ujung-ujung kaki, sehingga pasien DM sering tidak merasakan ada luka pada kakinya yang akan menyebabkan luka tersebut menjadi lebih dalam (ulkus kaki).
C. LUKA KECELAKAAN
Kecelakaan lalu lintas sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Pada kecelakaan kendaraan motor, korban selalu terlempar dari kendaraannya, sedangkan pada kecelakaan kendaraan mobil, bahaya terbesar saat pengendara terlempar ke luar dari kaca depan, sehingga cedera pada pengguna kendaraan bermotor dapat mengenai semua anggota tubuh khususnya kepala, ekstremitas atas dan bawah, dada dan abdomen.
Kecelakaan kerja menurut jenisnya terbagi menjadi terjatuh, tertimpa benda, tertumbuk, terjepit, gerakan melebihi kemampuan, pengaruh suhu, terkena arus listrik, dan terkena bahan-bahan bernahaya/radiasi (ILO). Luka yang dapat terjadi antara lain patah tulang, dislokasi ( keseleo ), regang otot (urat), memar dan luka dalam yang lain, amputasi, luka di permukaan, geger dan remuk, luka bakar, keracunan-keracunan mendadak, pengaruh radiasi dan lain-lain (ILO). Luka tersebut dapat terjadi di seluruh tubuh.
D. Balutan Luka
1. Jenis-Jenis Luka
Berdasarkan penyebabnya:
a. Luka sayat ciri-cirinya tepinya berupa garis lurus beraturan. Luka ini biasa disebabkan oleh benda tajam dan runcing.
b. Luka memar, terjadi karena kulit terbentur dengan benda tumpul dan lukanya berupa luka tertutup. Terjadi kerusakan pada jaringan lunak, ruptur pembuluh darah, hematome, dan nyeri.
c. Luka lecet, disebabkan karena gesekan kulit dengan benda yang kasar, perdarahan sedikit tapi terasa sangat nyeri.
d. Luka tusuk, diakibatkan oleh benda tajam yang masuk ke kulit dengan diamater kecil.
e. Luka robek, tepi lukanya tidak teratur dan bergerigi biasanya disebabkan oeh tarikan atau goresan. Dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang berat dan biasanya berupa luka kotor.
f. Luka tembus, diakibatkan oleh benda yang terdorong masuk kedalam kulit dan membran mukosa. Bagian awal luka biasanya berdiameter kecil tetapi akan melebar pada bagian ujung luka.
g. Luka bakar, terjadi karena kulit terbakar api, air panas, bahan kimia, listrik, radiasi maupun suhu tinggi. Permukaan luka lebar, menghitam, dan tidak teratur.
h. Luka gigitan, dapat diakibatkan oleh gigitan hewan. Bentuk luka mengikuti pola gigi hewan yang menggigit.
i. Luka tekan, diakibatkan oleh tekanan yang lama atau tirah baring atau imobilisasi.
Berdasarkan derajat kontaminasi:
a. Luka bersih terkontaminasi, disebabkan oleh luka pembedahan dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. Potensi infeksi 3-11%.
b. Luka terkontaminasi merupakan luka yang menunjukkan tanda-tanda infeksi, misalnya pada fraktur terbuka, laserasi, dan penetrasi. Resiko infeksiantara 10-17%.
c. Luka kotor, merupakan luka yang mengandung jaringan mati dan terdapat tanda infeksi (purulen), biasanya pada luka lama
d. Luka bersih, merupakan luka yang dibuat dalam kondisi steril (luka sayat elektif dan steril, tidak kontak dengan orofaring, traktus respiratorius, traktus genitourinarius), tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
2. Klasifikasi Luka
a. Luka yang disengaja (luka sayatan operasi) dan luka yang tidak disengaja (trauma/cedera)
b. Luka terbuka (luka dimana ada bagian kulit yang terbuka dan dapat menjadi port d entree bakteri) dan luka tertutup (kulit tidak terbuka, kerusakan jaringan lunak, cedera bagian dalam, trauma karena desakan)
c. Luka akut (penyembuhan luka normal) dan luka kronis (penyembuhan luka normal gagal)
3. Balutan Luka dan Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Lingkungan yang optimal untuk pembalutan luka adalah lingkungan yang lembab. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering
4. Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
4. Jenis-Jenis Balutan Luka
a. Gauze
Balutan dapat melekat pada permukaan luka dan merusak dasar luka ketika diangkat, sehingga hanya digunakan sebagai balutan sekunder atau pada luka minor.
b. Tulle
Balutan tidak melekat pada luka, cocok digunakan pada luka datar dan dangkal.
c. Film semipermeabel
Lapisan steril dari poliuretan yang dilapisi oleh pita akrilik. Transparan, sehingga mudah untuk mengecek luka. Cocok untuk digunakan pada luka dangkal dengan sedikit eksudat.
d. Hidrokoloid
Terdiri dari karboksimetilselulosa, gelatin, pektin, elastomer dan perekat yang berubah menjadi gel jika eksudat diserap, yang akan menyediakan suasana lembab yang berguna untuk mempercepat penyembuhan. Cocok untuk luka dengan eksudat baik sedikit atau banyak, luka lembab, atau bergranulasi.
e. Hidrogel
Terdiri dari air dalam jaringan kompleks atau fiber yang memepertahankan keutuhan gel polimer. Air dilepaskan untuk menjaga suasana tetap lembab. Cocok untuk luka nekrotik atau lembab untuk rehidrasi dan mengangkat jaringan mati.
f. Alginat
Terdiri atas komponen kalsium alginate yang ketika kontak dengan luka, kalsium akan berubah menjadi natrium sehingga balutan akan berubah menjadi bentuk gel. Baik untuk luka dengan eksudat dan membantu dembridemen luka lembab.
g. Busa poliuretan atau silikon
Didesain untuk mengabsorbsi sejumlah besar eksudat. Tidak cocok untuk luka dengan sedikit eksudat karena dapat menyebabkan suasana kering.
h. Hidrofiber
Balutan lembut non-woven pad atau plester yang terbuat dari fiber natrium karboksimetilselulose yang akan menyerap eksudat dan mempertahankan lingkungan yang lembab.
i. Kolagen
Balutan berasal dari pad, gel atau partikel. Balutan ini akan merangsang deposit baru kolagen pada dasar luka dan akan menyerap eksudat serta mempertahankan lingkungan tetap lembab.
BAB III
PENUTUP
Kulit yang terluka perlu di manajemen untuk meningkatkan penyembuhan mencegah kerusakan kulit lebih lanjut, mengurangi risiko infeksi, dan meningkatkan kenyamanan pasien. Luka yang tidak diatasi dapat menyebabkan infeksi dan akan menjadi semakin parah, seperti luka pada diabetes melitus dapat mnjadi gangren. Sedangkan pada luka bakar, luka yang luas dapat menyebabkan syok hipovolemik yang dapat berujung pada kematian pasien.
EmoticonEmoticon